“Papa dengar Keizaro akan pindah negara, apakah itu benar, Aileen?” Tanya ayahnya ketika mereka sedang duduk bersama di meja makan untuk sarapan pagi.
Aileen mengangkat pandangannya lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan.
Baru kemarin malam Keizaro mengatakan jika dia akan pindah, tapi pagi ini ayahnya sudah mendapatkan kabar itu.
“Apa? Kenapa dia pindah? Dia akan pergi kemana?” Tanya Aruna sambil menatap Aileen dengan pandangan nyalang.
Aileen menarik napasnya dengan pelan. Kenapa ayahnya harus membahas tentang Keizaro di tempat ini? Aileen malas jika harus berurusan dengan Kakaknya yang menyebalkan itu.
Entah kenapa Aruna selalu ingin ikut campur jika mereka sedang berbicara tentang Keizaro.
“Aku masih belum tahu dia akan pergi kemana” Kata Aileen.
“Apa? Tidak mungkin seperti itu! Selama ini kamu selalu tahu segala hal mengenai Keizaro. Aileen, apakah kamu berusaha menyembunyikan hal ini dariku?” Aruna meletakkan sendok dan garpu dengan kasar sehingga terdengar bunyi dentingan yang memekakkan telinga.
Aileen menatap Kakaknya dengan malas. Kenapa Aruna malah marah-marah? Memangnya dia pikir dia siapa sehingga Aileen harus selalu melaporkan segala hal kepadanya?
“Tolong jangan menggangguku, aku ingin sarapan dengan tenang pagi ini” Kata Aileen sambil berusaha untuk tetap fokus dengan sarapannya.
Seperti biasanya, Aruna akan mengacaukan segalanya. Tidak bisakah Aruna menahan diri? Aileen lelah dengan semua keributan yang dibuat oleh kakaknya itu.
“Jadi kamu menganggapku sebagai pengganggu? Apa-apaan kamu, Aileen?”
Aileen menarik napasnya dengan pelan. Sampai kapan dia harus menahan diri? Kenapa Aruna sangat suka membuat orang lain merasa kesal?
Sehari tanpa membuat masalah, apakah akan membuat Aruna mati kehabisan udara?
“Kalau kamu tidak mau dianggap seperti itu, tolong diamlah, Kak.. aku sedang ingin sarapan dengan tenang” Kata Aileen sambil mencoba untuk tetap tersenyum.
Sekalipun sedang menghadapi keadaan yang sangat menyebalkan, Aileen tetap berusaha untuk tersenyum. Bagi Aileen, sekalipun keadaan sedang sangat menyebalkan, dia harus tetap tersenyum agar semuanya jadi sedikit lebih baik.
Bukan sekali dua kali lagi Aileen merasa kesal dengan tingkah kakaknya, tapi dia akan tetap berusaha untuk tersenyum.
“Apa? Berani-beraninya kamu mengatakan hal itu kepadaku! Apakah kamu lupa kalau aku adalah kakakmu?”
Aileen menarik napasnya dengan pelan. Kapan Aileen melupakan fakta menyebalkan itu? Sampai kapanpun, sekalipun Aileen ingin, Aileen tetap tidak akan bisa melupakan fakta jika perempuan menyebalkan itu adalah kakaknya.
“Aruna diamlah. Jangan membuat masalah di pagi hari seperti ini” Kata ibunya.
Aileen menatap ibunya sambil menggeleng pelan.
Tidak, Aileen tidak ingin ibunya masuk ke dalam masalah antara dia dan kakaknya. Selama ini ibunya selalu berusaha untuk tetap adil dengan tidak membela siapapun, Aileen ingin ibunya tetap melakukan hal yang sama.
Aileen tahu kalau ibunya selalu berada di keadaan yang sulit ketika dia melihat anak-anaknya sedang berdebat. Aileen tidak ingin mempersulit ibunya.
“Mama, kenapa Mama terus menyalahkan aku? Aku ingin tahu kenapa Keizaro pindah secara tiba-tiba. Apakah salah jika aku bertanya?” Aruna menatap ibunya dengan kesal.
“Jangan membuat keributan, Aruna” Kata ayahnya.
Aileen menatap Adeline yang tampak menyuapkan makanan ke mulutnya dengan sangat lahap. Adiknya itu sama sekali tidak peduli jika di meja makan ini sedang ada perdebatan yang cukup menyebalkan.
Ah, apakah sebaiknya Aileen melakukan hal yang sama seperti yang Adeline lakukan?
“Papa, Papa juga menyalahkan aku? Kenapa semua orang selalu membela Aileen?”
Aileen menatap kakaknya sambil mengernyitkan dahi. Apa-apaan ini? Memangnya siapa yang membela Aileen? Kedua orang tuanya hanya sedang berusaha untuk menjaga keadaan agar tetap kondusif. Lagipula, Aileen juga tidak tahu kenapa Keizaro pindah secara tiba-tiba. Apakah Aruna pikir, Aileen harus selalu memiliki jawaban untuk setiap pertanyaan yang dia ajukan?
“Aku akan sarapan dengan temanku saja. Sepertinya aku sedikit terlambat pagi ini. Ayo, Adeline!” Kata Aileen sambil bangkit berdiri.
Aileen tidak ingin terlibat perdebatan di pagi hari seperti ini. Mungkin akan lebih baik jika Aileen menghindar dan segera pergi dari ruang makan.
Adeline menolehkan kepalanya dan menatap Aileen dengan pandangan protes.
Sarapan di piring Adeline masih tersisa setengahnya. Adeline pasti kesal karena Aileen mengganggu sarapannya. Tapi mau bagaimana lagi? Aileen tidak tahan duduk di ruangan yang sama dengan Aruna. Kadang, kakaknya itu bersikap seolah mereka adalah musuh yang harus saling menjatuhkan satu sama lain. Hanya karena masalah kecil, Aruna terus saja membuat keributan dengan Aileen. Astaga, siapa yang tahan berada di sekitar wanita itu? Dia seperti ular beracun yang terus mengeluarkan kalimat menyakitkan dan menyebalkan.
Oh, sepertinya Aileen terlalu berlebihan karena dia menyamakan kakaknya dengan binatang berbisa itu.
“Aileen..” Kata ibunya sambil menahan lengannya.
Aileen menutup matanya sejenak. Sejak malam Aileen tidak makan dengan benar. Ketika dia mendengar jika Keizaro akan pindah ke luar negeri, Aileen tidak nafsu makan. Kemarin malam, ketika Aileen makan malam bersama dengan pemuda itu, Aileen juga hanya makan sedikit. Rasanya sangat sulit menelan sesuatu ketika dadanya sedang sesak.
Memikirkan tentang kepergian Keizaro membuat Aileen merasa sangat sedih. Mereka tumbuh bersama sejak belasan tahun lalu, tapi sekarang mereka akan tinggal berjauhan. Aileen tidak siap akan hal itu.
“Aku akan makan bersama dengan temanku, Mama. Tolong, jangan menahanku, suasana hatiku sedang tidak baik sekarang..” Kata Aileen dengan pelan.
Biasanya ayahnya marah jika ada yang meninggalkan meja makan sebelum sarapan selesai, tapi kali ini ayahnya hanya diam sambil menganggukkan kepalanya seakan dia mengizinkan Aileen untuk meninggalkan ruang makan lebih awal.
Aileen menghembuskan napasnya dengan pelan.
“Baiklah kalau begitu. Berjanjilah untuk makan dengan benar, Aileen” Kata ayahnya.
Aileen menganggukkan kepalanya.
“Aku janji” Jawab Aileen sambil melangkah keluar dari ruang makan.
Sebenarnya Aileen masih bisa mendengar Aruna yang menggerutu karena merasa kesal, tapi Aileen memilih untuk mengabaikannya. Jika Aileen berbalik dan membalas gerutuan Aruna, maka semuanya akan semakin panjang. Perdebatan ini tidak akan berakhir dengan mudah karena Aruna pasti tidak akan diam sebelum dia mendapatkan jawaban yang dia inginkan.
Masalahnya, Aileen memang benar-benar belum tahu kenapa Keizaro memilih pindah negara.
Sudahlah, biarkan saja Aruna merasa kesal, Aileen tidak peduli akan hal itu.
“Tumben sekali Papa membiarkan kita pergi sebelum sarapan selesai” Kata Adeline ketika mereka berdua duduk di dalam mobil terbang.
Aileen memejamkan matanya, dia merasa sangat letih karena selain tidak makan dengan benar, Aileen juga tidak tidur dengan baik. Aileen terus memikirkan Keizaro yang akan segera pergi jauh dari hadapannya. Ah, pria itu memang sangat menyebalkan. Untuk apa juga dia meninggalkan negara ini? Apa yang dia cari di luar negeri?
“Aileen, jangan melamun seperti itu! Kamu terlihat seperti orang gila jika hanya diam sambil menatap dengan pandangan kosong” Kata Adeline.
Aileen menolehkan kepalanya lalu menatap Adeline dengan kesal. Adiknya itu memang sangat suka merusak suasana dengan kalimatnya yang begitu menyebalkan.
“Adeline, hari ini kamu bisa berangkat menggunakan mobilku. Aku akan pergi memakai taksi..” Kata Aileen sambil meminta sopirnya untuk menghentikan mobil mereka.
“Kamu akan pergi kemana?” Tanya Adeline.
“Aku ingin menemui Eros dan Ethan. Jangan khawatir, Papa tidak akan tahu kalau aku menemui mereka..” Kata Aileen dengan pelan. Aileen harap hanya Adeline saja yang mendengarkan kalimatnya karena jika sopirnya ikut mendengar, maka Aileen pasti akan mendapatkan masalah besar.
“Apakah kamu sudah gila?” Tanya Adeline.
“Mungkin?” Aileen menatap Adeline dengan pandangan ragu.
Entahlah, Aileen tiba-tiba memikirkan dua pemuda itu dan Aileen rasa akan lebih baik jika dia datang menemui Eros dan Ethan.
***
Aileen melangkahkan kakinya menuju ke tangga jembatan.
Jika Aileen turun, maka Aileen akan langsung masuk ke pemukiman orang tanpa kasta. Sebenarnya Aileen bisa saja melakukan hal itu, tapi dia mengurungkan niatnya. Aileen takut kalau harus turun sendirian. Dia masih mengingat dengan jelas bagaimana kejadian saat dia tersandung dan akhirnya jatuh dari tangga.
Aileen menatap ratusan rumah sederhana yang dibangun di bawah jembatan. Menurut informasi dari Eros, ada sekitar 200 keluarga yang tinggal di pemukiman ini.
Dunia berubah menjadi tempat yang begitu mengerikan ketika pemerintah menetapkan kebijakan baru puluhan tahun yang lalu. Manusia yang masih tersisa setelah perang dunia dibagi menjadi tiga kasta yang berbeda. Tiga kasta yang diatur berdasarkan status ekonomi mereka. Bagi orang-orang yang tidak masuk ke dalam klasifikasi salah satu dari tiga kasta tersebut, harus diasingkan dan hidup tanpa kasta. Mereka tidak lagi diakui sebagai penduduk di dunia ini karena mereka tidak memiliki kartu identitas dan juga kewarganegaraan.
Aileen dengar, beberapa kali orang tanpa kasta melakukan pemberontakan terhadap pemerintah, tapi tidak ada satupun yang berhasil. Setelah pemberontakan ditumpas oleh pemerintah, kehidupan mereka akan menjadi semakin sengsara. Oleh sebab itu, sudah hampir 50 tahun berlalu, orang tanpa kasta sama sekali tidak melakukan pemberontakan lagi. Mereka memilih diam. Memilih tunduk dan menerima semua perlakuan buruk dari pemerintah dan penduduk kota.
Aileen menolehkan kepalanya ketika dia mendengar suara langkah kaki yang perlahan mendekat.
Begitu tubuh Eros muncul di balik tangga jembatan, Aileen buru-buru tersenyum dan berjalan mendekati pemuda itu.
“Hai..” Kata Aileen sambil tersenyum.
“Aileen? Kamu sudah datang?” Tanya Eros sambil menatapnya.
Aileen menganggukkan kepalanya. Ini masih sangat pagi, wajar jika Eros terkejut ketika pemuda itu melihatnya. Biasanya Aileen akan datang ke sini setelah jam makan siang.
“Iya, aku sudah datang. Dimana Ethan? Apakah ayahnya sudah baik-baik saja?” Tanya Aileen.
“Aku di sini, Aileen. Tunggu sebentar!” Terdengar suara Ethan dari bawah jembatan.
Beberapa detik kemudian Ethan muncul di balik tangga jembatan. Pemuda itu menatapnya sambil tersenyum ceria.
“Ethan, bagaimana keadaan ayahmu? Apakah dia sudah sembuh?” Tanya Aileen.
Ethan menganggukkan kepalanya dengan semangat. Pemuda itu terlihat sangat senang hari ini.
“Alika merawatnya dengan sangat baik. Aku dengar, kemarin kamu bertemu dengan Alika. Apakah itu benar?” Tanya Ethan.
“Iya, itu benar. Tapi aku rasa dia tidak terlalu menyukaiku” Kata Aileen sambil tersenyum masam.
Aileen memang tidak bisa memaksa orang lain untuk selalu menyukainya.
“Begitu, ya? Alika memang seperti itu. Dia tidak menyukai semua wanita yang dekat dengan Eros” Kata Ethan sambil tertawa.
“Apa yang kamu katakan, Ethan?” Eros menatap Ethan dengan kesal.
“Ah, jadi begitu? Kurasa dia menyukai Eros” Kata Aileen sambil menatap Eros yang tampak kesal saat ini.
“Sudah, jangan menggoda Eros. Dia akan marah padaku” Kata Ethan.
Aileen tertawa sambil menganggukkan kepalanya. Sepertinya Eros memang terlihat marah saat ini.
“Ayo, ikutlah denganku.. hari ini aku tidak berangkat bekerja, aku jalan-jalan dengan kalian. Mari datang ke kota bersamaku” Kata Aileen dengan tiba-tiba.
“Apa?” Ethan tampak terkejut dengan kalimat yang dikatakan oleh Aileen.
“Apakah kamu sudah gila?” Tanya Eros.
“Bukan hanya kamu yang mengatakan jika aku gila. Beberapa menit yang lalu Adeline mengatakan hal yang sama seperti yang kamu katakan. Tapi, untuk hari ini saja.. tidak bisakah kalian datang ke kota bersamaku? Aku sedang merasa sedih..” Kata Aileen dengan pelan.