Part 9 (Kembali ke Jakarta)

1237 Kata
Tasya sudah kembali berada di Jakarta sejak tadi siang. Gadis itu sekarang sedang tiduran di kasur bersama Ehsan. Kebetulan kegiatan di kampus sudah berakhir. Besok ia akan berangkat KKN ke Bogor. Tok..tok.. “ Masuk aja Tasya sama Ehsan ga tidur kok.” Ucap Tasya dari dalam kamarnya. " Tadi nyampe sini jam berapa?" Tanya sang Mama. Lalu wanita beranak 4 itu duduk di tepi ranjang anak sulungnya. " Jam 1an." Jawab Tasya. “ O iya, Mama ga ke kantor? Kok udah pulang.” Tanya Tasya. “ Iya, Mama hari ini ga ke kantor, barusan ke kantor Papa nganterin makan siang. Sekalian jemput Dhira sama Dhifa tapi di sana ketemu Tante Vina dan mereka malah ikut ke rumahnya.” Jawab Heni panjang lebar. " Ehsan ga ada temennya, omnya lagi tidur.” Beritahu Tasya. “ Oh...Nizam masih tidur.” " Iya." “ Gimana kabar Erik?” Tanya Heni tentang menantunya. “ Alhamdulillah sehat walafiat.” Jawab Tasya. “ Asyik ga tempatnya?” Sang Mama tampak kepo. “ Di sana pemandangannya bagus banget. Tapi ada kejadian mengerikan Ma.” Tasya membocorkan rahasianya. “ Kejadian apa? Kesurupan? Makanya kalau di tempat asing apalagi di pedalaman jangan sompral dan jaga ucapan. Harus menjaga adat kebiasaan di sana.”Sang Mama menebak-nebak. Dulu waktu zaman KKN nya hal seperti itu pernah terjadi. “ Bukan itu Ma. Ini lebih dari sekedar horor! Tasya sama Erik digrebek warga Ma, disangka pasangan m***m. Pokoknya benar-benar mengerikan. Tengah malam Tasya sama Erik dibawa ke balai Desa. Dihakimi warga” Ucap Tasya berapi-api. Mengenang kejadian kelam malam di desa Waluya. “ Apa? Kok bisa. Gimana ceritanya?” Heni sangat terkejut mendengar kabar berita anaknya. Tasya pun menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan sang suami. Dari awal sampai akhir. Sang Mama tampak tegang. “ Teman-teman Erik kan pada ga tahu status Erik. Untungnya Tasya sama Erik bisa buktikan kalau kita udah nikah. Di dompet Tasya kan tersimpan fotocopy buku nikah kita.” Tasya masih kesal jika ingat peristiwa itu. “ Astaghfirullah. Ada-ada aja. Anggap aja itu pengalaman berharga supaya nanti lebih waspada, Ntar kalau Erik ngunjungin tempat KKN kamu bisa lebih berjaga-jaga dan kejadian itu ga terulang lagi.“ Pesan sang Mama. Kini ia malah jadi ingin tertawa. “ Iya Ma untung warganya ga anarkis.” Ucap Tasya. “ Ma...Ma...” Ehsan yang tadi anteng main mainan menatap ke arah sang Oma. “ Apa sayang, mau gendong  sama Oma ya? Sini” Heni segera meraih cucunya. Acara makan malam bersama di rumah kali ini tampak ramai karena ada Diki dan Vina serta bayi mereka yang bernama Vidi datang. Mereka mengantarkan si Kembar yang tadi siang bermain di rumah mereka. “ Papa udah dengar cerita seru kakak di tempat Erik.” Dany membuka obrolan makan malam dengan topik perjalanan Tasya mengunjungi Erik. “ Udah ah jangan dibahas malu Pa” Tasya tampak tidak suka. “ Om Diki juga udah tahu kok.” Seru Dany. “ Mama pakai menebar gosip segala sih.” Tasya melayangkan protesnya. Hal sekecil apapun di keluarga Hadiwijaya  mudah sekali merebak. “ Dulu Om yang gerebeg aku sama Erik, kemarin warga kampung.” Tasya mengungkit masa lalunya. " Ha...ha...." Diki dan yang lainnya tertawa. " Ga apa-apa yang penting kalian selamat kan." Diki menatap keponakannya “ Besok kamu berangkat KKN ya? Pergi jam berapa?” Tanya Dany. “ Ke kampus pagi jam 7an.” Jawab Tasya. “ Ya udah ntar Papa antar” Ucap Dany. “ Mama juga ikut ya, sekalian nganter adik-adik kamu berangkat sekolah.” Sang Mama pun tak mau kalah ingin mengantar kepergian anak sulungnya. “ Jangan sampai ada barang yang ketinggalan, obat-obatan sama benda pribadi lainnya.” Lanjut Heni. “ udah lengkap kok Ma.” Ujar Tasya. Tentu saja Tasya dengan apik dan teliti mengepak barang bawaannya. Bahkan pil KB yang dikonsumsinya tiap hari tidak lupa. Di tempat KKN nanti ia tidak mau repot. “ Di sana kan jauh dari kota jadi kamu harus berhati-hati, jangan lupa jaga jarak sama teman-teman cowok.” Pesan Dany. “ Iya Papa.” Tasya mengangguk. “ Mama sama  Papa kamu kaya ke anak SMP aja, harus gini harus gitu.” Protes Diki. Dulu Mami nya juga overprotekstiv dan selalu memanjakannya tapi itu waktu SMP SMA. Nah, kalau Tasya kan sudah dewasa. Sudah berumahtangga. Vina menahan tawanya. Ucapan suaminya seratus persen benar. “ Tasya kan ga biasa tinggal jauh di kampung dan ga ada keluarga.” Bela ibunya. “ Seandainya Erik ditugaskan di pedalaman terus mau bawa Tasya dan Ehsan kayanya ga bakalan diizinkan.” Diki membuat pengandaian. “ Pasti lah.” Ujar Dany. “ Untung mertua aku ga kaya kalian” Diki tersenyum penuh sindiran. “ Jangankan ke pedalaman Om, Tasya sama Ehsan mau pindah ke apaartemen aja mama sama papa laangsung protes keras.” Beritahu Tasya. Sebenarnya Tasya ingin mandiri punya tempat tinggal sendiri namun orang tuanya selalu melarang keras, alasannya selalu saja takut Ehsan terlantar. “ Terus gimana nanti kan Tasya sama Erik mau pindah ke Belanda.” Tanya Vina. “ Kalau di Belanda kan ada orangtua Erik. Mereka pasti aman dan ada yang ngawasin.” Ucap Heni. Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Diki dan keluarganya pamit pulang, sementara Dany dan Heni pun masuk ke kamar mereka. Malam ini Tasya menginap di rumah orang tuanya. Akhir-akhir ini ia lebih sering berada di sini karena Oma dan Opanya sering melancong ke luar negeri. Sejak setengah enam pagi Tasya sibuk mengangkut barang bawaannya. Lumayan banyak ada 3 koper berisi pakaian, bekal makanan dan keperluan lainnya. Bukan itu saja Tasya juga membawa alat alat masak. Usai sarapan Tasya dan keluarganya segera berangkat. pertama menuju sekolah lalu ke kampus Tasya. " Hati-hati di sananya ya Kak." Ucap Heni saat akan melepas kepergian Tadya. " Iya Ma." Tasya mengangguk. " Kalau ada apa-apa segera hubungi kami." Ucap Dany. " Tenang aja Pa ntar Tasya juga pulang kalau ada waktu luang." Seru Tasya. Mereka emang lebay khawatir berlebihan. Tasya bergabung dengan teman satu kelompoknya. Mengecek barang bawaannya. " Kamu yang namanya Tasya ya." Seorang mahasiswa berkulit sawo matang dengan kumis tipisnya menghampiri Tasya. " Iya." Jawab Tasya ramah. Sebenarnya mereka pernah kumpul namun Tasya tidak hadir. " Aku Anton, ketua kelompoknya." Seru pemuda itu memperkenalkan diril. " Maaf ya waktu itu aku ga ikut survey." Tasya mengucapkan perminta maafannya. " Ga apa-apa." Seru Anton. Anton lalu menyibukan diri mencari anggota lain yang belum hadir. " Hai Tasya, kenalin nama aku Haris." Tiba-tiba seorang mahasiswa menghampiri Tasya. Pemuda itu sok kenal sok dekat. " Hai...." Tasya menyambutnya. Tasya sedikit kaget dengan penampilan cowok bernama Haris itu. Sekilas tampangnya mengingatkan pada Rangga, mantannya waktu SMA. " Kamu anak sastra Inggris ya." Tanyanya. " Iya."Tasya mengangguk. " Aku jurusan kedokteran." Beritahunya penuh percaya diri. Lagi-lagi Tasya terkejut. Kok bisa sama dengan Rangga yang sudah lebih dari 4 tahun tak pernah diingatnya. Kabar beritanya saja ia tidak tahu. Sekarang dihadapannya muncul sosok yang mirip dengan pemuda Minang itu. Tinggi, berkacamata dan juga jurusan kedokteran. Bedanya jika Rangga itu agak pemalu, kalau Haris terlalu over, sepertinya ia tipe cowok playboy kalau dilihat dari sikap dan gerak geriknya. Tasya menghela nafas menenangkan perasaannya. " Kalau perlu bantuan apa-apa aku siap." Ucapnya sambil memberikan senyuman termanisnya. " Terima kasih banyak." Ucap Tasya memberi respon. Keduanya lalu sibuk bergabung dengan anggota lain bersiap untuk berangkat ke Bogor. Lokasi KKN Tasya cukup dekat dengan tempat tinggal Erik di Bogor, hanya memakan waktu kurang dari 2 jam, jika ada waktu luang ia bisa pulang ke sana. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN