episode 10

1581 Kata
Sekeras apapun kau memintaku untuk menjauhimu, tidak perduli terhadapmu, dan sekuat itu pula aku ingin selalu didekatmu. "Mr. Anda baik-baik saja?" Tanya Erika khawatir, gadis itu menghampiri Jae Sung yang masih ingin muntah gara-gara kenak gas beracun dari Rahmat. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk mengusap sisa air kran yang masih menempel disekitar bibir pria itu. Membuat empunya tersentak dan mendelik galak pada gadis itu. Cepat-cepat Erika menarik tangannya kembali, dia takut pria itu akan marah lagi. "Maaf Mr. Saya hanya khawatir pada anda Mr," jelasnya. Rasa hangat mulai menyeruak kedalam hati pria itu mendengar ucapannya, dia ingin tersenyum lembut dan mengucapkan terimakasih, namun semua dia urungkan saat mendengar Rain begitu perhatian pada gadis kecil itu. "Oppa, jangan galak-galak, kasihan Erika sedih," sahut Rain. Pria itu cantik itu menghampirinya lalu merangkul bahu gadis itu dengan sebelah tangannya. Rasa kesal dan ingin marah kembali menyingkirkan keinginannya untuk bersikap lembut pada gadis kecil itu. "Kalau begitu, katakan pada gadis kampung ini untuk tidak selalu menggangguku!" Perintahnya. Erika hanya bisa menunduk, dia tidak menyangka pimpinan GNI itu merasa tertanggu dengan niat baiknya, tapi meski begitu dia tidak pernah kesal atau ingin menjauh dari pria itu. "Dia hanya khawatir, Oppa," jelas Rain, pria cantik itu tak tega melihat gadis kecil itu, dia selalu perduli pada manusia satu itu sedang yang diperdulikan selalu galak padanya, galak diluarnya aslinya dia jealous. "Terserah," sergahnya. Jae Sung langsung meninggalkan gadis itu, Erika hanya menatap nanar kepergian pimpinan GNI tersebut. Nan andwe gettni ih saenghae sseo Da eum Saenghae seon dwe gettni Yaksokhan damyeon oneori geuchirado Deu ryeopji han gesseo, my love. Tes .. Saat lirik tersebut berganti musik (ots momories of bali) Air matanya gadis itu jatuh, dia merasa menjadi paling hina didunia ini, dia hanya ingin berbuat baik padanya, dia tak tau jika apa yang dilakukannya barusan membuat pria itu lagi-lagi terganggu. " maaf Mr. Jae Sung" batinnya. Dia hanyalah gadis polos dan lugu yang tidak tau jika berbuat baik itu ada batasannya. Naneun jakku jichyeoga neoye deung dwi yaesseo Saat lirik ini, Erika langsung berlari, dalam hatinya dia takut jika pria itu akan marah dan tak mau melihatnya lagi, saat diluar ruangan dia tak melihat keberadaannya. Neo neun bulleodo dareun gonman bwa, daedabi eobsseo Tepat saat lirik ini, gadis kecil itu berteriak memanggil nama pria itu. "Mr. Hwang Jae Sung!," teriaknya. Ini memang gila, dia bertemu dengannya baru kemarin, tapi hatinya selalu takut seandainya dia tak akan lagi melihat pimpinan GNI tersebut, namun tak ada jawaban darinya. Rain tak tega melihat gadis kecil itu ketakutan dan bersedih diapun menghampirinya, pria cantik itu mendekapnya, dia berharap gadis kecil itu bisa tenang. Bonae jwo ya haneunde najal algo ittneunde Tepat saat lirik di atas, seseorang yang tadi berdiri dibalik salah satu tiang penyangga tersenyum sedih, salahkan harga dirinya yang terlalu tinggi hingga dia tak mau mengakui perasaannya, pria itu melihat Rain memeluk Erika yang terlihat masih bersedih karena dirinya. Naye ma eum eun nae geosi anya tepat saat lirik diatas, setetes air mata jatuh dari mata indahnya, begitu dalam rasa yang dia berikan pada gadis itu, hingga rasa sedih yang dirasakan gadis itu ikut dia rasakan, tapi dia langsung menghapusnya, ingat seorang pria tidak boleh terlihat lemah, Jae Sung menunduk, entah kenapa lantai gedung terasa menarik dimatanya. neoye seol pumhi nareul dalmaseo Geu waero eum algeot gathaseo. Neun muri meot tteoge kkeok ahn go sipheosseo. Gadis kecil itu masih menangis seperti orang yang baru ditinggal mati kekasihnya, sesungguhnya Rain merasa heran, mengapa Erika terlihat begitu takut melihat pimpinannya marah, apa bagusnya manusia satu itu, hanya memilih wajah putih dan memiliki jabatan tertinggi di GNI, baikan juga dirinya yang perhatian dan lembut juga perduli. Wae mollajuni neon nae mameul Ahneun narado andweni. Neu geun gal naega ihreotke ganjeol hage weon hanjeok eobseoseo. Jae Sung tak tahan lagi melihat mereka berpelukan, diapun memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Sedangkan Rain masih berusaha menenangkan gadis kecil tersebut. "Sudalah Eri, jangan bersedih lagi, semua akan baik-baik saja. Oya, besok aku mau ke Alas purwo, kau mau ikut?" Tanyanya. Gadis itu mendongak setelah Rain melepaskan pelukannya. "Bukankah tempat itu ada diperbatasan Banyuwangi?" Tanyanya memastikan. "Mungkin, bagaimana kau mau ikut?" Tanya Rain lagi. "Apakah kakak Rain ingin bertapa?" Pertanyaan polos meluncur begitu saja gadis itu membuat Rain tersenyum. "Kau lucu sekali, alas purwo itu bukan hanya untuk bertapa, tapi juga tamasya," jelasnya. "Apa Mr. Jae Sung ikut?" Tanyanya. "Kau ini kenapa selalu suka di gitukan olehnya, kita berangkat berdua, tapi aku yakin mereka pasti nyusul," jawabnya. "Mereka?" TanyaErika. "Ya, semuanya, kakak Rin, Menejer Rahmat Jhi, Jaenal dan Pimpinan kesayanganmu," jawabnya. Gadis itu masih bingung, dia tidak tau harus ikut atau tidak. "Tidak usah terlalu banyak mikir, ayo sekarang ku antar kau pulang, dan besok ku jemput," katanya. Setelah Rain langsung menuntunnya meninggalkan tempat itu, tidak baikkan jika anak gadis sendirian malam-malam pulang. ***& Rin masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya" dia bilang Erika pengganggu, tapi bukannya sebenarnya dia cemburu," batinnya. "Apa kau juga merasakan, Nona Rin?" Tanya Rahmat. Gadis itu menoleh padanya. "Sikap pimpinan kita?" Tanyanya memastikan. Pria itu menganguk. "Sepertinya dia hanya terlalu gengsi," pikir Rin. "Itu benar,'kan, selama ini dia hanya mengencani wanita seksi dan penuh mak up," timpal Jaenal. "Kita lihat saja, seberapa mampu dia mempertahankan harga dirinya itu," gumam Rahmat. Sekuat apapun aku berusaha menjauhimu, sekuat itu pula hatiku menginginkanmu. "Hff, kenapa aku kepikiran Erika ya?" Tanya Jae Sung entah pada siapa. Pria itu tak bisa tidur, dia hanya terlentang sambil memeluk bantal guling matanya menatap langit-langit, ingatannya terus berputar pada sosok gadis kecil yang menangis hanya karenanya. Ia melirik jam dinding, waktu menunjukkan pukul 1.00 dini hari, tapi matanya belum juga bisa terpejam. Seorang pria tampan rupawan yang banyak digilai wanita bisa tidak tidur hanya karena gadis desa, sungguh luar biasa bukti kekuatan cinta. ***** Jika kau adalah matahari, maka jadilah matahari untuk dunia, jangan hanya jadi matahari dalam mimpimu. "Ini manusia tidak ada elegan-elegannya kalau tidur," cibir Rin. Gadis itu sudah berpenampilan rapi, dia menunggu pimpinannya di kantor tapi sudah pukul 9.00 belum datang, akhirnya dia mendatangi rumahnya, kata pembantunya tuannya masih tidur, segera saja dia bergegas dan yang dia lihat model tidur yang tak enak dilihat. Kepala dimana bantal juga dimana, mulut setengah terbuka serta air liur masih tersisa, kakipun bisa terbuka begitu. Gadis itu menyerngit jiji, kadang dia heran bagaimana mungkin banyak gadis diluar sana mengantri untuk mengharap perhatiannya, bahkan juga termasuk dirinya. "Jae Sung bangun," pintanya. Bukannya bangun pria itu merubah posisinya menjadi tengkurep, Rin masih belum kehabisan akal dia menggoyang-goyangkan lengan pria itu. "Hwang Jae Sung, bangun!" Teriaknya. Tetap tak mau bangun. "Dasar kebo!" Makinya. Gadis itu menjadi geram, dia langsung naik keatas ranjang sambil berkacak pinggang dan langsung menendangnya. Duagh ... Bruk ... "Aya ya ya, pantatku, pantatku, pinggangku patah." Pria itu berteriak kesatikan sambil memegangi pinggang dan pantatnya sambil meringis kesakitan akibat jatuh dari kasur. "SIAPA YANG BERANI MENGGANGGUKU?!" Murkanya. Sedang si pelaku justru senyum-senyum sok imut. Pria itu langsung membuka matanya, hal pertama yang dia lihat adalah seorang wanita cantik namun terkadang seperti iblis senyum-senyum tak jelas. "Sudah bangun Tuan Muda?" Tanyanya sok perhatian. Pria itu langsung bangkit, tapi tidak bisa berdiri tegak karena pinggang dan pantatnya masih teras ngilu. "Apa yang kau lakukan Rin?" Tanyanya garang. "Membangunkanmu," jawabnya santai. "Ya tapi tidak harus kau tendang juga,'kan?" Kesalnya. "Siapa suruh tidur seperti kebo, sudah cepat mandi, ayo kita pergi," perintahnya. Pria itu menyerngit heran, pagi-pagi wanita itu datang dan membangunkannya dengan cara yang tidak berprikemanusiaan. Jae Sung masih belum beranjak dari tempatnya hingga ucapan Rin membuatnya lari ngacir kekamar mandi. "Kau mau cepat mandi atau ku cium," tawarnya. Penawaran yang manis tapi membuatnya bergidik ngeri. ****** "Lama sekali si dia," gerutu Rahmat, dia sudah menunggu pimpinannya hampir satu jam berasama yang lain. "Bukankah sekretaris Rin menjemputnya," kata Jaenal mengingatkan. "Benar, tapi memang dasar manusia itu, pasti masih molor jam segini," sungut Rahmat. "Tenanglah, aku yakin Oppa akan segera datang, mz," timpal Rain mencoba menenangkan. Niat hati Rain dan Erika akan berangkat duluan, tapi Rin menelponnya dan memerintahkannya untuk berangkat bersama dan jika menolak akan dikenakan sangsi manjat gedung Hokage. Sungguh wanita yang mengerikan. *8**& "Hai ..." Rin melambaikan tangan, disampingnya seorang pria yang terlihat kusut meski wajahnya tetap tampan. Dia yang biasanya menggunakan pakaian formal kini terlihat lebih santai. kemeja lengan pendek berwarna silver, dipadukan dengan celana jins biru dan sepatu kets putih. Mereka menghampiri teman- temannya yang sudah menungguh dengan wajah dongkol. Hwang Jae Sung mengalihkan perhatiannya pada Erika, gadis itu mengenakan celana jins hitam, sepatu pink dan kaos lengan panjang merah hati sungguh terlihat cantik. "Jikalau kau cinta, benar-benar cinta, jangan katakan kamu tidak cinta." Tiba-tiba Rahmat menyanyikan lagu itu dengan suara falsnya. Membuat pria itu langsung mendelik tajam kearahnya. "Karena semua sudah lengkap, ayo kita berangkat!" Serun Rin penuh semangat. Mereka semua pun masuk kedalam bis. Jae Sung memilih duduk dengan Jaenal dari pada dengan Rin atau Rahmat, karena menurutnya mereka selalu membuatnya kesal. Shiou Rain duduk bersama Erika, mereka terlihat seperti sepasang kekasih, sedang Rin duduk bersama Rahmat. "Perhatian semua!" Seru Rahmat. Seluruh penumpang pun mengalihkan perhatiannya pada Rahmat. "Dari pada sepi, bagaimana kalau kita berbalas pantun? Kursi sebelah kiri melawan sebelah kanan," usulnya. "Ok!" Jawab mereka serempak. "Menejer, perwakilan atau bagaimana?" Tanya salah satu penumpang. "begini, perwakilan saja. Kursi kiri dipimpin aku dan kanan dipimpin pak direktur," jawabnya. Jae Sung langsung mengalihkan perhatiannya pada Rahmat, dia suruh memimpin balas pantun? Ini akal-akalan Rahmat saja. "Setuju." Mereka semua menjawab kompak kecuali pimpinan GNI tersebut. "Aku mulai," kata Rahmat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN