***
Sejak pertolongan yang Faqih berikan pada Developernya Pak Sofyan, kini hubungan antara Faqih dan Pak Sofyan jadi lebih dekat dan akrab dibandingkan sebelumnya. Hal itu tak disadari Faqih, bahwa kedekatannya akan berefek kecemburuan sosial dalam diri Mandornya, Mandor Salman. Secara diam-diam Mandor Salman selalu memperhatikan dan suka mencuri-curi dengar apa yang diperbincangkan antara Pak Sofyan dengan anak buahnya itu.
Sebenarnya wajar dan cukup beralasan kalau Mandor Salman merasa insecure, semua berawal dari dirinya yang seringkali memotong gaji para anak buahnya dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Rasa ketakutan terbesar dalam diri Mandor Salman adalah apabila suatu ketika Pak Sofyan menanyakan kepada Faqih tentang berapa gaji yang diterimanya dari Mandor Salman, saat itulah Pak Sofyan tentu akan mulai sadar ada selisih antara gaji yang dititipkannya dengan kenyataan di lapangan, dan kalau Pak Sofyan mengecek langsung kepada semua tukang yang dibawahinya, bisa tamatlah riwayatnya, karena ternyata dia memang memotong semua gaji tukang.
Sifat tamak yang dimiliki Mandor Salman kian menjadi-jadi, kalau sebelumnya yang dia potong adalah hanya pada gaji tukangnya, lama-kelamaan seluruh kenek pun ikutan pula dipotong, bahkan Mandor Salman mulai berani melakukan Mark up pada biaya bahan-bahan bangunan yang dikuasakan kepercayaannya dari sang Developer padanya.
Namun segala jenis kecurangan yang dilakukan Mandor Salman di proyeknya tak membuat dirinya menjadi kaya, baik dari penampilan sehari-hari maupun dari bentuk rumah dan perabot rumahnya, karena semua hasil kecurangannya itu dihabiskannya di meja judi, bermabuk-mabukan dan melakukan perzinahan di warung remang-remang.
Memang tak ada keberkahan dalam harta yang dihasilkan dari hasil haram dengan melakukan kecurangan, segala kesenangan semu yang dinikmati oleh Mandor Salman pun sama sekali tak membuat dirinya merasa bahagia, yang terjadi justru sebaliknya. Mandor Salman dari hari ke hari kian dilanda kecemasan dan ketakutan, takut jika pada suatu hari kelak dia akan dikeluarkan secara tidak hormat, bahkan terancam akan dipidanakan, kalau segala kecurangan yang telah dilakukannya sampai terbongkar.
Perangai dan sikapnya pada semua pekerjanya semakin hari semakin tak menyenangkan. Mandor Salman jadi lebih sering marah-marah, dan untuk sebuah kesalahan kecil dan sepele dia tidak segan sampai memukul anak buahnya sambil mengucapkan kata-k********r dan tidak pantas.
Sedikit demi sedikit banyak pekerjanya yang tak tahan lagi dengan sikap Mandor Salman, dengan terpaksa mereka memilih resign, walau pun mereka sadar untuk mendapatkan pekerjaan baru dalam waktu dekat bukanlah perkara yang mudah, daripada harus menghadapi sikap Mandornya yang tak memperlakukan mereka secara manusiawi.
Telah banyak pekerja yang datang dan pergi, hal itu secara tidak langsung berimbas pula pada proyek yang sedang dikerjalan Mandor Salman. Sering terjadi kesalahan dalam kerja, dan hasil kerja pun malah makin jauh dari target.
Pak Sofyan sendiri walau tak melihat langsung ke lapangan bisa merasakan ada yang tak beres dengan proyek yang ditangani Mandor Salman, namun karena dia sendiri tengah menangani banyak proyek lainnya sehingga belum memiliki waktu untuk turun dan menyelidiki sendiri kejanggalan yang dirasakannya di proyek Mandor Salman.
“Faqih. Faqih! Ke sini cepat!” teriak Mandor Salman.
Dengan cepat Faqih menghampiri Bosnya itu, “Ada apa, Pak?” tanya Faqih setelah berdiri mendekat.
“Tuli kau ya! Kupanggil sejak tadi tak menjawab! Mau kupecat heh?!”
Sebenarnya ini bukan kali pertama Faqih dicaci-maki oleh Mandor Salman dan harus dimarahi untuk sesuatu yang bukan sebuah kesalahann. Secara manusiawi sebenarnya Faqih jelas merasa tersinggung, dia tak mau membalas bukannya takut, tapi dia sadar kalau melawan bukanlah solusi, dia sendiri berpikir keras bagaimana bisa membuat Bosnya itu kembali seperti dulu, seorang Mandor yang ramah dan tak berlaku curang lagi dalam hal keuangan.
Beruntung sosok kelam dalam diri Faqih telah berhasil disingkirkan, kalau sosok itu masih ada besar kemungkinan saat ini Mandor Salman hanya tinggal nama. Dalam keadaan tidak sadar bisa saja Faqih mencincang tubuh Mandor Salman dengan alat-alat berat bangunan di sekitar situ yang bisa digunakan juga sebagai alat pembunuh yang mematikan.
“Ada apa, Pak.” Faqih masih mencoba tenang menghadapi sikap Bosnya.
“Aku mau pulang sekarang. Kamu teruskan pekerjaanmu dan sekalian gantikan aku mengawasi pekerja-pekerja yang lain, kalau ada yang malas-malasan atau pulang sebelum waktunya, hajar saja, kalau melawan laporkan kepadaku besok. Soal pasir satu truk sudah kamu pesan kan secara langsung ke tokonya?”
“Sudah, Pak. Ini kwitansinya.” Faqih menyodorkan selembar kertas bukti pesanan satu truk pasir, karena dia yang datang langsung ke tokonya maka dia lah yang menandatangani atas namanya.
“Sudah, kamu pegang saja. Kapan pasirnya datang?”
“Hari ini, tapi agak sore katanya.”
“Hmm Baguslah. Aku pulang sekarang. Aku titip anak-anak ya, Faqih,” kata Mandor Salman seraya menepuk bahu Faqih.
Mandor Salman berjalan menuju sepeda motornya, menaikinya dan dikebut meninggalkan lokasi proyek. Beberapa orang pekerja lain hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Mandor mereka yang sering sengaja pergi di jam kerja untuk waktu yang lama.
“Faqih, tetap bersabar ya, semua akan mendapatkan ganjaran sesuai perbuatannya, Gusti Allah ora sare.” Seorang tukang yang baru masuk bekerja beberapa hari di tempat itu menepuk bahu Faqih untuk meredakan emosi yang terlihat dalam dirinya.
“Ya, Pak. Saya sudah terbiasa menghadapi sikap Mandor Salman.”
Motor yang ditunggangi Mandor Salman meluncur menuju warung remang-remang tempat biasa dia mangkal meminum minuman keras.
Sesampainya di sana dia pun memesan minuman kesukaannya satu botol, seorang wanita yang biasa mangkal di situ mendekati Mandor Salman namun dengan kasar ditepisnya. “Minggir lu, gw mau sendirian di sini. Gw nggak ada duit buat make lu. Sana jauh-jauh dari gw.”
“Kurang ajar betul Faqih itu! Sekarang rasakanlah, sebentar lagi kau akan mendapatkan malu di hadapan orang banyak, dan namamu akan dicoret sebagai orang baik-baik, berani coba-coba berurusan dengan Mandor Salman terima sendiri kini akibatnya. Dia pikir dia siapa? Aku memang sengaja menghindar ke sini karena aku ingin mendengar kabar besok kalau dia sudah tidak ada lagi di proyek dan akan di blacklist dari seluruh Developer yang ada di kota ini.”
Mandor Salman bergumam sendiri, dia seakan-akan yakin betul bahwa rencananya kali ini untuk melenyapkan Faqih akan berhasil. Mandor Salman dengan sengaja menyuruh Faqih untuk memesan pasir satu truk, sementara itu uangnya kini di gunakan Salman untuk berfoya-foya.
Nota yang akan diterima oleh Fakih adalah nota tagihan, sementara Developer tahunya pasir sudah dibayar lunas, dan karena Faqih sendirilah yang ke tempat itu dan nama dalam nota adalah namanya maka dialah yang akan menjadi tersangkanya. Saat itu Mandor Salman puas karena rasanya tidak akan mungkin Faqih bisa lolos dari rencana busuknya kali ini, bencana yang akan membuat Faqih keluar selamanya dari proyek yang dijalankannya.