Semakin Tersesat #2

1000 Kata
Jalan yang akan dilalui Bagas pulang dari rumah Mbah Gondo menuju rumahnya akan melewati rumah Annisa, gadis yang kini resmi menjadi tunangannya. Bagas berharap dia akan melihat gadis itu di depan rumahnya, sehingga dia bisa mampir dan menceritakan rencananya kepada Annisa. Dan apa yang Bagas harapkan pun menjadi kenyataan, karena kini dari kejauhan dia dapat melihat sendiri kalau tunangannya Annisa tengah duduk di kursi kayu di depan rumahnya. Sendirian. Bagas mempercepat laju jalannya dan ingin secepatnya menceritakan rencananya. "Hai cantik, kok melamun saja di beranda, nanti bisa kesambet setan loh melamun sore-sore begini." Bagas berkata saat dirinya tepat berada di sebelah gadis itu. Annisa spontan menoleh dan dia langsung tersenyum senang ketika dia mendapati kalau lelaki yang menyapa ya itu adalah tunangannya sendiri. " Uh abang ngagetin Nisa aja. Nisa kan melamun juga ngelamunin abang." Dengan sedikit dibuat genit Annisa menjawab pertanyaan Bagas. Mendengar jawaban dari Annisa membuat Bagas langsung berbunga-bunga hatinya. "Boleh Abang duduk disebelah Nisa?" tanya Bagas dengan nada lembut, berbeda sekali dengan karakter aslinya, yang kadang kepada orang tuanya sendiri dia berani membentak-bentak. "Tentu saja boleh Abang, memang ya Abang dari mana sih, kok datangnya dari arah sana?" tanya Annisa penasaran. "Mau tau aja apa mau tau banget nih?" tanya Bagas dengan gaya khas ABG jaman sekarang. "Ih si Abang nih suka lebay deh, Abang kan bukan ABG lagi, ngomongnya jangan kayak gitu napa." Annisa mencemberutkan bibirnya, tak lain hanya merajuk dan ingin dimana saja. "Iya deh, Sayang. Abang nggak akan seperti itu lagi, Abang janji deh." Bagas mengangkat tangannya dan mengagungkan dua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah. "Ya udah. Sekarang bilang, Abang tuh dari mana kok datangnya dari arah sana?" Annisa pun mengulangi pertanyaannya. "Abang sengaja mampir ke sini juga karena memang mau mengatakan hal itu kepada Dik Nisa." "Maksud Abang apa, ya? Nisa nggak ngerti." Annisa berkata seraya mengerutkan keningnya. "Begini, Nisa. Sebentar lagi musuh abang akan datang ke desa ini, dan abang akan memiliki kesempatan membalaskan dendam abang selama ini kepadanya, dan malam nanti, abang akan melakukan tirakat untuk mendapatkan ilmu baru yang akan menandingi ilmu musuh abang tersebut." Dengan penuh bangga dan rasa percaya diri yang tinggi Bagas menyampaikan hal itu pada Annisa tunangannya. "Musuh Abang? Siapa? Bang Faqih?" Annisa bertanya dengan perasaan cemas. "Tentu saja dia, memang ya kamu pikir siapa lagi? Dia yang dulu menjadi penghalang cinta Abang ke Nisa, dan kini tibalah saatnya dia merasakan akibatnya." "Jangan, Bang. Jangan Abang teruskan niat Abang tersebut. Aku tak mau kehilangan Abang." Terlihat jelas kecemasan yang mendalam di wajah Annisa akan kekasihnya itu, dia yang telah lama mengenal sosok Faqih tahu betul ketinggian ilmu yang dimiliki oleh mantan kekasihnya, dan Bagas jelas bukanlah lawan yang sepadan jika harus berhadapan dengan Faqih. Rasanya tak akan butuh waktu lama bagi Faqih kalau hanya sekedar membantah seorang Bagas. Apalagi jika Annisa mengingat kalau dia telah mengkhianati Faqih, kesetiaan ya hanya bertahan selama setahun, dan memasuki tahun kedua sampai kelima dia memilih berpacaran dengan Bagas. Dan pada tahun kelima itu pula keluarga Bagas resmi melamar Annisa sehingga kini Annisa memang sudah resmi bertunangan dengan Bagas. Mengetahui kenyataan itu tentulah akan menyulut api amarah dalam diri Faqih, dan kalau Bagas melanjutkan niatnya untuk menantang Faqih, sungguh Annisa tak dapat membayangkan apa yang nantinya akan terjadi. *** "Dasar Bocah bodoh! Dia pikir hanya dengan uangnya dia bisa mendapatkan ilmu kesaktian yang tinggi untuk mengalahkan Faqih? Bodoh! Bodoh sekali! Sedangkan aku saja yang sudah jelas-jelas memiliki banyak kesaktian harus mengakui kalau Faqih memang seorang lawan yang tangguh dan tidak mudah untuk begitu saja mengalahkannya. Anak itu harus mendapatkan ganjarannya atas sikapnya selama ini kepadaku, seorang bocah yang tidak tahu diuntung, yang berani-beraninya berlaku semena-mena dan berkata-kata yang menyakiti hatiku. Sekarang rasakanlah bagaimana pedihnya Kehilangan. Hahahaha ...." Mbah Gondo tertawa puas karena sebentar lagi dia akan melaksanakan aksi liciknya kepada Bagas. Mbah Gondo mempersiapkan bahan-bahan yang sudah dibelinya dari pasar, semua bahan-bahan itu dibutuhkan untuk dia melakukan ritual sebagaimana yang dia janjikan kepada Bagas. Dia akan memberikan Bagas sebuah ilmu yang bisa membuat Bagas kebal dari segala macam senjata tajam dan pukulan, menjanjikan kekebalan kepada Bagas dengan imbalan uang yang cukup besar. Tetapi yang disayangkan adalah Bagas tak mengenal watak asli Mbah Gondo. Bahwasanya Mbah Gondo sebenarnya sudah menyiapkan sebuah jebakan, yang mana mau tak mau Bagas akan masuk ke dalam dunia hitam, sebagaimana yang digelutinya sedalam mungkin. Detik demi detik berlalu, menit demi menit terus berputar dan jarum jam meskipun perlahan terus bertambah bergerak maju. Tak terasa malam itu hampir menjelang pukul sembilan sebagaimana yang Mbah Gondo janjikan dan dia katakan kepada Bagas, bahwasanya Bagas itu harus datang ke rumahnya sekitar pukul sembilan, tidak lebih dari itu. Mereka akan melaksanakan ritualnya tidak di rumah Mbah Gondo, melainkan di sebuah tempat yang jauh. Setelah dupa terbakar Mbah Gondo kemudian berkomat-kamit seakan-akan dia sedang berbincang-bincang dengan seseorang, namun siapapun yang melihat dalam ruangan itu pastilah akan menyangka kalau Mbah Gondo sedang berbicara sendiri, karena memang nyatanya tak terlihat seorangpun dalam ruangan itu selain dari Mbah Gondo. Selanjutnya Mbah Gondo tampak menjadi puas setelah mendengar jawaban dari sosok yang tak terlihat oleh mata namun dapat dilihat oleh Mbah Gondo sendiri selaku orang yang telah memanggil sosok gaib tersebut. Tak lama pintu rumah Mbah Gondo diketuk dari luar. Mbah Gondo sudah menduga bahwa yang datang pastilah Bagas, karena dia yakin Bagas akan datang tepat waktu mengingat betapa berambisinya Bagas untuk menghabisi Faqih. Faqih akan dihabisi dengan ilmu yang sudah dijanjikan oleh Mbah Gondok kepada Bagas. Hal itulah yang membuatnya menepati janji dan datang sebelum pukul sembilan. "Masuk saja," kata Mbah Gondo tanpa beranjak dari duduknya, sementara matanya masih menatap ke bawah ke arah dupa yang masih membara dan mengepulkan asap dengan aroma yang khas. Perlahan pintu dibuka dan terdengar suara berderit, dari balik pintu itu muncul wajah Bagas, dari wajahnya terlihat kalau Bagas sangat senang karena malam itu dia akan mendapatkan ilmu yang akan dipergunakan nya untuk membunuh Faqih setelah kembali ke desanya. "Untunglah kamu datang tepat waktu kalau tidak rencana untuk melakukan ritual  malam ini akan ditunda selama beberapa malam ke depan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN