10-Rainhard Patah Hati

1594 Kata
10- Rainhard Patah Hati “Iya,” jawab Sava malas. “Kamu dimana? Lagi ngapain? Aku susul ya?” pertanyaan yang memberondong itu sungguh membuatnya jengkel. Dia tau itu siapa! Rainhard! “Saya lagi kencan sama Kak Rio, lagi di pinggir jalan kulineran, ah pokoknya sungguh romantis dan seru abis deh.” Sava jadi menceritakan kencannya dengan senang hati. “Telepon dari siapa, Va?” tanya Rio, curiga. “Orang salah sambung!” lalu Sava menutup panggilannya sepihak. Dan sungguh tak di duga, Rainhard terus menghubunginya tiada henti. Membuat dia jengkel, hingga akhirnya mematikan ponselnya. “Kencan ini jadi nggak seru lagi! Dan ini gara-gara pria tua itu!” gerutu Sava yang jadi bad mood. Dia jadi merasa sedang selingkuh dari Rainhard saja. Padahal pria itu siapa? Bukan siapa-siapanya! Huuh, sungguh ia kesal dalam hati. Terdengar nada dering dari ponsel Rio sekarang. “Kata ayah kenapa ponselmu nggak bisa dihubungi?” ujar Rio, sambil menyerahkan ponselnya kepada Sava. Sava mengembuskan nafas kesal, ini semua gara-gara Rainhard. “Ponselku habis baterai,” sebelum mendengar suara dari nomor ayahnya itu, dia langsung menjelaskan. Maksud hati supaya tidak dimarahi. “Pulang!” suara yang dia kenal berkata dengan nada marah. Sava sampai terkejut dan tak percaya dengan pendengarannya sendiri. “Itu bukan suara ayahnya melainkan suara pria tua m***m menjengkelkan itu, siapa lagi kalau bukan Rainhard. “Hey, kenapa kamu yang bicara?” Sava setengah memekik saking kagetnya. “Aku minta tolong sama ayah,” jawab Rainhard dengan nada dingin. “Oh, eh, em, untuk apa? Nggak ada kerjaan banget sih!” gerutu Sava kesal. “Kamu nanya untuk apa?” Rainhard berkata dengan penuh penekanan yang syarat emosi. “Pulang sekarang juga,” lanjutnya dingin. Sava mengembuskan napas pelan. “Nggak mau, aku lagi kencan!” lalu menutup panggilannya sepihak. Pria itu ada-ada saja pikirnya. Sungguh aneh! Eh tunggu-tunggu! Kenapa pria itu bisa memakai ponsel ayahnya? Artinya dia sekarang ada di rumahnya, kan? Dia syok, sampai membulatkan mulut dan menutupinya dengan kedua tangan. Bahkan, ponsel Rio sampai jatuh ke aspal. Untung saja tidak retak, karena tergolong ponsel kuat dan mahal. “Kamu kenapa?” tanya Rio terkejut. Saat ini mereka sedang duduk di pinggir jalan, dekat beberapa pedagang kaki lima. Mereka sedang memesan bubur kacang hijau. “Eh, maaf kak.” Sava jadi panik, dia malu karena sudah menjatuhkan ponselnya. Rio memungut ponselnya. “Tak apa, nggak rusak ko,” ujarnya. “Kamu kenapa panik? Ayah dan ibu baik-baik saja kan?” tanya Rio heran. “Iya baik, “ sebenarnya Sava hendak mengatakan kalau yang menghubunginya adalah Rainhard. Tapi, dia urung karena takut kalau Rio cemburu. “Ini semua gara-gara Pak tua itu! Aku jadi bohong kan sama Kak Rio,” desah Sava dalam hati. “Buburnya jadi,” ujar Rio. Sambil menyerahkan semangkuk bubur kacang hijau campur ketan hitam dengan sekeping roti tawar ditambah kuah santan yang banyak. Sava memang menyukai bubur kacang hijau dengan banyak santan. “Terimakasih,” anehnya, Sava merasa nafsu makannya tiba-tiba saja menghilang. Dia kemudian menyalakan kembali ponselnya. Ada pesan masuk dari nomor ibunya. ‘Va, bisa pulang sekarang. Kondisi bosmu tidak baik-baik saja, katanya habis diselingkuhi calon istrinya.’ Sava mengerutkan dahi, merasa aneh dengan isi pesan dari ibunya. “Apa maksud ibu, jika dia diselingkuhi dan patah hati? Lalu kenapa harus mengadu kepada orang tuaku segala sih,” gumamnya penuh keheranan. Dia kemudian menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas selempang yang selalu mendampinginya kemanapun pergi selama ini. Bukan tas mahal, tapi dia menyukainya. Lalu mulai menyuapkan sesendok demi sesendok bubur kacangnya sampai tandas. “Kenapa? Kamu terlihat nggak tenang begitu?” Rio menyipitkan mata menatap wanita yang merupakan cinta pertamanya itu. “Nggak, nggak ada apa-apa kok,” sahut Sava cepat, yang justru membuat Rio semakin penasaran. “Kamu menyembunyikan sesuatu?” tanyanya penuh selidik. “Heheh, mana ada.” Sava tersenyum bingung, secepat kilat menyembunyikan wajahnya, karena takut ketahuan bohong. Dengan cara menoleh ke arah lain. “Wah disini ramai ya,” sebenarnya Sava ingin mengalihkan arah pembicaraan. “Memang ramai.” Rio semakin merasa ada yang janggal. “Ayo kita pulang sudah malam,” ajak Rio, dia berdiri. Saat ini mereka sudah menghabiskan bubur, dan membayarnya. “Iya,” dengan cepat Sava berdiri. Mereka menaiki motor, kemudian Rio mulai melajukannya dengan kecepatan sedang. Sebenarnya, Rio merasa ada yang janggal dengan sikap Sava. Tapi, dia tak mau memaksa Sava untuk mengatakannya, kalau memang gadis itu belum mau bercerita sendiri. Dia tak mau membuat kekasihnya itu tidak nyaman. Di sepanjang jalan pulang, Sava memeluk pinggang Rio erat, dengan tubuh yang menempel di punggung pria itu. Tapi, pikirannya melayang kemana-mana. Sedangkan, Rio tersenyum senang di sepanjang jalan. Merasa senang, karena hari ini bisa jalan bareng dengan sang kekasih hati. Setelah, beberapa lama tak bisa jalan bareng, karena kesibukannya dan juga Sava dalam pekerjaan. Sampailah mereka di depan rumah Sava. Rumah Sava memang tak memiliki pagar. “Va, aku mampir ya,” saat Sava sudah turun dan membuka helmnya, Rio ikut turun dan berkata. Sava bingung, dia nggak mau Rio bertemu dengan Rainhard. Dia yakin ada pria itu di rumahnya. Buktinya, mobil pria itu teronggok di halaman rumahnya yang memang lumayan luas. “Udah malam, nanti-nanti lagi aja ya,’ alasan yang menurutnya masuk akal. “Hahah, rumah kita seberangan gini. Jadi nggak masalah, andaipun di gerebek warga, ya tinggal nikah aja,” ujar Rio diiringi tawa renyahnya, tapi pelan. Karena takut berisik, waktu sudah menunjukkan hampir jam sembilan malam saat ini. Sava mencubit gemas pinggang Rio. “Issh, nggak mau aku dinikahkan gara-gara di gerebek, iih.” Sava bergidik membayangkannya. “Hahah,” sekarang tawa Rio semakin keras, merasa lucu melihat tingkah Sava. “Berisik tau, cepat pulang sana,” usir Sava, dia jadi tersenyum juga. “Em ini dulu.” Rio menunjuk pipinya. Sava jadi malu, dia langsung celingukan. “Sepi, Va,” ujar Rio dengan tatapan penuh harap. “Atau di sini saja,” bisik Rio, dia menempelkan jarinya ke bibir. Glekk Susah payah Sava menelan saliva. Rio sudah mencondongkan tubuhnya, dan mengikis jarak diantara mereka. Namun, suara dering ponsel Sava menghentikannya. “Ada-ada saja,” gerutu Rio. Suara dering itu sungguh mengganggu keromantisan mereka. Sava terkekeh, lalu memeriksa ponselnya. Panggilan dari nomor ayahnya. “Sepertinya ayah tau kalau kita ada di depan rumah, aku masuk ya!” secepat kilat Sava berlari ke arah rumahnya. Rio menatapnya lesu, gagal dapat kiss. Baru saja Sava sampai depan pintu, pintu terbuka dari dalam. Sava tak tau siapa yang membuka pintu, karena sepertinya si pembuka pintu ada di belakang pintu. Apa sengaja sembunyi ya? “Kamu lama banget pacarannya!” suara rendah dengan raut muram itu sungguh mengganggunya. “Hah,” sungguh Sava terkejut saat melihat penampilan pria itu yang tak serapi biasanya. Efek patah hati ternyata sangat kuat, hingga pria seketus dan sedingin Rainhard saja bisa seberantakan ini. Rambut yang biasanya klimis tampak acak-acakan, dan kemejanya juga kusut. Dia tak memakai jas, hanya kemeja warna putih yang lengan panjangnya digulung hingga siku. Namun begitu, sungguh menyebalkan sekali. Karena, pria itu masih tampak ganteng dan keren. Padahal, pria lainnya di luaran sana berusaha tampil sesempurna mungkin untuk terlihat keren. Sungguh tidak adil! Kenapa pria itu tampan spek dewa sih! Sava menggerutu dalam hati, memarahi keparipurnaan fisik Rainhard. Sava jadi kasihan melihatnya. Pria tua m***m itu pasti merasa iri kepada dirinya, karena baru pulang kencan. Eh, tapi bukannya itu bagus ya? Biar saja pria itu merasakan patah hati! Siapa tau dengan begitu dia tidak akan sombong lagi, hahaha! Setiap manusia pasti punya sisi baik dan buruk, begitu pun Sava yang tak luput dari khilaf dan salah, ya sisi jahatnya sedang muncul kali. Hingga berpikir begitu, huuh! “Apa benar anda patah hati?” kepo Sava. Rainhard menatap Sava dalam. “Iya.” Dia mengangguk. Sava sampai tak percaya, pria itu mengakuinya. Kalau melihat karakternya selama ini, seharusnya dia kan bersikap angkuh dan tak akan mengakuinya! “Lalu kenapa ada disini?” tanya Sava bingung. “Kamu sungguh keterlaluan, aku sedih bukannya dihibur malah seperti tak senang aku ada di sini,” ujar Rainhard dengan sedih, lalu melengos pergi menuju ke kamar Sava. “Eh, tunggu kenapa pria itu masuk ke kamarku?” Sava bergumam, lalu hendak mengejarnya. “Va,” itu adalah suara ibunya. Ternyata, dia baru ngeh kalau dari tadi kedua orang tua, berikut adiknya ada di ruangan ini. Sedang duduk di kursi. Pasti Karena dirinya sibuk memperhatikan Rainhard yang terlihat berantakan. Dan dia malah mensyukurinya, eh dia harus tobat dan minta maaf kepada pria tua m***m itu sepertinya. “Ayah, ibu,” dengan cepat, Sava mencium punggung lengan kedua orang tuanya. Adit mengulurkan tangan, dan Sava menciumnya juga. Adit tertawa. “Issh dasar.” Sava cemberut. Karena kurang fokus, dia jadi mencium punggung lengan adiknya itu. Kan harusnya sebaliknya. Sava duduk di samping ibunya, setelah menggeser tubuh kurus sang adik. “Kebiasaan,” cibir Adit dengan kesal, sambil ngeloyor masuk ke dalam kamarnya dengan muka cemberut. Sava hanya mengedikan bahu, cuek. “Kamu kayak yang nggak fokus kenapa?” Ibunya yang bertanya. Sava diam. “Apa yang kamu lakukan dengan Rio, sampai selarut ini?” Ayahnya yang bertanya. Sava jadi heran, tak biasanya kedua orang tuanya begitu kepada Rio. Dia kan calon menantunya! “Cuma jalan seperti biasa,” jawabnya jujur. “Seharusnya jangan begitu, kalau tau dia ada di sini. Kamu kan udah di kasih tau sebelumnya. Seharusnya, kamu langsung pulang,” ujar ayahnya kembali. Sava semakin bingung. Dia tau maksud arah perkataan ayahnya itu, Rainhard. Apa jangan-jangan pria itu, maksudnya Rainhard, sudah meracuni pikiran kedua orang tuanya! “Ayah dan ibu disogok berapa sama Pak Rain?” tanya Sava.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN