Lelaki Yang Kau Tolak Jadi Suami Ternyata Seorang Milyarder Tampan
#TERIMA_KASIH_TELAH_MENCINTAIKU (7)
Slow Update, ya! Sambil nunggu kontrak approved, semoga gak memakan waktu lama. Semoga timnya lebih cepat gerak. 😁😁😁
Sukma menoleh dan mengulas senyum menyambut Pak Bagas dan Bu Ayu yang turun sambil menggendong balita cantik dengan rambut dikuncir dua.
Sementara itu, Sisil melongo menatap paras lelaki yang duduk di kursi roda itu. Wajah bersih dengan rahang tegas membingkai wajah dengan ekspresi datar itu. Hidung bangir dan bibir merahnya membuat Sisil menelan Saliva. Ketampanan anak Pak Bagas yang duda dan cacat ternyata dua kali lipat dari ketampanan Ahsan yang kini tengah digelayuti lengannya olehnya.
“Apa kabar, Bu? Pak?” Sukma menyalami Pak Bagas dan Bu Ayu.
“Kami baik, Sukma. Ya Allah, Pak … cantik banget calon mantu kita!” pekik Bu Ayu sambil menatap Sukma dengan takjub.
Sukma hanya mengulum senyum simpul. Entah kenapa sudut netranya sesekali berpaling pada lelaki yang belum berkata sepatah kata pun yang duduk pada kursi roda itu. Seperti ada magnet yang mengarahkan ke sana.
“Iya, gak salah pilihan Papa untuk Raga. Sukma memang serasi sekali dengan Raga, ya, Ma?” ucap Pak Bagas sambil menerima uluran tangan Sukma. Sukma mencium punggung tangan Pak Bagas calon mertuanya.
“Oh iya kenalkan ini Pak Agus---supir kami, dan yang di kursi roda ini Raga yang akan jadi imam kamu nanti. Nah, Ga … ini perempuan pilihan Papa sama Mama untuk menjadi Ibu bagi Aira dan jadi istrimu,” ucap Pak Bagas setelah Sukma menyalaminya. Dia menepuk bahu Raga yang masih terdiam dan tidak berkata apapun.
“Saya Sukma, Mas! Pak!” Sukma melipat tangannya di d**a. Mengangguk hormat pada Pak Agus lalu menatap sekilas wajah rupawan yang cukup membuatnya terkejut luar biasa. Dalam bayangan Sukma, awalnya dia mengira akan menikahi seorang lelaki yang sudah berumur, tua dan sakit-sakitan. Namun salah, pada kenyataannya wajah Raga tampak masih sangat muda dan terawat. Tubuh yang bugar dan tampak atletis. Hanya saja memang bermasalah dengan kondisi kakinya.
“Saya Raga, terima kasih sudah menerima lamaran kami!” ucapnya datar sambil melipat tangan di d**a mengikuti pergerakan Sukma.
“Yang ini Aira---cucu saya! Nah, Aira Sayang … ini calon mama Aira, ya!” ucap Bu Ayu lagi sambil menjawil gemas pipi gembil Aira.
“Subhanallah cantiknya! Salim sama, Tante!” Sukma mengulurkan tangan ke arah Aira.
Gadis itu malu-malu dalam pelukan neneknya. Namun tak urung juga menerima uluran tangan Sukma.
“Anak baik,” ucap Sukma sambil tersenyum.
Dia mengacak pucuk kepala Aira. Pandangan pertama sudah jatuh hati dengan gadis itu. Menggemaskan sekali. Pikiran Sukma langsung melayang pada cerita anak yang dibuatnya. Dia tersenyum sendiri membayangkan membacakan cerita-cerita itu pada Aira setiap sore sebelum gadis itu bobok nanti.
Mereka tak sadar ada dua pasang mata yang memandang mereka. Ahsan menatap dengan hati membara, sedangkan Sisil masih terkagum-kagum melihat sketsa wajah pria yang nyaris sempurna yang duduk di kursi roda itu.
Suara Ambu menarik semua perhatian. Perempuan itu sudah tampil cantik dengan gamis barunya. Pakaian yang hanya dikenakan untuk acara-acara saja. Karena setiap hari, Ambu memang tidak memakai kerudung juga.
“Ya Allah calon besan! Mari masuk ke dalam! Sukma, kenapa gak diajak masuk calon mertua sama suamimu!” Ambu menyambut Pak Bagas dan Bu Ayu.
“Iya, Mbak! Kebetulan ini ketemu Sukma di depan!” ujar Bu Ayu sambil menepuk bahu Sukma pelan.
“Ini kenalkan Bu Ayu, Pak Bagas! Ini Sisil putri kami, dan ini Ahsan … hmmm … calon pacarnya Sisil!” Ambu memperkenalkan kedua insan yang masih terbengong. Keduanya sedang terhipnotis oleh pikirannya masing-masing.
“Oh ya, salam kenal!” Bu Ayu menyapa sekadarnya. Begitu pun Pak Bagas. Raga hanya terdiam. Melirik sekilas dan mengangguk.
Sisil menghampiri mereka dan menarik Ahsan ikut serta. Lalu keduanya menyalami keluarga Pak Bagas, tetapi mereka langsung berpamitan karena memang Ahsan hari ini berjanji untuk mengantar Sisil membeli buku untuk kuliah. Meskipun niatan sebetulnya adalah agar bisa berkunjung ke rumah Abah dan berharap bertemu Sukma. Namun sial, malah dipertemukan dengan keluarga dari calon suami Sukma. Hati Ahsan membara melihat wajah lelaki yang duduk di atas kursi roda itu. Aroma cemburu menguar hebat. Namun tak ada kuasa. Dia tak bisa apa-apa.
Semuanya masuk ke dalam rumah. Sukma bergegas mengambilkan minum dan makanan kecil untuk para tamunya. Abah, Ambu dan keluarga dari Pak Bagas sudah memulai obrolan ringan di ruang tengah. Sesekali guyonan Abah dan tawa Pak Bagas pecah.
“Silakan!” ujar Sukma sambil meletakkan beberapa gelas air berisi teh manis. Minuman yang standard dan bisa dinikmati semuanya.
Lalu dia kembali untuk mengambil makanan kecil yang sudah disiapkan. Ada kue brownies dan juga beberapa toples biskuit.
“Silakan!” ucap Sukma sopan.
Sukma duduk pada sofa tunggal yang masih tersisa. Lalu diambilnya satu buah biskuit dan disodorkan pada Aira.
“Sayang, mau biskuit?” Sukma menatap gadis menggemaskan itu.
Aira tersenyum dan mengangguk. Kedua netra polosnya berbinar ketika Sukma merentangkan tangan ke arahnya. Dia meronta meminta pindah. Bu Ayu tertawa senang dan memberikan Aira pada Sukma. Lalu Sukma memberiy biskuit itu dan memangku Aira yang tampak sudah mulai kenal dengannya.
“Oh iya, ini mama bawakan sesuatu buat Sukma. Kemarin tanya sama Abah katanya Sukma gak ada ponsel yang bisa akses internet, ya? Raga sudah Mama suruh hubungin Sukma tapi ribet kalau sms. Jadi ini kami ada belikan Iphone buat Sukma. Moga suka! Terima, ya, Sayang!” Bu Ayu mengulurkan satu paper bag untuk sukma.
“Ya ampuuun! Mbak Ayu ini baik banget. Alhamdulilah perhatian banget sama calon mantu!” Ambu langsung memekik seraya menerima paper bag yang disodorkan oleh Bu Ayu. Kebetulan posisi Sukma duduk agak jauh.
“Makasih, Bu!” Sukma menerima paper bag itu dari Ambu. Lalu mengangguk sopan pada Bu Ayu yang sudah memberikan itu padanya.
“Jangan panggil Ibu, panggil saja Mama kayak Raga kalau manggil.” Bu Ayu tersenyum. Sukma kembali membalas senyuman itu sambil mengangguk.
“Iy—iya, Ma!” jawabnya canggung.
“Oh iya, hari ini bisa Sukma ikut kami, Mbak?” Bu Ayu menatap pada Ambu.
“Mau diajak ke mana, Mbak Ayu?” Ambu bertanya sambil menatap heran.
“Nanti setelah dari sini kami mau belikan cincin nikah buat mereka sama sekalian fitting gaun pengantin. Soalnya waktunya sudah dekat banget.” Bu Ayu mengutarakan niatnya.
“Oh baik kalau gitu gak apa.” Ambu tersenyum.
“Nitip Sukma ya, Mas Bagas. Soalnya dia itu anak rumahan banget. Ke mall saja belum pernah.” Abah melirik pada Pak Bagas.
“Baik, Mas Yusman. Kami akan ajak Sukma sekalian jalan-jalan kalau kayak gitu. Masa calon mantunya Pak Bagaskoro gak kenal mall,” kekeh Pak Bagas.
Obrolan tidak berlangsung lama. Bu Ayu sudah tidak sabar ingin membawa Sukma jalan-jalan katanya. Akhirnya setelah jamuan makan siang selesai dan sudah melaksanakan shalat zuhur. Sukma ikut bersama keluarga calon mertuanya. Sukma memangku Aira yang sudah mulai dekat.
Pak Agus duduk di depan bersama Pak Bagas. Sedangkan Bu Ayu memilih duduk di belakang sendirian. Kursi tengah dibiarkan di huni oleh pasangan calon keluarga. Sukma, Raga dan Aira.
Mobil yang melaju berpapasan dengan sepeda motor Ahsan yang menuju kediaman Abah. Kebetulan Aira yang sedang senang melihat pemandangan menjadikan kaca mobil bagian tengah sengaja masih Sukma buka, toh mobil masih jalan pelan. Sontak netra Sisil membulat melihat Sukma tampak tertawa bahagia di dalam mobil mewah itu. Hatinya merutuki nasib sialnya hari ini. Ahsan sama sekali dingin dan kerap kali mencuekkannya. Sedangkan Sukma malah pergi naik mobil mewah yang dia sendiri belum pernah merasakannya.