"Sosok itu adalah penguasa Goa ini, dia adalah Raja Monyet yang menguasai kawasan sekitar sini. Makhluk itulah nanti yang akan memberikan ilmu kekebalan kepadamu. Kalau dia mengatakan apa saja usahakan dirimu selalu katakan saja iya, jangan sekali-kali kamu membantah omongannya, akibatnya bisa sangat fatal.
Sebenarnya tanpa diberi tahu oleh Mbah Gondo pun Bagas sudah berniat untuk melakukan hal itu, Karena Bagas sangat paham kalau makhluk yang akan dia temui dan akan dihadapi nanti bukanlah sosok sembarangan.
"Apakah kamu sudah siap untuk memulai sekarang?"
"Aku sudah siap," kata Bagas yang lalu merapikan kembali posisi duduk bersilanya, meletakkan kedua tangannya di atas pahanya serta diluruskan pandangan matanya tegak mengarah ke depan.
"Kamu tidak harus membuka mata, Bagas. Kamu boleh sambil membaca mantranya yang sudah aku tuliskan di secarik kertas itu, rapatkan bola matamu kalau memang kamu sudah merasa hapal dengan apa yang kamu baca, tapi mengingat kalau yang aku berikan itu adalah sebuah mantra pendek mungkin dalam beberapa kali pengulangan kamu pasti akan sudah hapal dan dengan sendirinya kamu bisa simpan kertas itu lalu mulai memejamkan mata dan mulai membacanya dalam keadaan terpejam.
Sekarang aku akan menyalakan lilin - lilin ini dan aku akan tinggalkan kamu sendiri di sini.
Aku tidak kemana-mana, aku akan berada di mulut goa, ingatlah saat dia datang, apa yang dikatakannya jawab saja dengan Iya agar nanti dia secepatnya memberikan ilmunya kepadamu dan dia sudah pergi lagi, barusan setelah dia menghilang pergi kamu boleh turun dari batu itu dan keluar. Namun sebelumnya kuminta kesediaanmu untuk membereskan terlebih dahulu pedupaan serta lilin-lilin yang kunyalakan ini, lalu kita tinggalkan tempat ini dalam keadaan bersih tanpa ada barang-barang yang kita tinggalkan di sini." Mbah Gondo memberi Bagas peringatan terakhir sebelum dia mulai beranjak keluar Goa.
"Baiklah, Mbah. Kalau begitu aku akan mulai sekarang."
Bagas kemudian membuka kertas pemberian Mbah Gondo tadi.
Begitu dibuka ternyata benar, hanya ada tiga kalimat mantra. Terlihat kertas yang dipegangnya dan mulai membaca mantra tersebut berulang-ulang dan dalam beberapa kali pengulangan dia sudah hapal di luar kepala.
Bagas kemudian memejamkan matanya dan bahkan kini lebih fokus lagi dalam membaca mantra tersebut, sementara itu Mbah Gondo sudah berjalan menjauh sekarang, duduk mulut goa.
Lama-kelamaan daerah sekitar Bagas yang saat itu terasa panas dan pengap berangsur-angsur mulai menjadi dingin, lama-lama semakin dingin.
Bagas merasa dia bagaikan sedang berada di dalam kulkas, tubuhnya menggigil.
Saat-saat Bagas sudah mulai terlihat tak mampu lagi untuk melanjutkan ritualnya itu, dalam dinginnya udara yang dirasakannya saat itu mulailah terdengar suara tawa yang membahana memenuhi ruangan Goa.
"Hai anak muda, jauh-jauh datang kemari pasti ada yang kamu inginkan dariku. Apa yang kamu inginkan? ucap makhluk menyeramkan itu.
Bagas mulai membuka matanya, dia pun mengatakan kalau dia ingin sekali memiliki ilmu kebal dari senjata tajam juga kebal dari pukulan - pukulan lawan.
"Itu soal mudah, caranya kamu hanya tinggal menelan sebutir pil ini, terimalah." Kemudian sosok besar yang berada di hadapan Bagas memberikan dia sebutir pil yang berwarna hitam yang diambilnya dari saku bajunya.
Sebenarnya kalau mau jujur, Bagas saat itu ketakutan setengah mati saat dilihatnya sosok makhluk tinggi besar berbulu dengan wajah yang mirip sekali dengan monyet, segera Bagas sangat khawatir. Suasana menjadi mencekam.
Namun itu semua hanya bayangan Bagas, nyatanya sosok tinggi besar dengan wajah monyet itu tetap diam di tempatnya.
Bagas kemudian menelan pil tadi, tiba-tiba kepalanya terasa seperti pusing dan rasa pahit yang ada di kerongkongannya juga mulutnya begitu menyiksa. Benar-benar membuatnya ingin muntah. Tapi ditahannya semua yang dia bisa.
"Nah seperti yang kamu minta. Aku telah memberikan apa yang kamu inginkan, sekarang sebaliknya, aku meminta imbalan darimu. Imbalan dari ilmu yang sudah kuberikan kepadamu. Karena kamu telah menelan pil yang kuberikan maka aku anggap kamu berarti sudah menyetujui dengan persyaratan yang aku inginkan."
"Ya, ya, baiklah. Lalu sebagai persyaratan itu apa yang Raja minta dariku?"
Makhluk raksasa itu tertawa dan suaranya terdengar menggema ke seluruh ruangan dalam gua.
"Anak muda, sekarang pulanglah. Urusanku dengan kamu sudah selesai."
"Tapi, bukankah Raja belum mengatakan apa yang Raja inginkan dariku?" tanya Bagas bingung.
"Pulanglah, aku sudah mengambil apa yang menjadi hak milikku.
Jika kamu nanti menemui kendala apapun, datanglah kembali kemari, aku akan memberikanmu ilmu yang lainnya, tapi lagi-lagi dimana ada keinginan disitu harus ada yang kamu korbankan."
Bayangan sosok itu mulai memudar dalam pandangan Bagas sampai akhirnya benar-benar hilang. Bagas teringatvpesan Mbah Gondo agar sebelum keluar terlebih dahulu membereskan semua barang-batang yang tadi digunakan sebagai alat ritualnya. Setelah bersih seperti semula dia pun membawa barang-barang itu keluar untuk menemui Mbah Gondo yang menunggunya di pintu goa.
"Bagaimana? Apakah dia sudah memberikan ilmu yang dijanjikannya kepadamu?" tanya Mbah Gondo.
"Sudah, Mbah. Namun aku tidak merasakan apa - apa, aku merasa kurang yakin, seakan aku sedang ditipu." jawab Bagas datar saja.
"Dasar bodoh! Kalau dia penipu buat apa aku membawamu sejauh ini untuk bertemu denganmu? Hal yang seharusnya kamu harus tahu adalah bahwa sebelum kita datang ke sini, aku sudah kenal lama dengan sosok makhluk itu."
"Biar kamj tak lagi ragu, untuk membuktikan apa kamu betil-betul kebal atau tidak ada baiknya kita sekarang tes saja. Kamu bersiaplah," kata Mbah Gondo kepada Bagas.
Belum sempat tuntas kebingungan Bagas, saat itu juga Mbah Gondo menarik sebilah kerisnya yang sejak tadi tersimpan di pinggangnya, dan tanpa menunggu Bagas siap Mbah Gondo langsung bergerak maju dan dengan cepat menikamkan kerisnya ke d**a Bagas. Bagas tak sempat mengelak, dia yakin kalau dia kini bakal mati.
Namun ajaib! Ujung keris yang tajam itu hanya mwnempel di dadanya dan tak sampai menembusnya, bahkan tak terlihat setetes darah di tubuh Bagas, Bagas terbengong tak percaya,dia merasa hati bercampur senang. Karena dirinya kini benar-benar sudah kebal senjata dan pukulan.
Sepanjang perjalanan pulang Bagas terlihat begitu senang. Dia kini siap untuk menghadapi Faqih jika nanti Faqih benar-benar datang kembali ke desanya.
Akhirnya mereka berdua sampai lagi kembali di rumah Mbah Gondo. Bagas pun langsung berpamitan kepada Mbah Gondo setelah menyerahkan sisa p********n yang belum dilunasinya.
Sementara itu Mbah Gondo membuka pintu gembok rumahnya, dia merasa lelah dan ingin segera beristirahat.
Dan seperti biasa jalan yabg akan dilaluinpleh Bagas akan melewati rumah Annisa kekasihnya, dan kalau dia melihat Annisa malam ini, dia ingin segera menyampaikan berita gembiranya. Betapa kininBagas akan dengan gagah berani menantang Faqih, seorang lelaki yang pernah menjadi penghalangnya untuk memiliki Annisa.
Namun alangkah terkejutnya Bagas saat ia akan melewati rumah kekasihnya, di sana terlihat orang-orang sudah ramai berkumpul dan sebuah bendera berwarna kuning dikibarkan di tiang listrik.
Bagas bingung, siapakah yang meninggal dalam keluarga Annisa? Setelah motornya tiba di halaman rumah Annisa, Bagas turun datmri motor.
Diucapkannya salam dan dijawab oleh kedua orang tua Annisa, mata mereka sembab karena habis menangis.
"Maaf, Pak ... Bu .... Siapa yang meninggal?% tanya Bagas penasaran dan jawaban yang diterima Bagas sungguh sebuah jawaban yang tidak disangka olehnya, kalau ternyata orang yang meninggal malam itu tak lain adalah kasihnya sendiri, Annisa.
Tubuh Bagas langsung terasa lemah, dia limbung dan hampir jatuh. Untung saja orang - orang yang ada di sekitarnya bersikap tanggap, yang mana mereka langsung menagkat tubuh Bagas agar tidak sampai jatuh.
Setelah Bagas merasa tubuhnya cukup kuat, kemudian mendekati lagi orang tua Annisa dan bertanya, apa yang membuat Annisa sampai meninggal dunia. Bagas jelas tak bisa menerima kenyataan itu.
Kemudian Bagas yang tidak ingin semakin larut dalam kesedihan, dia memilih untuk pamit malam itu juga.
***