Sudah beberapa hari, Carolyne tak lagi melihat Betrand berada di sekitaran kampus seperti biasa, hal itu membuatnya penasaran, kemana Betrand dan ada apa dengannya? Hal itu berkecamuk di dalam pikirannya.
"Ada apa, Carolyne?" tanya Laurent, yang sejak tadi melihat kegelisahan sahabatnya.
"Apa kamu mendengar sesuatu tentang Betrand?"
"Betrand? Oh … iya, seperti yang ku dengar dari para senior, Betrand pindah kuliah ke Harvard," jawab Laurent.
"Ha? Kok bisa?"
"Aku tidak tau alasannya apa, tapi mungkin kampus ini terlalu murah baginya."
"Tunggu sebentar. Kok aku jadi memikirkan pria b******k itu? Aishh … lupakan, Carolyne," batin Carolyne sembari mengacak-ngacak rambutnya.
"Ada apa, Carolyne? Kamu menyesal menolak cintanya? Akhirnya kamu sadar juga, ‘kan? Jika wanita di sini menjadi pelacurnya saja bersedia apalagi menjadi kekasihnya, itu adalah hal yang luar biasa."
"Tidak, Laurent.”
"Lantas kenapa rambutmu sampai kamu berantakin begitu?"
"Tidak ada apa-apa." Carolyne menggeleng.
"Tapi, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, Car."
"Apaan?"
"Benar kamu sudah memutuskan hubunganmu dengan Allerd?"
"Kamu tak percaya?"
"Bukan tidak percaya. Tapi–"
"Tapi apa?"
"Tapi aneh saja. Kalian ‘kan sudah pacaran selama setahun, kok tidak di pertahankan?
"Dia posesif, over akting dan over semuanya deh," jawab Carolyne.
"Pasti ada sesuatu hal yang terjadi sampai kamu mengatakan itu. Sebenarnya, ada apa? Bukannya kisah cinta kalian terkenal di kampus ini? Sayang banget ‘kan jadinya," ujar Laurent.
"Kamu kira koleksi di sayangin?"
"Benar, Car, ada apa sih sebenarnya? Ceritain dulu."
"Allerd ternyata selama ini menginginkan tubuhku, tempo hari dia mengajakku ke apartemennya dan terang-terangan mengatakan jika ia harus menuntut haknya dan wajib buatku memberikannya, yang ia maksud adalah tubuhku, kamu ‘kan tau, aku lebih baik kehilangan segalanya di bandingkan kehilangan kehormatan yang ku jaga selama ini."
"What? Dia menuntut hal itu? b******k banget sih dia."
"Karena itu langsung ku putuskan, semua lelaki sepertinya tak akan pernah bisa menghargai wanita."
"Tapi … Allerd masih berusaha mengejarmu, Car."
"Usaha dan dengan cara apa pun, aku tak akan pernah mau menerimanya lagi, kesempatan kedua hanya akan membuatnya menuntut hal yang tak masuk akal lagi."
"Gila, ya dia? Aku tidak menyangka."
"Dia memang sudah tidak waras."
"Ya sudah. Kita lupakan saja hal itu."
"Ayo kita masuk ke ruangan bukankah sebentar lagi dosen akan masuk."
"Baiklah.
****
Setelah mata kuliah selesai, Carolyne dan Laurent menuju ke tempat biasa mereka nongkrong. Karena masih banyak hal yang harus mereka bahas, Carolyne juga belum menceritakan tentang masa kecilnya dengan Betrand, tugas kampus juga akhirnya menumpuk.
Sampai di cafe, Carolyne menunggu pesanan datang, seraya bercerita tentang masa kecil yang ia jalani dengan Betrand.
Laurent terkejut dengan cerita Carolyne, namun Laurent juga akhirnya sadar akan sesuatu memang terjadi antara sahabatnya itu juga Betrand, karena tak mungkin baru kenal mereka langsung bermusuhan tak jelas.
Carolyne sudah menceritakan semuanya kepada Laurent jika Betrand adalah teman kecilnya yang sering Carolyne ceritakan kepada Laurent.
"Jadi, begitu ceritanya? Terus jika kalian saling mengenal kenapa kalian tak saling menyapa? Dia sepertinya tak mengetahui dirimu, Car." Laurent mengaduk secangkir jus yang ada di hadapannya dan sesekali meneguknya lewat sedotan.
"Ini membingunkan, namun tidak usah di bahas lagi, tujuanku hanya menceritakannya ke kamu agar kamu tak penasaran, bukan memberiku saran atau komentar," kata Carolyne.
"Okay, mending kita bahas tugas kita dulu, kamu?" tanya Laurent
"Aku akan mencari bahannya di rumah."
"Memangnya ada?"
"Kan baru mau mencari," jawab Carolyne.
"Ya sudah. Cari sampai dapat pokoknya."
"Terus kamu nyari informasi juga lewat internet," kata Carolyne.
"Itu sudah pasti."
****
Carolyne juga Laurent memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing karena jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Mereka sudah mencari tugas mereka di luar, meski masih kekurangan bahan, namun beberapa bahan sudah selesai.
"Kalau begitu, aku duluan ya, Car," kata Laurent seraya melambaikan tangannya ketika ia turun duluan.
"Baiklah, kamu akan kuhubungi"
Laurent mengangguk.
"Baiklah, Pak. Jalan."
"Iya, Nona."
Sampai juga di depan rumah.
"Ini ongkosnya, Pak. Makasih," kata Carolyne seraya turun dari taksi.
"Makasih, Nona," kata Supir taksi seraya mengemudi kembali dan berjalan meninggalkan Carolyne.
Carolyne lalu masuk ke rumahnya dan melihat ayahnya sedang berbicara dengan seseorang yang tampak tak asing baginya.
"Car pulang, Dad," kata Carolyne.
"Sini, Sayang, duduk di dekat Daddy." Panggil Mr. Galders.
Carolyne lalu menghampiri ayahnya dan duduk di samping ayahnya.
"Apa kamu sudah lupa dengan Uncle Rollerd?"
"Uncle Rollerd?" Carolyne agak lupa dan terlihat berpikir.
"Maklum saja Galders putrimu lupa denganku. Dulu ‘kan umurnya masih sangat kecil,” kata Rollerd.
"Papanya Betrand?" tanya Carolyne.
"Nah itu dia masih ingat," kata Mr. Galders.
Merekapun tertawa bersama, sampai Amberson datang membawa cemilan di atas nampan sederhana di hadapan putri, suaminya juga Rollerd.
"Silahkan di cicipi." Amberson mempersilahkan Rollerd untuk mencicipi cemilan buatannya.
"Andaikan saja Yonce masih hidup," kata Rollerd agak sedih.
"Ada apa dengan Aunt Yonce, Uncle?" tanya Carolyne.
"Waktu itu Aunt hamil anak kedua, namun karena kondisi tubuhnya tidak memungkinkan dan dokter menyarankan untuk mengaborsinya, itu malah membuat Aunt frustasi sampai mempertahankan kehamilannya dan meninggal dunia." Rollerd menceritakan kepada Carolyne.
"Ya ampun, aku tak menyangka jika Aunt sudah tiada." Carolyne merasa sangat sedih ketika mengingat Yonce telah tiada, sedangkan Yonce yang selalu menyayanginya ketika ayah tdan ibunya biasa keluar kota, Carolyne selalu di titipkan di keluarga Rollerd Max.
"Terus bagaimana kabar Betrand sekarang?" tanya Galders.
"Dia sekarang kuliah di Harvard, kabarnya baik, setelah ia lulus kuliah nanti, aku akan pensiun dari jabatan dan dia akan mengambil alih semuanya," ujar Rollerd.
"Kita berdua sudah mulai tua, karena kamu memiliki putra yang bisa meneruskan bisnismu dan kekayaanmu, jadi kamu harus lebih santai dan menikmati waktu, Rollerd," kata Galders.
"Karena itu Betrand selalu menjadi tameng buatku dan menjadi satu-satunya tujuan hidupku," kata Rollerd.
"Apa Uncle tahu, jika aku sudah bertemu Betrand? Tapi tidak penting jika menceritakannya sekarang, lagian aku ingin mengubur Betrand dalam-dalam," batin Carolyne.