Lost

2113 Kata
2 hari kemudian, Adam benar-benar meluncur ke tempat baru yang kemaren sempat menarik perhatiannya itu. Desa S dekat hutan Terlarang. Pada akhirnya pria itu benar-benar mencari kebenaran yang tertulis pada artikel yang beberapa hari yang lalu sempat dibacanya itu. Bahkan pria itu juga mengirim pesan kepada si penulis artikel untuk mencari tahu lebih detail tempat pastinya. Dan seakan ini adalah sebuah takdir, tanpa disangka sama sekali oleh Adam, sehari kemudian dirinya mendapat balasan pesan dari si penulis mengenai letak desa tersebut.   Tekad Adam semakin membulat setelah mendapat email balasan itu. Dan lalu di sinilah pria berambut gondrong itu berada. Duduk di belakang pengemudi dengan satu tangan memegang kendali mobil, lalu tangan yang lain bertengger nyaman di tepi jendela, memangku sisi wajahnya. Pria itu berpenampilan santai dengan kaos berwarna abu-abu yang dilapisi dengan jaket denim, lalu dipadu dengan celana panjang dengan sepatu ketsnya. Jangan lupakan topi yang diposisikannya ke belakang, membungkus rambut panjangnya. Sebuah lagu bergenre klasik terdengar memenuhi seisi ruangan mobil kesayangannya. Di bagian belakang terdapat beberapa peralatan kerjanya yang sudah dikemasnya rapi sedemikian rupa.   Mobil yang dikendarainya melaju dengan santai setelah menempuh perjalanan beberapa jam dari tempat awalnya. Adam memang sengaja berangkat lebih awal agar tidak terlalu malam sampai di tempat tujuan. Karena pria itu juga perlu mencari jalan-jalan yang benar. Desa itu anehnya tidak terdata dalam gps yang ada pada ponselnya. Sepertinya tidak banyak orang yang tahu mengenai desa tersebut karena letaknya memang sangat jauh dari pemukiman kota. Terlebih tempatnya berada masuk ke dalam hutan. Akan sangat berbahaya jika Adam melakukan perjalanan di malam hari dalam hutan lebat seperti ini. Untung saja pria itu juga sudah menyiapkan senapan yang disimpannya di kursi bagian belakang. Berjaga-jaga jika sewaktu-waktu ada hal yang tidak dinginkan terjadi dalam perjalanannya ini.   Terlepas dari semua itu, Adam cukup menikmati perjalanannya ini yang dikelilingi pohon-pohon rindang nan lebat. Terasa teduh dan segar, sangat alami jika dibandingkan dengan panasnya kehidupan kota yang selama ini ditempatinya. Pria itu sesekali ikut memerhatikan daerah sekitar dengan pemandangan alam yang cukup menyejukkan. Meski jalan yang dilaluinya terkadang cukup berhasil membuatnya mengumpat berkali-kali, namun semua itu cukup sepadan dengan pemandangan alam yang bisa dinikmatinya saat ini.   Adam memutar kemudi setirnya ke arah kanan. Dirinya masih mengingat beberapa letak detail arah desa tersebut yang telah ditulis oleh si penulis. Meski si penulis juga perlu mengingat-ingat kembali jalan yang sudah dilaluinya sepuluh tahun yang lalu, namun Adam rasa itu sudah cukup membantu dirinya mencari jalan yang benar. Terlebih tempat-tempat yang dilaluinya ini sangat jarang sekali menampakkan papan arah jalan di sekitar. Adam juga butuh berhati-hati untuk memilih jalan yang benar. Pria itu juga perlu mengingat-ingat kembali arah jalan pulang nantinya jika dirinya tidak ingin tersesat dalam hutan lebat ini.   Satu-satunya harapan pria itu saat ini adalah jangan sampai mobil lamanya ini macet di tempat sesepi tempat yang dilaluinya ini. Bukan karena dirinya tidak bisa memperbaiki mobinya sendiri. Adam merupakan salah satu pria metropolitan yang cukup terampil dalam melakukan perbaikan. Hanya saja akan sangat tidak menyenangkan jika harus berhenti di dalam hutan yang sepi saat malam hari.   Kedua mata Adam memicing kecil ketika pria itu melihat jalan bercabang yang ada di depan jalannya. Sekali lagi tidak ada papan arah penunjuk jalan yang tertulis di sana. Dengan terpaksa pria tinggi itu menghentikan laju mobilnya di sekitar. Dari tempat duduknya saat ini, pria itu menghela napas lelah. Adam terdiam sejenak menatap jalan buntu di depannya. Dirinya melirik ke kanan dan ke kiri di mana jalan itu bercabang. Keduanya sama-sama terlihat begitu sepi di mata adam. Arah mana yang harus dipilihnya saat ini? Adam kembali meraih secarik kertas yang telah disimpannya di dalam dashboard mobil. Sebuah kertas berisi arah penunjuk jalan yang teah diberikan oleh si Penulis itu. Adam kembali meneliti arah-arah jalan yang dilaluinya sejauh ini, dan semuanya terlihat sudah benar. Harusnya jalan yang ditujunya tersisa jalan satu cabang saja lalu dirinya bisa sampai di desa itu. Namun kenyataannya, yang ada di hadapan pria itu sekarang adalah berbeda. Tidak ada papan arah penunjuk jalan, dan tidak ada rumah penduduk satu pun di sekitar tepi hutan ini.   Adam meraih ponsel canggihnya dan membuka boogle map. Berharap tempatnya saat ini terdeteksi dari peta online itu. Namun jangankan tertangkap titik koordinatnya, sinyal saja di tempat itu tidak ada. Sekali lagi Adam menghela napas lelah. Pria itu melempar kesal ponsel canggihnya kembali di atas dashboard mobil.   Adam menyenderkan punggung dan kepalanya pada punggung kursi. Pria itu melepas topi matching-nya dan sekali lagi melemparnya asal ke kursi sebelahnya. Diusapnya kasar wajah tampannya itu dengan kedua tangan. Lalu disambung dengan menyugar rambut panjangnya ke belakang.   Hari sudah semakin gelap dan dirinya kini terjebak di tempat sepi yang sepertinya juga tidak berpenghuni ini. Apakah orang itu telah menipuku? Bagaimana bisa dia menulis alamat dan arah jalan yang sama sekali tidak tertulis dalam peta mana pun. Dan bodohnya aku juga mau saja percaya akan hal itu. Lihat sekarang! Bodoh sekali kau Adam! Umpatan dan gerutuan dari pria itu hanya tertahan dalam kerongkongannya saja. Pria itu terlalu malas untuk sekedar mengeluarkan suara berat dan seksinya karena kebodohannya ini. Yang dilakukan Adam hanyalah meraih botol minumannya yang sudah tersisa setengah dan membuka tutup botolnya. Adam meneguk minuman itu hingga habis, melepaskan dahaga yang sedari tadi sudah ditahannya. Setelahnya, sekali lagi pria itu bersandar santai di tempat duduknya sembari kembali melihat ke sekitar. Diliriknya jam pada dashboard mobilnya. Waktu digital menunjukkan angka 3 sore hari ini.  Namun suasana di luar terlihat seperti lebih gelap dari yang seharusnya.   Adam kembali menoleh ke arah luar jendela dengan malas. Sepertinya pria itu harus memutuskan secepatnya, tetap melanjutkan perjalanan atau lebih memilih pulang saja. Sebelum hari semakin gelap.   Terdengar suara hembusan angin sayup-sayup yang membuat daun-daun pohon di sekitar saling bergesekan. Bagai sebuah nyanyian alam yang seakan ingin menina-bobokkan pria itu dalam rimbunnya hutan di sekitar. Perjalanan yang panjang dan melelahkan membuat Adam merasa ingin menutup mata tajamnya di tempat saat itu juga. Namun kemudian terdengar sebuah ketukan pada pintu di sebelahnya.   Pria itu langsung tersentak kaget. Kedua matanya sontak membuka lebar-lebar. Terkejut sendiri karena tidak menyangka dirinya benar-benar hampir jatuh tertidur sendirian di dalam hutan seperti ini. Adam mengerjap-kerjapkan kedua matanya untuk memfokuskan diri. Diliriknya kembali jam digital yang ada pada dashboardnya. Sudah lebih dari setengah jam dari jam awal ternyata pria itu jatuh tertidur tanpa sadar.   Adam menghela napas kesal. Dalam hati pria itu mengumpati dirinya sendiri yang begitu ceroboh. Terlebih dengan kondisi jendela pintu yang sempat dibukanya tadi. Bagaimana jika ada perampok atau bahkan hewan buas yang datang untuk mencelakainya tadi? Siapapun tidak akan bisa memprediksi apa saja yang bisa terjadi di dalam hutan sepi dan asing seperti ini bukan. Terlalu fokus pada pikirannya membuat pria itu tidak menyadari kondisi di sekitarnya lagi.   Tok! Tok! Tok!   Suara ketukan pintu pada mobilnya itu terdengar kembali. Adam menoleh ke arah samping di mana suara itu berasal dari sisi pintu terdekatnya. Kedua mata pria itu langsung bertatapan dengan mata bulat nan lebar berwarna coklat terang yang tengah menatapnya dengan lurus.   “Astaga!” seru pria itu yang langsung bergerak menjauh dari sisi pintunya. Terkejut melihat mata yang memandangnya begitu dekat itu. Nampak wajah cantik dari seorang gadis kecil yang tengah terdiam memandangnya di depan jendela pintu mobil. Sejenak mereka berdua sama-sama terdiam. Terlebih untuk Adam yang masih begitu terkejut melihat sosok gadis kecil itu tiba-tiba sudah berdiri di sisi mobilnya.   “Kau! Siapa kau?” tanya Adam kemudian. Ditelitinya wajah gadis kecil itu yang menampilkan wajah bulat nan chubbynya yang dihiaskan dengan mahkota rambut panjang bergelombang berwarna coklat gelap. Setengah rambut panjangnya diikat dengan rapi, dengan membiarkan anakan rambut membingkai wajah cantiknya. Terlihat manis dan menggemaskan.   Adam menghembuskan napas lega setelahnya. Berusaha menenangkan kembali detak jantungnya yang sudah terlanjur bertalu lebih cepat baru saja. Pria itu mulai kembali mendekat ke arah sisi pintu mobil untuk mendekati gadis kecil itu.   “Kau sendirian?” tanya pria itu lagi. Adam melongokkan kepalanya untuk melihat ke sekitar gadis itu yang memang tidak ada siapa-siapa lagi. Hanya ada mereka berdua saat ini.   “Di dalam hutan seperti ini? Apa yang kau lakukan sendirian di tempat ini, gadis kecil?” tanya Adam lagi dengan wajah herannya menatap gadis manis itu.   Gadis itu terdiam sejenak menatap Adam dengan wajah polosnya. Lalu kemudian gadis itu memiringkan sedikit kepalanya. “Aku sedang mencari kayu bakar di sini.” jawab gadis kecil itu.   Adam mengerutkan kedua alisnya merasa sangsi dengan jawaban gadis kecil itu. Seorang gadis kecil di dalam hutan? Mencari kayu bakar, sendirian pula? Siapa orang tua tidak bertanggung jawab yang membiarkan hal itu terjadi?! Batin Adam.   Pria itu kembali melongok ke luar ke arah gadis itu untuk melihat ke bawah di mana ternyata memang benar ada seikat kayu bakar di sisi kaki gadis itu.   “Kakak siapa?” tanya gadis itu kemudian. Gadis itu masih menatap Adam dengan raut wajah polosnya. Datar namun tetap menunjukkan rasa penasarannya terhadap kehadiran Adam di tempat ini.   “Kenapa kakak berada di tempat ini?” lanjut gadis itu.   Adam terkekeh lucu mendengar pertanyaan itu. “Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu gadis kecil? Kau siapa? Kenapa gadis kecil sepertimu bisa berada di dalam hutan sendirian seperti ini ha?”   “Aku sedang mencari kayu bakar di sini. Aku sudah menjawabnya tadi.” jawab gadis itu dengan ringan.   Adam menutup bibirnya rapat menatap gadis kecil itu. Ya, tentu saja dirinya mendengar alasan gadis itu ada di sini sebelumnya. Tapi tetap saja, kenapa?! Ah sudahlah.   Adam berdeham kecil lalu melipat satu tangannya di sisi pinggiran jendela dan menumpukkan dagu di sana. Pria itu kini membayar atensi lebih pada gadis asing itu.   “Aku tahu kau sedang mencari kayu bakar di sini. Tapi kenapa?”   “Apa kakak sedang bertanya kenapa orang-orang mencari kayu bakar di hutan?” beo gadis kecil itu dengan wajah herannya. “Bukan itu maksudku. Tapi kenapa kau hanya mencari sendirian? Tidak adakah seseorang yang menemanimu pergi? Kau tahu, hutan itu terlalu berbahaya untuk gadis kecil sepertimu, nak.”   “Tapi tidak ada seorang pun yang mau ikut menemaniku pergi ke hutan.” jawab gadis itu. Adam tertegun mendengarnya.   “Di mana orang tuamu?”   “Tidak ada.”   “Saudara-saudaramu yang lain?”   Gadis itu menggeleng pelan. Dari situ Adam mulai mengerti kondisi gadis itu saat ini. Gadis kecil itu telah hidup sebatang kara. Kasihan sekali.   “Kalau begitu, bagaimana dengan rumahmu? Di mana rumahmu, gadis kecil.”   “Mommy dan Daddyku bilang, aku tidak boleh mengatakan alamat rumahku pada orang asing.”   “Baguslah. Harusnya mommy dan daddymu juga mengatakan kalau kau tidak boleh berbicara dengan orang asing sepertiku kan? Kau sudah melanggar larangan mommy dan daddymu. Apa salahnya kalau kau melanggar satu larangan lagi hm?”   Gadis itu terdiam di tempat. Nampaknya gadis itu tengah memikirkan ucapan Adam yang dirasanya konyol itu. “Apa kau ingin mengajakku melanggar semua larangan yang dikatakan mommy dan daddyku?”   “Tidak, tidak. Bukan itu maksudku.” Adam merasa serba salah jadinya. Pria itu tidak bermaksud menyuruh gadis itu berlaku demikian. Adam hanya ingin bertanya di mana gadis itu tinggal. Mungkin saja dia bisa mengantar gadis itu pulang sekaligus juga bertanya mengenai desa yang tengah dicarinya itu. Namun setelah mendengar bahwa gadis itu telah kehilangan orang tuanya, hati Adam menjadi terenyuh. Lebih baik dirinya mengantar gadis itu pulang saja.   “Begini, aku tidak bermaksud buruk padamu. Apa yang dikatakan orang tuamu itu adalah benar, gadis kecil. Maafkan aku. Aku hanya ingin bertanya di mana alamat rumahmu, karena aku bermaksud ingin mengantarmu pulang. Kau lihat? Hari sudah semakin gelap, dan kau, seorang gadis kecil berada sendirian di dalam hutan akan sayang berbahaya sekali, Dear.”   “Jadi kau ingin mengantarku pulang?”   “Ya, kalau kau baik-baik saja dengan itu.” jawab Adam dengan ringan. Senyum gadis itu mulai melebar. Begitu juga dengan Adam yang akhirnya ikut tersenyum melihat senyum manis gadis itu.   “Baiklah.” jawab gadis itu kemudian.   “Bagus. Ayo masuk ke dalam mobil. Aku akan mengantarmu pulang.” ajak Adam. Segera gadis itu berlari kecil menuju pintu di sisi seberang Adam. Dan lalu membukanya. Adam memastikan gadis itu telah duduk manis di sampingnya, dengan sealtbelt terpasang dengan benar. Baru kemudian pria itu mulai melajukan mobilnya kembali.   “Oh, jadi di mana kita harus pergi, gadis kecil?” tanya Adam yang teringat kembali jalan bercabang yang harus dipilihnya. Gadis itu menunjuk ke arah kiri dengan satu tangan kecilnya.   “Ke sana!”   Adam mengangguk mengerti. “Baiklah. Ayo kita pergi!” diarahkannya mobil itu menuju jalan yang mengarah ke arah kiri sesuai petunjuk gadis kecil itu.   “Jadi siapa namamu, gadis kecil?” tanya Adam di sela perjalanan mereka.   Gadis kecil itu menoleh ke arah Adam dengan senyum kecilnya. Mata bulat gadis itu memandang lurus ke arah Adam yang terlihat fokus dengan jalanan di depan.   “Imelda. Namaku adalah Imelda.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN