Talisha Aprillya sedang berjalan untuk pulang dari kerja yang panjang dan melelahkan, setelah lift terbuka tiba-tiba dia menerima telepon dan ternyata itu dari polisi. Lisha sempat mengernyitkan keningnya bingung, bertanya-tanya dalam hati untuk apa pihak polisi menelponnya. Namun, dia tetap mengangkat telepon itu
"Hallo. Apakah ini dengan Nona Talisha Aprillya? " tanya seorang pria, di seberang telepon.
"Ya, ini aku Talisa." jawab Lisha dengan ragu.
"Teman-temanmu, Reza dan Rosa telah ditangkap karena dicurigai kasus prostitusi. Mereka berdua bersikeras bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang sedang berkencan di sebuah hotel. Bisakah anda ke kantor polisi dan bersaksi bahwa mereka memang benar-benar pasangan, sehingga saya bisa membiarkan mereka pergi. "
Berita mengejutkan itu membekukan tubuh Lisha hingga ke titik dimana dia tidak bisa menggerakkan satu otot pun. Pikirannya berjuang keras untuk membentuk sebuah kalimat. Namun nihil dia tidak dapat berkonsentrasi pada hal lain yang harus dikatakannya pada petugas itu. Dia tidak menyadari bahwa dia telah menutup telepon pada polisi dan entah bagaimana ia berhasil naik taksi untuk segera pergi menuju kantor polisi. Memastikan bahwa itu semua tidaklah benar.
Ketika dia tiba di kantor polisi. Dengan satu lirikan, dia mengenali pria dan wanita yang tengah duduk bersama di ruang tunggu. Pria itu adalah pacarnya, Reza. Dan yang duduk di sebelahnya adalah temannya, Rosa. Mereka saling bersandar layaknya pasangan yang sedang di mabuk asmara, sesekali tertawa bahagia.
Dengan tangan yang mengepal kuat, terlihat kemarahan yang mendidih di mata Lisha. Jika ini adalah sebuah film maka akan terlihat mata hazel milik Lisha menyala seperti api. Lisha berjalan ke arah mereka. Satu langkah pada satu waktu, kakinya terasa berat, seperti ditimpa besi yang kuat. Padahal kenyataannya adalah berat untuk menerima sebuah kenyataan yang begitu pahit ini.
Mata Rosa adalah orang pertama yang menangkap keberadaan Lisha. "Aku benar-benar minta maaf, Lisha..." Rosa meminta maaf, namun tatapannya tidak ikhlas, membuat Lisha ingin sekali menjambak rambutnya dengan kasar.
Reza membalikkan badan dan melihat pacarnya berjalan ke arah mereka. Tanpa berpikir, secara spontan Reza mendorong Rosa menjauh dan berdiri dengan terburu-buru, sebelum Lisha bahkan bisa mengatakan apa-apa. "Hai Lisha," sapa Reza dengan senyum malu-malu. Senyum yang menurut Lisha sangatlah memuakkan, harusnya dia tidak usah memasang senyum yang menjijikan seperti itu.
Reza tertangkap basah, berselingkuh dengan wanita lain tapi masih bisa menunjukkan ekspresi wajah seperti itu. "Bagaimana rasanya ketika petugas polisi menuduh anda sebagai p*****r? Jika saya tahu apa yang sebenarnya terjadi, saya tidak akan pernah datang kesini untuk menemui kalian." Lisha menghapus air mata dari matanya yang memerah, disitu tergurat penuh kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. Di khianati oleh dua orang terpenting yang ada di kehidupannya, bagaimana rasanya?
Mereka cukup memiliki keberanian untuk memanggil polisi dan meminta Lisha agar menjadi saksi dan menyelamatkan mereka, Lisha merasa muak. Sepertinya, mereka memang pantas mendapatkan apa yang telah mereka perbuat. Dan untung saja, polisi memanggilnya. Jika tidak, mungkin sampai kapanpun Lisha tidak akan mengetahui perselingkuhan diantara keduanya.
"Ya, aku tidur dengan Rosa. Jadi kenapa?" ujar dan tanya Reza.
Setelah mendengar pengakuan itu, Lisha merasa pusing dan hatinya seperti di tancap pisau ribuan kali lalu seperti sengaja ditenggelamkan di dasar samudera. Lisha kini sedang berjuang untuk menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak Luruh ke lantai. Reza mendekatinya untuk membantu, tetapi dengan gerakan cepat Lisha menepis kasar dan mendorongnya menjauh seolah dia tidak ingin menyentuh sesuatu yang kotor dan menjijikan.
"Pergi saja, jauhi aku!"
Reza terkejut dengan kosakata pacarnya. "Lisha," gumamnya dan akhirnya berubah menjadi nada yang lebih lembut, "Lupakan gadis-gadis lain, aku hanya memuaskan nafsuku saja agar tidak merusak dirimu Lisha kau lah satu-satunya yang aku cintai, satu-satunya ingat itu!"
Kata-kata Reza memicu kecemburuan Rosa. Tetapi dia berpura-pura mengerti dan mencoba membujuk Lisha dengan suara lembut nya. "Dia benar Lisha. Kamu dan Reza ditakdirkan untuk bersama nantinya. Aku tidak pernah bisa mencuri dia darimu dan juga~"
"Diam!" Lisha dengan keras memotong ucapan Rosa, Lisha menggertakkan giginya tanda ia marah dan kesal.
"Kau tidak punya hak untuk mengatakan apa-apa, kau p*****r yang tak tahu malu. Kita bukan lagi teman, aku kecewa padamu, Rosa."
"Lisha, tolong jangan katakan itu padaku... " Rosa memohon dengan nada sedih sementara matanya mendelik dan mengisyaratkan kemenangan, dengan kikuk mengungkapkan rasa puas diri dan kesombongannya.
Hmm, Jika bukan karena sebuah kecelakaan, dia tidak akan pernah berteman dengan seorang wanita seperti Lisha. Sekarang dia telah menyelesaikan apa yang telah dia rencanakan, membuat upaya ekstra itu tampak tidak perlu. Karena baru begini saja Lisha sudah menyerah untuk mencintai Reza.
"Lisha, jangan seperti itu!" ujar Reza, "Aku sudah berjanji bahwa aku hanya akan mencintaimu dan menikahimu. Apa lagi yang kau inginkan lagi?"
"Menikah dengan cinta? Maksudmu tidur dengan wanita lain dan membohongiku sepanjang waktu? Maaf, tapi aku tidak akan tahan untuk cinta seperti itu, Reza!"
"Apakah selama ini tidak cukup menunjukkan bahwa aku hanya mencintaimu?"
"Itu tidak cukup! Cinta membutuhkan kesetiaan. Tetapi kamu jelas tidak setia padaku!"
Reza tertawa terbahak-bahak karena dia mendengar perkataan Lisha yang lucu dan sama naifnya seperti bayi yang baru lahir.
"Lisha, aku putra sulung dan satu-satunya putra ibu ku, Erlin William. Kau tahu marga William kan? Aku tidak akan pernah memiliki hanya satu wanita di sisiku. Tidak peduli apakah aku lajang atau sudah menikah. Apakah kau mengerti sekarang?"
"Kau harus belajar untuk menerima itu sebelum kita menikah, lebih cepat lebih baik."
"Tetapi tempat istriku hanya akan dibiarkan untukmu. Wanita lain akan datang dan pergi, tetapi posisimu tidak akan pernah berubah."
Rosa mendelik bagaimana bisa Reza terdengar romantis dan terlihat menawan dengan kata-katanya. Reza menunggu Lisha tergerak oleh kata-katanya, dan segera melompat ke pelukannya, ia memasang senyum manisnya kala Lisha berjalan lebih dekat ke arah nya.
Namun, tamparan yang sangat keras mendarat di pipi kanan Reza. Setelah itu Lisha berlari pergi meninggalkan mereka berdua di kantor polisi. Biarkan mereka yang mengurus semuanya, Lisha tidak akan pernah peduli lagi. Lagi pula Reza memiliki cukup banyak uang untuk membebaskan dirinya sendiri.
***
"Reza, aku merasa kedinginan." Rosa tersenyum dan melanjutkan rayuannya, mencoba memikat binatang buas agar menerkamnya. Suaranya memiliki kelembutan yang tak seorang pun laki-laki dapat menolaknya.
Reza memeluk pinggang Rosa posesif dan berkata, "Ayo masuk ke dalam mobil dan aku akan menghangatkanmu."
beberapa menit yang lalu Rosa dan Reza dinyatakan bebas karena dengan akal Reza yang sangat licik, tentu semuanya dibantu dengan uang.
Untuk masalah Lisha, Reza yakin setelah amarah Lisha mereda. Lisha akan kembali lagi ke dalam pelukannya, Reza begitu yakin jika Lisha tidak dapat hidup tanpanya.
Tidur dengan wanita menurut Reza sangatlah mudah. Kaya dan tampan tentu saja di zaman sekarang ini akan sangat mudah.
Namun tetap dihatinya Lisha adalah cintanya. Meskipun dia sempat ingin memiliki Lisha seutuhnya, tapi dia kembali berperang dengan pikirannya dan menolak pikiran duniawinya untuk tidur bersama Lisha karena dia ingin, Lisha sendiri lah yang menyerahkan badan itu pada dirinya.
Meskipun mereka baru bersama selama satu tahun, Lisha telah memberinya cinta yang tulus. Mengguncang dirinya hingga mengalami pengkhianatan yang mengejutkan dari pacar dan sahabatnya pada waktu yang bersamaan. Dengan linglung, akhirnya Lisha pergi ke sebuah Bar untuk menenggelamkan kesedihannya dengan alkohol.