Bab 6

1072 Kata
"Mas Ardi..." ucap Fiona melihat Ardian mulai terbebas dari obat biusnya. Ardian perlahan membuka matanya. Jantungnya berdebar sangat kencang saat samar-samar mendengar suara yang amat di kenalnya. Tak hanya itu saja, bau parfumnya pun sangat ia kenal. Ia berusaha membuka matanya untuk bisa melihat lebih jelas siapa gerangan yang ada di sampingnya. Perlahan matanya terbuka. Meski tidak bisa melihat dengan jelas, ia tahu kalau Fiona tengah berlari memanggilkan perawat karena dirinya sudah sadar. Semakin lama mata Ardian melihat dengan jelas. Keduanya bahkan saling memandang satu sama lain. “Kondisi dokter Ardian sangat baik. Tidak ada keluhan yang berarti. Luka bekas jahitan akan kering perlahan dan perbannya akan sering di ganti selama di rawat. Jika dalam dua hari tidak ada keluhan, dokter Ardian boleh istirahat dirumah dan kembali satu minggu lagi untuk kontrol. Bekas jahitan tidak perlu di buka karena akan menyatu dengan ototnya," ucap seorang dokter bedah yang datang bersama seorang perawat untuk mengecek kondisi Ardian. “Baik dok, terima kasih.” ucap Fiona. Dokter dan perawat pun keluar dari sana, menyisakan dua orang yang tampak canggung. Ardian mencoba untuk bangun, tapi dilarang oleh Fiona. “Jangan bangun dulu, Mas. Lukanya mas masih basah. Mas butuh apa nanti saya ambilkan," ucap Fiona lembut. Bukannya menjawab, Ardian malah menarik tubuh Fiona ke dalam pelukannya. Fiona kaget dan berusaha mendorong tubuh Ardian. “Aku kangen kamu, Fiona," ucap Ardian sambil mengeratkan pelukannya. “Mas…” “Tolong…. Biarkan seperti ini dulu. Aku benar-benar rindu kamu.” Ardian menjauhkan tubuhnya dari Fiona. Ia menatap wajah cantik Fiona yang selama beberapa hari ini selalu menghantuinya. Tangannya memegangi wajah Fiona. Kedua jempolnya mengelus kedua pipi yang sudah memerah. Perlahan namun pasti, Ardian mencium bibir ranum Fiona untuk kedua kalinya. Sempat ada penolakan dari tubuh Fiona tapi Ardian tak mau mengalah begitu saja. Ia terus melancarkan ciuman manis di bibir ibu satu anak tersebut. Tak lama Fiona pun membalas ciuman Ardian. Ingin rasanya Ardian berjingkrak-jingkrak sekarang juga karena Fiona membalas ciumannya. Keduanya saling memagut dan menghisap. Kepala bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gairah yang tengah melanda mereka. Ardian menyudahi ciuman panas hari itu. Ia menempelkan dahinya dengan dahi Fiona. “I Love you, Fiona…” bisik Ardian penuh cinta. *** "Bagaimana bisa kamu ada disini?" tanya Ardian yang tengah menikmati makan malamnya sambil di suapi oleh Fiona. "Tadi siang saat aku pulang menjemput Reyhan, aku lihat bibi kebingungan dan khawatir banget. Terus aku penasaran dan bertanya, katanya mas Ardi pingsan dan dilarikan ke rumah sakit dan juga butuh di operasi secepatnya." Ardian mengangguk kecil. "Aku coba bantuin bibi untuk datang ke sini sambil mencoba telpon mba Susi. Tapi jawaban mba Susi bikin aku miris." "Apa jawaban dia?" tanya Ardian santai. Fiona kebingungan mengatakan yang sebenarnya. Ia tidak ingin di anggap sebagai orang yang mengadu domba di antara Ardian dan Susi. "Katakan saja ngga apa. Aku sudah kebal dengan sikap Susi." "Maaf ya mas. Aku tidak bermaksud apa-apa. Aku..." "It's oke Fiona. Aku tahu kamu bukan orang yang seperti itu. Aku sudah tahu apa yang di katakan oleh Susi. Dia pasti tidak percaya kan kalau aku terbaring di rumah sakit." Fiona menganggukkan kepalanya. "Tidak masalah... Yang penting kamu ada disini buat aku. Terima kasih, Fiona." Ardian tersenyum. Ia benar-benar tidak menyangka jika Fiona begitu khawatir terhadapnya. Istrinya sendiri sangat abai dengan kondisinya. Ardian benar-benar jatuh cinta dengan ibu satu orang anak ini. Jatuh cinta yang begitu besar. Benar-benar jatuh cinta yang teramat sangat. Bahkan ia tidak sungkan untuk mengungkapkan isi hatinya terhadap Fiona. Rasa cinta yang ia miliki untuk Fiona lebih besar daripada rasa cintanya terhadap Susi yang memang sejak lama sudah kering dan memudar. Datangnya Fiona ke dalam hidupnya membuat cintanya yang telah kandas kembali tumbuh dan bersemi. Tak hanya cantik luar dan dalam, ia melihat Fiona sebagai wanita yang tangguh namun rapuh di dalam. Ia sangat ingin melindunginya dengan sepenuh hati. Di saat tengah asik memandangi Fiona yang malu-malu, tiba-tiba ada seseorang yang mengganggunya. Membuat Fiona semakin salah tingkah. “Perkenalkan ini temanku. Namanya Hendra Wijaya. Dokter bedah plastik," ucap Ardian memperkenalkan teman baiknya. “Hai manis.” Sapa Hendra sengaja menggoda Ardian yang tampak tak suka dengan kehadiran dirinya di sana. “Halo. Saya Fiona. Salam kenal dokter Hendra.” Balas Fiona “Just Hendra for a beautiful woman," puji Hendra. Pipi Fiona semakin merona. Ardian semakin kesal. “Ada perlu apa kesini?!” tanya Ardian jutek. “Menjenguk kamu lah. Beruntung banget aku jengukin kamu, bisa bertemu dengan wanita cantik ini.” “Berengsek. Lebih baik kau pergi dan jangan mengganggu," usir Ardian. Fiona dan Hendra tertawa. “Hm… Mas maaf aku harus pulang. Reyhan di rumah sendirian. Maaf ya.” Ardian tampak sedih karena di tinggal oleh Fiona. Ia sangat ingin di temani oleh Fiona tapi apa boleh buat ada anaknya yang di tinggal dirumah. “Ya udah tidak apa-apa. Lagipula kasihan Reyhan dirumah sendirian. Besok kamu datang lagi kan?” “Di lihat besok ya mas.” “Tidak mau. Kamu harus janji besok datang lagi.” Ardian tampak merengek seperti anak kecil. "Tapi mas..” “Kalau gitu kamu ngga boleh pulang!” “Loh kok gitu sih mas.” Fiona cemberut. “Aku becanda, Fiona. Ya sudah cepat pulang. Reyhan sudah menunggu kamu dirumah.” “Ya sudah aku pamit ya mas.” Ardian mengangguk. Ia juga pamit dengan Hendra. “Kamu jangan khawatir, Mas Ardian nanti di jagain sama mas Hendra," goda Hendra. Ardian melempar sebuah bantal kearah Hendra. Pria itu tertawa ngakak. *** “So…” “Apaan.” jawab Ardian cuek. “Jangan berpura-pura bodoh. Kamu sudah paham apa yang ku katakan," ucap Hendra. Ardian tersenyum. “Untuk saat ini hidup ku jauh lebih berwarna sejak mengenal Fiona." Ardian tersenyum lebar. “Tapi… kamu tahu kan ini ngga benar. Kamu sudah menikah, Ardian dan semua orang tahu itu." “Aku mengerti. Tapi hati dan perasaan ku tidak mudah di bohongi. Entah mengapa aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku merasa 'dianggap' sebagai seorang suami saat bersama Fiona." “Itu karena selama ini tidak ada yang memperlakukan kamu dengan baik.” “Entahlah aku tidak tahu. Yang pasti aku mulai memiliki rasa untuk Fiona." “Terserah kau sajalah. Susah kalau berbicara dengan orang yang lagi jatuh cinta," ucap Hendra malas. Ardian tertawa. “Lantas apa yang akan kau lakukan. Bukan apa-apa, aku hanya kasihan sama Fiona. Jangan sampai kamu yang mengumbar janji.” “Aku mengerti. Aku juga tidak mau salah langkah dan berujung menyakitinya.” “Aku setuju. Apapun langkah yang kau ambil harus di pikirkan dengan matang. Jangan sampai terjerembab semakin dalam dan menyakiti banyak orang.” “Iya paham pak dokter.” *** •TO BE CONTINUE •
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN