Menyisakan kedua makhluk halus yang sedari tadi mengikuti perjalanan mereka berdua. Yang satu berbaju terusan putih dengan rambut hitam panjang tergerai berantakan, dan yang satu lagi sosok makhluk yang diselimuti bayangan atau kabut hitam di sekitarnya, dengan ukuran tubuh besar dan tinggi hingga mencapai 2 meter lebih.
Kedua makhluk tersebut tertutup badan mobil Adam sebelumnya, hingga Imelda tidak melihatnya dengan jelas. Namun gadis itu masih bisa menyadari keberadaan mereka berdua. Kini kedua makhluk itu berdiri bersisian dengan raut wajah kemarahan yang seakan siap ditumpahkan untuk gadis itu. Imelda tersenyum tipis.
“Nessie, kita kedatangan tamu sepertinya.” ucap gadis itu dengan tetap tenang. Tidak jauh berbeda dengan anjing yang tengah dipeluknya itu.
Anjing bernama Nessie itu hanya terdiam menatap kedua makhluk asing di seberang jalan sana. Dengan gerakan ringan anjing itu melompat turun dari pelukan Imel dan berdiri di sisi sebelah gadis itu. Barulah kemudian terdengar suara geraman anjingnya yang lirih, lalu beralih mengeras diikuti tubuh kecilnya yang membesar.
Wajah lucu Nessie terganti dengan wajah mengerikan dari seekor anjing berbadan manusia yang berukuran besar.
“Grrrh! Grrhh! Groaarrrh!!” suara raungan Nessie menggema di sekitar, membuat suasana di sekitar mereka menjadi tidak setenang tadi. Burung-burung dari berbagai jenis yang sedari tadi diam bersembunyi di balik pohon-pohon tinggi nan lebat itu, kini terlihat berterbangan karena terganggu oleh suara raungan Nessie.
Dan raungan anjing jadi-jadian itu sepertinya disambut hangat oleh makhluk berbaju putih. Terdengar suara retakan tulang pada gerakan yang dilakukannya. Makhluk itu bergerak patah-patah mengangkat kedua siku lengannya sejajar dengan bahu, dan lalu menggerak-gerakkannya ke sembarang arah.
Kedua tangan itu seakan memiliki tulang-tulang patah yang bisa berbalik arah seperti sewajarnya. Diikuti dengan seringaian bibir yang mengerikan. Kepalanya juga ikut berputar dan bergerak ke arah sebaliknya, lalu dengan cepat berbalik arah kembali ke arah Imel dan Nessie dengan mulut yang terbuka lebar.
“KKYAAAKKKKKK!!” jerit makhluk tersebut sebelum kemudian terbang melesat dengan cepat ke arah Imelda dan Nessie.
Dengan gerakan cepat juga Nessie melangkah maju dan menerima serangan makhluk tersebut. Ditangkapnya tubuh tengkorak terbang itu lalu dibantingnya dengan kasar ke arah samping. Tidak sampai mengenai tanah, tubuh tengkorak itu kembali terbang dan menghampiri Nessie kembali.
Sementara Imelda masih menatap tajam makhluk besar yang masih berdiri dengan tenang di seberang sana. Perlahan namun pasti kedua mata Imelda mencekung ke dalam, hingga mengalir genangan darah segar dari sela bola matanya yang perlahan menghilang, menyisakan lubang hitam yang mengerikan.
Darah itu mengalir membasahi kedua pipi chubbynya yang juga ikut menyusut dan mengering bagai mayat hidup. Terlihat pucat dan kurus seperti tersisa tulang-tulang saja hingga terlihat tidak jauh berbeda dengan penampakan makhluk berbaju putih tadi.
Darah itu masih merembes ke bawah, hingga membasahi baju terusan putih yang tengah dikenakannya bagai air sungai yang mengalir deras, dan menyebar ke seluruh bajunya hingga membuat warna putih itu menjadi semerah darah.
Begitu juga dengan kulit tubuhnya yang sebelumnya terlihat segar juga ikut menyusut menyisakan kulit pucat yang kering tanpa lemak sama sekali. Penampilannya kini jauh berbeda dengan gadis kecil menggemaskan beberapa saat yang lalu. Rambut panjang gadis itu kini menyebar dan mengambang di udara, terlihat begitu berantakan.
“Berani-beraninya kau menggangguku!”
Terdengar suara yang menggema di sekitar mereka. Namun Imelda tahu bahwa suara tersebut berasal dari makhluk bertubuh besar di depan sana.
“Khikhihkhi kau yang lebih dulu mengganggu kami!” balas gadis itu tanpa rasa takut.
“Dia bukan milikmu! Pendatang baru sepertimu tidak pantas mengganggu kesenanganku!”
Imelda menatap tajam nan lurus makhluk besar di depannya dalam diam.
“Dia juga bukan milikmu! Aku yang lebih dulu menemukannya. Carilah makhluk lain, dan jangan menggangguku!” jawab Imelda tidak mau kalah.
“Baiklah. Kalau begitu kau saja yang akan menjadi penggantinya! Dasar gadis kecil tidak tahu diri!”
Dan setelah itu, makhluk hitam bertubuh besar itu juga ikut melayang, menerjang menghampiri sosok Imelda yang telah berubah wujud itu dengan kilat.
***
Adam masih memerhatikan daerah sekitarnya dengan lebih teliti, sembari tetap memerhatikan laju mobilnya yang berjalan dengan kecepatan seperti biasanya. Pria itu tidak bisa melajukan mobilnya dengan lebih cepat lagi karena seperti sebelumnya, jalan yang dilalui mobilnya itu tidak merata, sehingga membuatnya untuk mengendari barang bermesin itu dengan lebih berhati-hati.
Hari sudah menggelap. Terlebih ketika dirinya baru saja meninggalkan pekarangan rumah Imelda tadi. Rasanya langit seperti tiba-tiba mematikan lampunya, hingga membuat suasana di sekitar Adam menjadi gelap gulita. Bahkan pria itu harus menyalakan lampu mobilnya untuk melihat keadaan di depan.
Dari jauh lewat pancaran sorotan lampu mobilnya, pria itu akhirnya melihat persimpangan jalan tidak jauh di depan. Menurut apa yang diucapkan Imelda tadi, sampai di persimpangan jalan dirinya hanya perlu membelokkan mobil ke arah kiri dengan hati-hati, dan lalu terus lurus mengikuti jalannya, hingga dirinya menemukan desa di sekitar.
Adam terlihat bernapas lega melihat persimpangan jalan itu. Dibelokkannya mobil ke arah kiri sesuai petunjuk yang dikatakan Imelda. Sorotan lampu mobilnya ikut bergerak menyorot ke daerah sekitar sesuai pergerakan mobil Adam.
Terlihat banyak ilalang-ilalang tinggi yang berada di pinggir jalan dengan pohon-pohon besar dan tinggi yang melingkupi di belakangnya. Adam kembali fokus pada jalannya yang terlihat begitu sepi dan gelap. Pria itu merasa heran sendiri dengan nuansa keadaan di sekitarnya yang terasa seperti tengah malam.
Desa itu benar-benar terletak pada pedalaman hutan ternyata. Meski merasa heran dan merasa sedikit ada rasa ganjal, namun pria itu tetap melajukan mobilnya dengan tenang. Suasana gelap seperti saat ini tidak membuat nyali Adam mudah menciut karena sebagai seorang fotografer, pria itu cukup terbiasa memasuki kawasan yang cukup jarang penduduk dan perjalanan malam seperti ini, hanya untuk mendapatkan objek foto yang diinginkannya.
Tanpa pria itu sadari, bahwa sebenarnya persimpangan jalan yang dilaluinya barusan merupakan persimpangan jalan yang telah dilaluinya sebelum bertemu Imelda siang tadi. Adam hanya kembali di posisi awal dan mengikuti apa yang telah diarahkan gadis kecil itu kepadanya.
Hingga kemudian pria bertubuh tinggi itu benar-benar menemukan rumah-rumah penduduk desa yang berjejer rapi dan terlihat begitu sepi. Benar-benar seperti rumah desa pada umumnya dan masih terlihat begitu asri dengan banyaknya pohon-pohon yang menghiasi sekitar rumah mereka. Namun anehnya semua pintu telah tertutup rapat.
Sepanjang mata memandang, Adam seperti tidak melihat satu pun rumah yang pintunya masih terbuka. Padahal waktu masih menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Hal itu kembali membuat Adam merasa heran.
Pria itu memarkir mobilnya di depan salah satu rumah warga. Dilihatnya kembali ke sekitar. Adam merasa bingung akan menemui siapa jika semua pintu telah tertutup rapat seperti ini. Tidak ada orang yang bisa ditanyainya. Bagaimana Adam akan merebahkan tubuhnya malam ini?
Akhirnya dengan terpaksa pria itu membuka pintu mobil dan melangkah turun. Pandangan matanya tertuju pada rumah terdekat. Pria itu bermaksud untuk mengetuk pintu rumah tersebut dan menanyakan tempat menginap kepada pemiliknya.
Tok! Tok! Tok!
Suara pintu yang baru saja diketuk oleh Adam.
Tidak ada jawaban dari dalam rumah. Adam pikir pemilik rumah tidak ada yang mendengar ketukan pintunya. Sekali lagi pria itu mengetuk pintu lebih keras.
“Permisi, apa ada orang di dalam?!” seru Adam. Mata tajamnya menoleh ke sekitar pintu, berharap ada sebuah bel yang bisa digunakannya. Namun tidak ada apa pun di sana.
Adam sekali lagi mengetuk pintu lebih keras. Tok tok tok!
“Permisi! Apa ada orang di dal-“ seruan Adam terhenti seketika, ketika pandangan matanya sempat melihat tatapan mata yang memandangnya tajam dari celah gorden di balik jendela. Namun setelah Adam memergoki dirinya, pemilik mata itu dengan cepat menutup celah gorden dengan rapat.
“Hei, apa kau pemilik rumah ini? Bisakah kau membantuku? Aku seorang pendatang di sini.” seru Adam kemudian, berusaha menghubungi kembali pemilik tempat itu.
Di tempat seperti ini, sepertinya Adam bisa memaklumi jika sambutan mereka sedikit tidak biasa dan kurang ajar. Penduduk desa yang tinggal di pedalaman hutan pastinya akan selalu berhati-hati dengan pendatang baru seperti Adam yang datang di malam hari, seperti saat ini.
Mendengar seruan Adam sepertinya tidak membuat pemilik rumah itu langsung percaya begitu saja. Mereka masih belum mau membukakan pintu untuk Adam. Adam sendiri berusaha untuk tetap bersabar dan mencoba berkomunikasi dengan baik dengan salah satu penduduk desa itu.
“Permisi Tuan, Nyonya, nama saya Adam, saya tidak bermaksud jahat di sini. Saya datang dari kota, dan saya hanya ingin meminta bantuan anda untuk mencari penginapan terdekat. Bisakah kau membantuku?” seru Adam dengan bahasa sopan.
Terdengar beberapa suara dari dalam yang sepertinya tengah melakukan perdebatan panjang. Sebelum kemudian tanpa disangka pintu di depan Adam tiba-tiba terbuka walau hanya sedikit celah. Adam sedikit terkejut ketika pandangan matanya kemudian bertemu pandang dengan mata dari seorang pria paruh baya yang menatapnya dari celah pintu itu. Tubuhnya masih tertutup pintu hingga Adam tidak bisa melihat dengan jelas secara menyeluruh.
“Selamat ... malam.” sapa Adam kemudian. Dilemparnya senyum kecil ke arah pria paruh baya tersebut, mencoba bersikap ramah terhadapnya.
“Siapa kau?” tanya pria paruh baya tersebut dengan tegas. Raut wajahnya tidak terlihat menunjukkan keramahan sedikit pun untuk Adam. Suaranya juga terdengar begitu serak dan berat.