[Author’s POV] Suara bising tersebut mengundang atensi seluruh orang ke arah meja di pinggir pintu—yang kini terbelah menjadi dua dan makanan di atas meja tercecer di mana-mana. Untung saja salah satu pengunjung yang duduk di meja tersebut mengangkat piring tepat sebelum kejadian itu terjadi, makanan yang masih mengepul uap hangat itu selamat. “Apa-apaan—!” Zerit menaikkan volume suara seolah ingin menarik orang lain ke dalam skema drama murahan itu. Namun, dia tidak bisa berkata hal lain begitu melihat iris tajam kemerahan yang mampu mengiris permukaan kulit jika ia menatap ke arah netra tersebut terlalu lama. Satu hal yang bisa Zerit rasakan, itu adalah tatapan penuh murka serta dendam membara. Tatapan tersebut membuat Zerit berkeringat dingin secara tiba-tiba. “Tck!” Zerit tidak suka