Esok harinya. Storm bangun pagi-pagi sekali. Ia lirik wanita di sisinya sembari dengan melakukan helaan napas yang cukup panjang juga. Rasa kesalnya sudah berkurang. Tapi tetap saja, ia masih belum bisa terima, atas kebodohan yang sudah dia lakukan kemarin. Dianggap apa ia ini, bila meminta sesuatu saja, malah kepada orang lain. Seperti tidak dianggap ada dan dilupakan keberadaannya. Storm sentuh ujung selimut dan sibakkan dari atas tubuhnya. Kemudian, ia pergi ke kamar mandi dan bersiap untuk pergi ke kantor dan rencananya, ia memang akan berangkat lebih pagi dari sang kakak. Ia tidak akan punya muka, saat berhadapan di meja makan. Jadi ia putuskan untuk pergi lebih awal saja, dari pada harus bertemu dan melihat wajah mengejeknya nanti. Storm bergegas. Ia gunakan pakaiannya. Dasi maupu