Pukul 6 pagi Erik sudah sibuk mengangkut barang bawaannya ke dalam bagasi mobil.
“ Lo kaya yang mau liburan sebulan aja di jakarta. Cuma 2 hari doang bawaannya seabreg.” Ujar Bagas.
“ Iya segala diangkut.” Timpal Rian yang membantunya.
Sudah 4 bulan kedua teman Erik yang bernama Bagas dan Rian itu tinggal bersama Erik. Keduanya resmi direkrut Erik sebagai karyawannya. Tentunya disamping gaji, mereka juga diberi fasilitas kamar dan makan gratis artinya keduanya tidak perlu langi jadi anak kost.
“ Beneran udah jadi bapak-bapak nih Bos Erik. Mainan, Popok, s**u lengkap dibawa.” Ucap Rian lagi.
“ Gua kan ga ikut ngurusin Ehsan jadi apa salahnya kalau beliin yang begituan.” Jawab Erik.
Erik cukup bertanggungjawab dalam memenuhi semua kebutuhan anaknya. Semua keperluan Ehsan ia beli dengan uang hasil keringatnya sendiri tidak menggunakan uang kiriman orang tuanya. Jika dihitung-hitung penghasilannya tidak akan cukup jika harus digunakan untuk keperluan rumahtangga, biaya kuliah dirinya dan istrinya makanya khusus untuk Ehsan ia tidak mau menyusahkan orangtuanya.
“ Papable banget sih.” Ujar Rian.
“ Yuk ah sarapan dulu kita kan kuliah pagi.” Ajak Erik setelah memastikan semua barang tidak ada yang tertinggal.
“ Gua udah ngopi jadi gua ga sarapan ya. Gua nemenin aja” Ucap Rian.
“ Biasain sarapan dr Rian.” Bagas memberi saran.
“ Suka ga enak perut.” Jawab si calo dokter hewan itu santai.
“ Selama gua pergi lo berdua jangan bawa cewek ke sini.” Pesan Erik saat di meja makan.
“ siap bos.” Bagas dan Rian menjawab serempak.
“ Dan ingat jangan gangguin Teh Tuti ya.”Pesan Erik lagi. Tuti adalah ART baru di rumahnya. Usianya 28 Tahun statussnya janda 2 anak.
“ Ha...ha...yang bener aja.” Ucap Rian.
“ Lo sendiri yang bilang teh Tuti cantik.” Ucap Bagas.
“ Gua ga seserius itu lah, lagian umur dia kan jauh diatas gua.” Rian mengedikan bahunya.
“ Kali aja lo demen” Ucap Erik.
“ Emangnya Om lo Rik.” Rian tertawa.
“ Sttt, Rian jaga omongan dan sikap.” Bisik Bagas.
Erik hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua temannya yang rada error.
Pukul 4 sore Erik sudah berada di parkiran kampus tasya. Menunggu pujaan hatinya yang sebentar lagi muncul. Pemuda itu sudah sangat merindukan kekasih belahan jiwanya. Beberapa hari tak bertemu rasanya sudah berbulan-bulan lamanya padahal setiap hari mereka saling telpon atau video call. Setiap ada kesempatan keduanya juga chat.
Saat dilihatnya Tasya sedang berjalan dengan Alin ia langsung keluar dari mobilnya. Berjalan menuju arah Tasya bersiap menyambutnya.
“ Cie..cie...jemputan udah datang nih.” Seru Alin setengah menggoda.
“ Sayang apa kabar?” Tanya Erik dengan nada mesra. Seandainya tidak siapa-siapa mungkin ia akan langsung memeluk Tasya.
“ Alhamdulillah baik.” Jawab Tasya sambil memberikan tangannya untuk mencim tangan suami tercintanya.
“ Muach...” satu kecupan hinggap di kening Tasya. Menyiratkan rasa rindunya.
“ Malu dong Yah...” Tasya jadi salting. Erik memang agak lebay.
“ Kangen-kangenannya jangan di sini.” Alin tersenyum jahil. Bukan sekali dua kali Alin melihat adegan antara Tasya dan Erik yang demikian.
“ Ngiri aja kamu Alin. Eh Si Asep mana? Bilangin ntar main dong ke Bogor.” Erik tersenyum.
“ Sibuk di kedai.” Jawab Alin.
“ Duluan ya” Tasya pamit kepada Alin.
“ Sampe ketemu hari senin ya” Alin pun berlalu menuju parkiran motornya.
Tasya dan Erik berjalan menuju mobil chevrolet kuning. Erik membukakan pintu untuk istrinya.
“ Makasih” Ucap Tasya.
“ Sayang aku kangen banget sama kamu.” Bisik Erik saat keduanya sudah berada di dalam mobil.
“ Apaan sih, stop. Ini parkiran kampus ntar ada yang lihat dan bakalan jadi gosip.” Tasya menjauh dari Erik mencoba menghentikan aksi pemuda itu. Di kampusnya Tasya cukup popular sehingga berita sekecil apapun pasti akan merebak dengan cepat.
“ Ga apa-apa kita udah halal kok, lagian Cuma ciuman doang kan, ga macem-macem.” Erik memaksa. Hingga Tasya tak bisa mengelak. Dan pasrah menerima perlakuan Erik.
“ 5 hari ga ketemu udah segitunya ya.” Tasya tersenyum ketika Erik sudah kembali ke posisi semula. Suaminya itu sudah berhasil membutanya baper sebaper bapernya. Sudah menikah lebih dari dua tahun pun masih saja seperti pacaran.
Erik lalu melirik ke arah jok belakang seraya mengambil seikat mawar putih kemudian diberikannya kepada Tasya.
“ Buat Bunda cantik.” Ucapnya.
“ Makasih” Tasya menerimanya dengan senang hati. Ia lalu menghirup aromanya yang wangi. Sebelum menyimpannya. Erik memang romantis. Setiap pulang ia selalu membawakan sesuatu tanda cinta untuk Tasya.
“ Gimana kabar Ehsan, udah bisa apa sekarang?” Sambil mengemudi Erik menanyakan kabar putranya. Pangeran kecilnya yang sekarang sedang lucu-lucunya.
“ Udah bisa manjat pohon,he..he..” Jawab Tasya terkekeh mengingat aksi Ehsan kemarin yang manjat pohon jambu air. Untung pohonnya pendek.
“ Bayi ajaib dong.” Erik pun jadi membayangkan aksi lucu sang buah hati.
“ Udah lari-larian terus maunya main di luar terus,bisa naik sepeda sama kebiasaan barunya tuh ngobok-ngobok air juga nyabutin rumput plus tanaman Mama. Hampir tiap hari Ngajakin berenang terus. Untung Mbak Lala pandai berenang.” Tasya menyebutkan satu persatu kegiatan Ehsan.
“Wow...ga sabar ketemu Ehsan.” Erik takjub dengan perkembangan Ehsan yang cukup pesat. Sayangnya ia tidak dapat setiap hari menyaksikannya.
“ Beberapa tanaman anggrek kesayangan Mama rusak. Mama sampai ngomel-ngomel dan minta ganti rugi. Mama ga mau tahu katanya nanti minta diganti soalnya itu bunga langka banget.” Tasya mengadu.
“ Ntar kita ganti.” Erik tertawa kecil membayagkan ibu mertuanya yang ngambek.
Mobil terus melaju menuju rumah Bu Ratih. Karena macet baru satu jam kemudian mereka tiba.
“ Assalamualaikum.” Tasya mengucap salam.
“Waalaikum salam” Jawab Sri ART rumah Bu Ratih.
“ Den Erik, Non Tasya.” Sapanya ramah.
“Tolong angkutin barang-barang ya mbak.” Ucap Erik seraya menunjuk ke arah baraang bawaan yang baru diturunkannya. Kebanyakan barang-barang untuk Ehsan.
“Siap Den.” Dengan sigap ART itu segera mematuhi perintah cucu majikannya.
“ Ehsan....” Tasya memanggil anaknya yang sedang asyik nonton kartun ditemani pengasuhnya.
“ Da.........da.....” Bocah berusia 19 bulan itu langsung bangkit segera memburu ibunya.
“ Anak pintar, lihat ayah udah pulang tuh.” Tasya memangku Ehsan kemudian mengalihkannya pada Erik.
“ Apa kabar jagoan ayah. Ayah kangen banget sayang.” Erik menciumi anaknya. Hingga bayi itu tertawa terpingkal-pingkal.
“ Yah...Yah...Yah...” Ucapnya.
“ Makin berat aja. Lihat nih Aya bawa mobil-mobilan.” Erik memberikan bungkusan berisi mobil mainan yang langsung diterima dengan riang oleh anaknya.
“ Ayah ngasih mainan gitu, baca dong itu buat anak umur 3 tahun ke atas. Ntar dirusak lagi.” Protes Tasya.
“ Ga papa.” Erik malah tersenyum tidak peduli dengan aksi protes istrinya.
“ Bunda mandi dulu ya, Ehsan main dulu sama ayah.” Tasya lalu segera berlalu dari hadapan mereka menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Usai makan malam pasangan muda itu segera masuk ke kamarnya. Setelah sebelumnya memastikan anak mereka tidur nyenyak di kamar sebelah bersama pengasuhnya.
“ Sayang besok siang aku ada acara di kampus.” Beritahu Erik.
“ Kok mendadak gitu sih Yah, aku kan masih kangen.” Tasya tampak kecewa. Artinya Erik harus segera kembali ke Bogor.
“ Barusan aku dapat kabarnya. Tadinya aku ga kan hadir tapi Rizal lagi sakit terpaksa aku yang wakilin.” Ucap Erik. Ia pun sebenarnya malas hadir, Namun sebagai wakil ketua Himpunan Mahasiswa jurusannya ia wajib hadir.
“ Ya udah aku ikut ke Bogor aja.” Tasya mengalah. Ia masih ingin bersama Erik. Rasanya sayang sekali jika akhir pekannya berlalu begitu saja. Padahal mereka tidak tiap hari bertemu.
“ Besok pagi jam 7 kita berangkat ya.” Usul Erik.
Tasya hanya mengangguk pertanda setuju.
Keduanya kini berada di atas tempat tidur. Erik memeluk sang istri yang bertubuh montok. Sambil membelai rambut hitam Tasya yang hitam legam.
“ Sesek dong Yah,...” Tasya berusaha melepaskan kungkungannya Erik yang semakin mengeratkan pelukannya.
“ He..he...” Erik tertawa. Kemudian melonggarkan pelukannya.
“ Bunda menggemaskan.” Ucap Erik. Berdekatan dengan Tasya membuat hatinya berbunga-bunga. Darahnya mendidih dan jantungnya berdetak kencang.
“ Tapi gimana dong aku ga langsing dan seksi.” Ucap Tasya kurang percaya diri.
“ Tenang aja gendut juga Bunda cantik kok.” Ucap Erik kalem. Erik tidak pernah mempermasalahkan tubuh Tasya yang memang kurang ideal.
“ Apa Ayah bilang aku gendut” Walaupun agak gemuk tapi kalau ada yang bilang gemuk tetap saja ia tidak terima. Seperti kebanyakan wanita lainnya.
“ Maksudnya berisi.” Ralat Erik.
“ Padahal timbangan aku udah turun lho. Turun 5 Kg” Ucapnya. Tasya rada mencemaskan bentuk tubuhnya, Kadang ia merasa kalah dengan Mama dan Omanya yang tetap bisa mempertahankan keindahan bentuk tubuhnya wlau usia mereka tak muda lagi.
“ Udah deh jangan bahas itu, mau bentuknya gimana pun aku tetep sayang sama Bunda kok.” Erik ingin mengakhiri topik pembicaraan tentang bentuk tubuh istrinya.
“ Beneran?” Tasya menatap Erik lekat.
“ Cup ” satu kecupan di kening dan bibir Tasya langsung membuatnya bungkam.
Mereka tidak lagi mengobrol namun langsung memulai ritual akhir pekan mereka.
Lampu kamar sudah dimatikan, di ruangan itu hanya ada mereka berdua karena Ehsan diungsikan ke kamarnya bersama Lala.
Tasya suka suasana kebersamaan dengan Erik. Sayangnya mereka tidak bisa melewatinya setiap malam karena keduanya terpisah jarak.
“ Udah ah, nyambung lagi besok.” Bisik Erik. Mengakhiri semuanya.
“ Lemes” Gumam Tasya. Tasya memeluk Erik.
“ Cepet tidur udah tengah malam.” Erik pun segera memejamkan matanya dengan perasaan bahagia yang mungkin di bawa ke alam mimpinya.
“ Pagi sayang...” Sapa Erik. Sambil mengecup pipi Tasya. Ia mengabaikan keberadaan sang Oma yang sedang menyiapkan bahan-bahan yang akan dimasak.
“ Aduduh...Pagi-pagi udah dapat kecupan.” Bu Ratih mengerlingkan matanya.
“ Kasihan banget yang ga ada suaminya. Emang Opa pulang kapan?” Tasya memberikan senyuman jahilnya.
“ Nanti malam.”Jawab sang Oma.
“ Ayah, lepasin dong. Bunda kan lagi masak.” Tasya berusaha menghindari dekapan Erik.
“ Iya, Erik kaya yang kurang jatah malam aja.” Bu Ratih kadang merasa jengah melihat aksi keduanya yang tidak tahu waktu dan tempat. Dasar ABG.
“ Masak apaan?” Tanya Erik.
“ Nasi goreng.” Jawab sang Oma.
“ Wah pasti enak.” Erik memegang perutnya membayangkan masakan sang istri.
“ Udah packing? Aku mau mandiin dulu Ehsan.” Tanya Erik.
“ Udah. Emangnya Ehsan udah bangun?” Tanya Tasya.
“ Udah.” Jawab Erik.
“ Kalian mau kemana?” Bu Ratih penasaran mendengar kata packing.
“ Oma, Tasya sama Ehsan mau ikut Erik ke Bogor.” Ucap Tasya
memberitahu sekaligus minta izin.
“ Erik pulang sekarang?” Tanya sang Oma.
“ Iya, ntar siang kan ada seminar.” Jawab cucu kesayangannya.
“ Ya udah hati-hati ya.”
TBC