? 2 Players ?

1657 Kata
"Namanya Pradana Pandu, kerja di salah satu Bank swasta sebagai Credit Analist sejak lima tahun yang lalu. Sebentar lagi bakalan dipromosikan sebagai kepala cabang. In relationship dengan Aurelia Vanessa sejak Agustus tahun lalu, mereka pertama kali kenalan di Bank ...." Meisya mengalihkan perhatiannya dari berkas informasi yang didapat oleh Tama. Sebelah alis perempuan itu terangkat dengan ekspresi penuh tanda tanya. "What?" "Jadi, ceritanya semacam cinlok, maybe? Tapi, mungkin agak kurang pas, sih. Soalnya mereka ini gak kerja di satu tempat yang sama. Cuma, ya, waktu itu kebetulan kantor Aurel lagi ngajuin semacam pinjaman jangka panjang ke Bank dan yang ngurus ya dia dan ya ... gitulah. You two ngertilah maksud gue, kan?" "Belum genap satu tahun, ya? Gerak cepat juga," kali ini Shesya yang menanggapi informasi yang dibaca Meisya tadi. "Lanjut, Mei." "Oke. Next, Pandu berkemungkinan akan dipindahtugaskan ke kantor cabang di kota lain setelah mendapatkan promosi, maka dari itu Aurel meminta kejelasan dari hubungan mereka." Meisya menganggukkan kepala beberapa kali sembari membolak-balikkan lembaran kertas di tangannya. "Well, ya, masuk akal, sih kenapa mereka bisa tunangan dan nikah dalam waktu dekat. Menurut lo gimana, Sya?" Meisya memberikan lembar-lembar berisi informasi itu pada Shesya. Perempuan itu lantas menarik kursi kerjanya untuk dapat duduk berhadapan dengan Shesya dan Tama yang tengah duduk di sofa panjang. Tak ada jawaban dari Shesya. Ia lebih memilih untuk membaca sisa informasi yang belum dibaca Meisya. Hingga sampai di bagian rencana Aurel setelah ia menikah dengan Pandu, Shesya tersenyum sangat lebar seolah sudah menemukan sebuah jackpot. "Here, look. Aurel bakalan ikut Pandu kemana pun cowok itu bakal dipindahtugaskan nantinya dan membawa serta sang Ibu tercinta," jelas Shesya dengan sedikit memainkan nada bicaranya di akhir kalimat. "Dimana letak keanehannya?" "Aurel," sambar Tama dengan cepat menjawab pertanyaan Meisya. "Dan Ibunya," tambah Shesya. Meisya masih menatap bingung kedua sahabatnya yang kini justru tengah tersenyum puas. "What? Apa? Kenapa memangnya dengan mereka pindah? Apa sih? disconnect nih gue." Shesya tertawa kecil, "jelasin, Tam." "Aurel. Lo tau betapa dia membanggakan kepintarannya dulu? Gimana dengan bangganya dia bisa satu kampus dengan kita lewat jalur undangan?" Tama mengambil jeda sesaat, membiarkan Meisya mengingat kembali seperti apa Aurel yang mereka kenal dulu. "Lo ingat apa yang dia bilang sama kita selesai OSPEK?" "Gue bakal lulus dengan cumlaude dan IPK yang sangat memuaskan. Kerja di perusahaan ternama, dan menjadi seorang woman career sejati." Tatapan Meisya lantas beralih pada Shesya yang masih tersenyum lebar. "Dan nyokabnya? Kenapa?" "Lo ingat harta kekayaan yang dia dapat waktu itu? Sebanyak apa? Dan seberapa bangga dia menjadi Nyonya Besar Raden? Atau seberapa kuat dia mengikat segala macam jenis kekayaannya supaya gak jatuh ke tangan orang lain? Dan lo yakin, Nyonya Besar Raden mau meninggalkan semua itu gitu aja demi ikut pindah bareng anak tersayang? Tanpa pengawasan?" Ada beberapa detik yang terlewati dalam keheningan. Baik Shesya maupun Tama membiarkan Meisya memutar ulang penjelasan yang mereka berikan dan membuat perempuan itu menyimpulkan sendiri apa yang membuat kedua sahabatnya begitu senang dengan informasi yang didapat. Jika mereka dapat menyelesaikan permainan ini dengan baik, bukan tidak mungkin dalam rincian top score nanti akan ada bonus poin yang sangat memuaskan terselip di sana. "I got it. Aurel gak mungkin dengan mudah ninggalin kerjaannya gitu aja, kan?" "Dengan posisi yang sangat menggiurkan," tambah Tama. "Dan nyokabnya gak mungkin membiarkan orang lain mengurus aset-aset yang dia tinggal, benar?" "Binggo! Kita dapat jackpot. Gue gak bakalan nyesal dengan gimana pun bentuk balasan yang gue dapat karna permainan ini nantinya. Yang jelas, sekarang gue gak sabar buat memulai permainan. Gue gak sabar liat seberapa banyak poin gue di akhir nanti." Satu sudut bibir Shesya tertarik, membentuk senyum asimetris. "Selesaikan apa yang mau kalian selesaikan. Sisanya, biar gue yang urus. Kalian tinggal siapin celebration di akhir permainan nanti. Kita bakal senang-senang." ⚫⚫⚫⚫⚫ "Gue curiga lo sebenernya agent bukan lawyer. Gak sampai dua hari dan lo dapat ini semua? Seriously?" Shesya melempar map berisi informasi mengenai Aurel yang tadi mereka bahas bersama Meisya ke hadapan Tama. Saat ini, keduanya tengah berada di ruang pribadi Shesya. Lantai tiga, sudut paling kanan dari bangunan Amore. Tempat yang biasa perempuan itu gunakan untuk memerhatikan situasi yang terjadi di dalam bangunan persegi tersebut. Kaca satu arah yang menutup dua sisi dari ruangannya memudahkan Shesya untuk melihat bagaimana kerja para karyawan Amore di bagian back office, ataupun di bagian produksi yang terletak di lantai dua bagian kiri bangunan. Hampir setiap siang hingga sore hari Shesya akan menghabiskan waktu di ruangannya, sebelum turun ke bagian produksi dan menutup aktivitasnya di sana dengan memantau keadaan Amore Bakery dan Amore Kafe dari ruang QC. Obrolan ketiganya pagi tadi di ruang admin memang belum benar-benar selesai, Shesya tidak mungkin membiarkan dua adminnya yang lain untuk tidak bekerja seharian itu. Maka setelah meminta Meisya dan dua rekan kerjanya yang tadi sempat Shesya usir untuk membantu bagian front liner kembali bekerja, ia membawa Tama ke ruangannya. Untuk kali ini, biarlah mereka berdua lebih dulu melanjutkan pembahasan. Sebab Shesya memiliki sebuah ide yang mungkin akan menambah keseruan dalam permainan mereka dan hal tersebut melibatkan Tama di dalamnya. "Gue seorang Batubara. Siapa yang gak mau bantu gue?" pamer laki-laki itu. "Sialan lo. Sombong kok gak bisa dibantah." Shesya meletakkan segelas cappuccino panas yang baru saja dibuatnya untuk Tama. "Gue punya sedikit usul, tapi butuh persetujuan lo." "Explain. Gue tau lo benci berbasa-basi." Shesya berjalan ke bagian depan ruangannya. Seiring memerhatikan pekerjaan anak-anak bagian produksi di lantai satu, Shesya mengukir senyum kecil di wajah manisnya. Sebuah senyuman yang sangat mengerikan meski sepasang lesung pipit perempuan itu terlihat jelas. "Gue mau lo benar-benar terjun dalam permainan ini." Strategi demi strategi terus berkejaran di kepala Shesya. Namun, lagi, ia tidak boleh bertindak gegabah. Dengan memilih Pandu dan Aurel sebagai target mereka selanjutnya berarti Shesya baru saja meng-upgrade permainan. Senjata yang ia gunakan boleh jadi sama, tapi tidak dengan pelurunya. "Detail, please," desak Tama saat melihat Shesya tidak melanjutkan kalimatnya. "You're the second player. Gue ganggu Pandu, lo ambil bagian Aurel." Satu gerakan cepat, Shesya memutar tubuh kembali menghadap pada Tama. "Gue bakal kasih bonus pertunjukan buat kalian di akhir nanti. Jelas tontonan yang gak bakal mengecewakan." "Nyokabnya?" Senyum di wajah Shesya yang kian mengembang pasti adalah jawaban tersirat bagi Tama. Meski lebih dari sewindu umur persahabatan mereka, baik Tama maupun Meisya hanya mengetahui garis besar atas apa yang terjadi pada Shesya delapan tahun silam. Seakan ada hukum tak tertulis yang membuat keduanya sulit menggerakkan bibir untuk bertanya perihal apa yang membuat Shesya yang manis berubah menjadi begitu mengerikan, terutama dalam perihal kepercayaan terhadap lawan jenis. "Well, kebetulan gue lagi jomlo, gak bakalan ada drama picisan kalau pun nanti Aurel beneran belok ke gue. So, i got the task." Tama menyeruput minumannya sebelum melanjutkan kalimat, "lo harus bayar mahal gue kali ini." "Sure, Babe. Sure. Anything. Lagian gue tau Aurel bakal gampang banget buat dibikin limbung dengan keadaan sekarang. You ...." Langkah kaki Shesya mendekat pada Tama. "Mungkin dulu dia b**o dengan merasa di atas karna sudah bisa jadi Nona Muda Raden dan menolak seorang Batubara. But, now? We all know siapa yang lebih tinggi di sini." Tentu Tama tidak bisa untuk tidak mengakui seberapa jahat dan licik Shesya dalam bermain. Diminta untuk ikut serta, laki-laki itu tahu persis atas risiko besar yang menanti mereka. Namun, setidaknya mereka sudah mengetahui seperti apa medan permainan yang dihadapi. Pun, track record Shesya yang selalu bermain cantik dengan hasil menarik, dan siapa target mereka ikut membuat laki-laki itu tidak berpikir dua kali untuk menerima ajakan Shesya. "Gue mau lo cari cara untuk akses Aurel secepat mungkin. Nanti gue bakal minta Meisya lobi si Pandu biar gue bisa mulai giring dia. Untuk sekarang masing-masing kita pegang satu. Gue gak mau nyokabnya gagalin rencana kita." Ekor mata Shesya menangkap Meisya yang mendekati ruangannya. Sepuluh menit menjelang pukul empat sore. Sebentar lagi jam kerja divisi back office selesai. Bagian produksi shift pagi juga akan pulang. "Gue mau lo gerak cepat, tapi jangan sampai nyokabnya Aurel tau kalo lo dekatin anaknya lagi. Lo pasti tau resikonya gimana." "Apa yang gue lewatkan? Kenapa juga kalian jahat banget dengan diskusi tanpa melibatkan gue? Nyebelin!" rutuk Meisya begitu memasuki ruangan Shesya. "Tanya Tama. Males gue ngulang-ngulang." Dihabiskannya cappuccino yang sudah tidak lagi panas dalam satu tegukan. "Gue mau turun dulu. Lo tanya Tama apa yang lo harus tau, nanti kita lanjut sambil makan malam." Usai mengatakannya, Shesya meninggalkan Meisya yang kini menodong Tama dengan segala macam pertanyaan mengenai apa saja yang sudah ia lewatkan selama beberapa jam terakhir tadi. Seperti biasanya, sebelum shift pagi dan divisi back office pulang, Shesya akan turun memantau keadaan. Rutinitas setiap ia berada di Amore. Hari ini sepertinya ia cukup melihat sekilas ke bagian produksi, dan bertanya apa hal-hal yang harus ia ketahui dari bagian QC. Setelahnya, barulah Shesya akan bertanya pada anak-anak kasir mengenai seberapa banyak perkiraan pelanggan mereka sampai sore ini. Untuk bagian back office sendiri sepertinya tidak perlu, mengingat Shesya sendiri yang meminjam ruang admin dari pagi hingga jam makan siang. Meski memiliki orang-orang kepercayaan yang diletakkan di tempat-tempat seharusnya seperti Meisya di bagian admin finance dan arsip, setidaknya Shesya harus lihat sendiri perkembangan dari usaha yang ia bangun sendiri. Hanya Meisya dan Tama yang ada saat Shesya memulai usahanya empat tahun lalu. Hanya mereka yang memberi Shesya semangat di saat perempuan itu kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan untuk usaha coba-cobanya saat itu. Hanya Meisya dan Tama, bahkan sampai sekarang. Di umurnya yang terbilang muda, apa yang dimiliki Shesya bukanlah hal kecil. Usaha yang berkembang pesat. Bahkan perempuan itu berencana membuka cabang dan mulai memperhitungkan penjualan dengan menggunakan market place atau aplikasi serupa. Shesya bisa dikatakan pengusaha muda yang sukses. Anak muda mana yang tidak mengenal tempat nongkrong asik seperti Amore kafe? Remaja mana yang tidak tahu tempat menghabiskan waktu tanpa menguras dompet seperti Amore kafe? Bahkan banyak pula yang menjadikannya tempat bertemu client atau untuk meeting singkat. Atau foodies mana yang tidak tahu bakery yang menjual dessert berkualiatas, tanpa membuat uang mereka terkuras? Shesya harus benar-benar bersyukur dan boleh berbangga diri atas pencapaiannya sejauh ini.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN