8-Burung Perkutut Rainhard

1408 Kata
8- Burung Perkutut Rainhard “Baiklah saya mau digendong,” ucap Sava setengah manja. “Hah, Apa?” rasanya dia tak percaya dengan apa yang di dengarnya. ‘Apa benar gadis di hadapannya ini mau digendong oleh dirinya?’ pikir Rainhard, pipinya langsung memerah saat membayangkan tubuh Sava menempel di punggungnya. “Hey, jangan bilang dia beneran mau menggendongku! Aku hanya menggodanya saja, tidak mungkin kan dia mau menggendongku? Tapi kenapa mukanya bersemu merah begitu? Jangan bilang kalau dia sedang membayangkan menggendongku! Dasar lelaki tua m***m!” Sava bergumam dalam hati. “Pasti anda tidak mau kan sebenarnya? Sudah saya duga.” Sava pura-pura kesal, padahal dalam hati sudah deg-degan, takut Rainhard beneran mau menggendongnya. “Eh siapa bilang? Aku ini tipe pria yang menepati janji, bukan seperti kamu yang suka melanggar janji,” sahut Rainhard ketus dengan raut kesal. “Hah, apa maksud anda tuan?” Sava merasa bingung mendengar jawaban pria itu. Katanya, dirinya suka melanggar janji! Enak saja! Kapan dia melanggar janji? Dan sama siapa? Sava jadi kesal kepada Rainhard. “Memangnya siapa yang sudah saya langgar janjinya?” Sinis Sava. Biarlah, dia dicap bawahan tak tau diri. “Aku,” jawab Rainhard tegas, tatapan matanya lurus ke manik mata indah milik Sava. Sava tentu saja terkejut, dia balik menatap pria yang tampannya spek dewa ini dengan lekat. Hingga, tatapan mereka bersirobok. Dan jantungnya mulai menari-nari, lalu bergoyang dangdut yang berakhir seperti kodok yang mau melompat dari tempatnya. “Hem,hem,hem,” beberapa kali Sava berdehem, untuk menetralkan degup jantungnya yang terus saja meronta. Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah lainnya. Berbeda dengan Sava, Reinhard malah terkekeh. “Geer hem,” ujar Rainhard sambil mendekatkan tubuhnya dengan tubuh Sava, mengikis jarak antara mereka berdua. Tentu saja Sava gelagapan, otaknya mulai berpikir ke arah yang iya-iya. Pikirnya Rainhard mau....ah sepertinya otaknya sudah tak waras sampai berpikir seperti itu. Rainhard memeluk pinggang Sava, saat ini posisi Sava sedang duduk di atas ranjang pasien. Sedangkan, Rainhard berdiri. Pria itu malah seenaknya menyurukkan wajah di d**a Sava. “E, eh apa-apaan ini!” Sava kalang kabut, berusaha mengurai pelukan yang bisa membuatnya jantungan saja. “Sebentar saja,” ujar Rainhard. Tak tau kenapa, tapi Sava mendengar suara pria itu berubah serak. Padahal tadi biasa saja, dan dia tidak batuk-batuk juga? Pikir Sava. Sava semakin gelisah saat pria itu malah mendusel-dusel di dadanya. “Pak jangan begitu?” lirih Sava sambil menyentuh kepala pria itu. Rainhard mendongakkan wajahnya. ”Kenapa? Aku nyaman, rasanya empuk dan...,” belum selesai Rainhard berkata-kata, Sava langsung menarik rambutnya karena merasa pria ini sedang m***m. “Aww, kamu berani menjambakku.” Rainhard kesal, dia menegakkan tubuh dengan mata yang menatap tajam, yang malah dirasa Sava sangat lucu. Karena, seperti raut wajah seorang anak kecil yang tengah merajuk saja. “Makanya jangan berpikir m***m!” dengan ketus Sava berkata. “Aku mesumnya kan Cuma sama kamu aja,” jawaban pria itu membuat Sava terkejut luar biasa. “Ish, apa sih maksudnya. Gaje banget jadi orang,” tapi pipi Sava merona. Dia jadi ingat dialog dalam n****+ online yang sering dibacanya. Yang mengatakan hal seperti ini biasanya tokoh pria yang berstatus suami, kepada istrinya. Ah, apa Rainhard sedang berusaha mengatakan ingin menjadi suaminya? Aaaaa, Sava berteriak heboh dalam hati, pipinya merona. “Kamu kenapa? Jangan bilang sedang berpikiran m***m tentang aku ya? Sering bilang aku m***m, padahal kamu sendiri yang m***m!” ujar Rainhard dengan nada sinis dan tatapan penuh selidik. “Eh, apa? Siapa yang m***m? Lagian andai saya berpikiran m***m, tentu saja bukan dengan anda orangnya! Ya pasti dengan Kak Rio pacar saya dong!” dengan cepat Sava menjawab, tentu saja dia sedang berusaha agar terlihat dingin dan ketus. “Dasar pembohong! Kurangi kebohonganmu itu, akui saja kalau kamu mulai suka sama aku.” Rainhard menaikkan sudut bibirnya, hingga menciptakan senyuman jahat yang membuatnya semakin tampan saja, bahkan Sava sampai terpesona dibuatnya. “Udah ah, aku mau pulang,” ujar Sava dengan ketus. Dia harus melindungi hatinya dari pria yang membuat jantungnya selalu hendak melompat. “Aku, hem. Apa kamu merasa sudah sedekat itu denganku?” Rainhard menyunggingkan senyuman. Sava menelan salivanya yang tiba-tiba saja banyak, sampai berpikir asam lambungnya naik. Dia baru menyadari ucapannya barusan, dia menggunakan kata Aku kepada Rainhard. Sava sudah membuka mulut hendak bicara. Tapi belum keluar sepatah kata pun, pria itu sudah menyerobot duluan. Dengan kata kata yang membuatnya bingung. “Tak masalah, Aku Suka Kamu menggunakan kata itu,” ucapan yang penuh penekanan pada Kata Aku Suka Kamu. “Apa?” terasa ambigu, Sava bertanya kembali. “Selain suka melanggar janji, bodoh, pembohong, rupanya kamu juga tuli ya,” cibir Rainhard keras, sengaja agar Sava mendengarnya. “Pak kenapa anda selalu mengejek saya.” Sava berkata dengan jengkel dan kesal. “Makanya, jangan bodoh lagi. Jangan melanggar janji, dan jangan suka berbohong ditambah tuli juga kalau mau aku cintai,” sahut Rainhard dengan santai. “Siapa juga yang mau dicintai anda!” ketus Sava. Tapi, setelah berkata tak tau kenapa dia merasa tak nyaman dalam hati, apa dia memang berharap dicintai pria ini? Tidak mungkin kan? “Dasar saja memang pria tua m***m ini suka bikin orang baper, aku yang mudah baper jadi berpikir yang aneh-aneh kan?” Sava mendesah, dia bergumam dalam hati. Terlebih melihat raut muka Rainhard yang berubah muram setelah dia berkata, Sava jadi semakin tak enak hati dibuatnya. Apa pria itu sakit hati mendengar ucapannya? Apa memang pria itu ingin dia mencintainya? Ah tidak mungkin kan? Pikiran-pikiran itu menggelayut di dalam otak kecilnya. Rainhard membalikkan tubuhnya memunggungi Sava. “Cepat naik, bukannya kamu bilang mau digendong!” Rainhard berkata dengan nada dingin. Sava menatap punggung lebar yang terlihat kokoh yang ada di hadapannya ini. Apa benar dia akan digendong pria yang tak lain adalah bosnya? “Cepat naik kubilang, aku bukan tipe yang suka melanggar janji sepertimu!” ketus Rainhard. Mendengar nada penuh kesinisan itu, akhirnya Sava menurut. Dengan gemetar, dia mulai naik ke punggung Rainhard. Nemplok seperti koala. Pipinya sudah merah merona, dia berusaha menyembunyikan raut malu-malu dan tegangnya. Rainhard segera membawanya keluar dari ruangan itu. Di sepanjang jalan, Sava bisa merasakan napas ngos-ngosan pria yang menggendongnya ini. “Saya berat ya? Turunkan saja?” Sava merasa tak nyaman. “Sok tau!” jawab pria itu ketus. Tapi Sava semakin gelisah, dia mulai bergerak-gerak gelisah. “Diam, kamu membuat adikku bangun,” suara Rainhard terdengar serak. Adik? Sava sempat bingung sesaat. Tapi beberapa detik kemudian dia paham. “Dasar pria m***m,” gerutunya. Tapi, akhirnya dia diam. Tak mau dong dikira menggoda pria itu, dengan ulahnya yang seperti cacing kepanasan. Sampailah mereka di mobil. Rainhard, membuka pintu depan setelah menurunkan Sava. Lalu mendorongnya agar masuk ke dalam mobil. Sava diam tak berkata-kata, karena masih syok mendengar perkataan Rainhard tadi. Rainhard duduk di depan kemudi, lalu mulai melajukan mobil dengan tenang. Dia tak mengeluarkan sepatah kata pun, karena sedang berusaha menenangkan diri. Lebih tepatnya, menenangkan salah satu anggota tubuhnya yang tadi sempat terpancing akibat menggendong Sava. Sementara itu, Sava hanyut dalam pikirannya. Bisa-bisanya gadis itu malah memikirkan perkataan Rainhard tadi. Bahkan, dia jadi penasaran ingin melirik sesuatu yang tadi Rainhard katakan. Dan dengan tak tau malunya, mata Sava malah jelalatan. Dia melirik bagian bawah Rainhard yang berada diantara paha dalam pria itu. “Sial” rutuknya dalam hati. Karena dia jadi melihat sesuatu yang menggembung di bagian itu, meski terbungkus celana mahal branded berbahan tebal dan halus. Akan tetapi, otak kotornya jadi berjalan-jalan. Membayangkan sesuatu itu! Ya benda itu pasti berukuran... “Sial, sial” makinya pada diri sendiri. Tentu saja dalam hati dia menjerit-jerit. Pipinya sampai memerah. Dengan cepat, dia memalingkan wajahnya ke arah jendela luar. Lebih baik menatap pepohonan yang daunnya melambai-lambai tertiup angin malam. “Semoga dia nggak tau apa yang sudah aku lakukan tadi,” jeritnya dalam hati. Kalau tau dirinya melirik burung perkutut Rainhard, kan bahaya! Bisa malu dia! Bahkan, pria itu bisa saja berpikir dirinya m***m! Apalagi mulutnya kan sepedas cabe setan, huuuh! Eh, tapi Sava memang m***m kan! Rupanya harapannya tidak terkabul. “Kamu ingin melihatnya? Hem, penasaran? Boleh, untuk kamu aku rela diintip,” ucap Rainhard diiringi kekehan geli. Tentu saja, Sava jadi sangat malu mendengarnya. “Anda sungguh m***m Tuan!” raung Sava dengan nada jengkel, matanya mendelik. Ditambah wajahnya yang memerah menahan malu. Namun, justru hal itu malah membuat pria itu semakin gemas saja. Hingga akhirnya, Rainhard pun tergelak merasa lucu. Sava mengerucutkan bibir, merasa sangat malu sekali. Namun, ternyata lebih malu lagi saat pria itu mengatakan...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN