"Thank you sir, Diamond Secret will do their best until the time comes." Layla tersenyum membalas jabat tangan para klien nya.
"You're welcome miss, we put our trust in you, especially in you." Balas client tersebut.
Jabatan tangan mereka terlepas saling melempar senyum sopan.
"Baiklah, mereka akan mengantar kalian untuk kembali ke hotel. Semoga pelayanan dari kami memuaskan kalian semua."
"Tentu."
"Ayo antar mereka." Perintah Layla.
"Baik Presdir. Come'on Sir." Maria membuka pintu ruang meeting, tersenyum melirik para karyawan yang menunggu hasil nya.
"Sekali lagi, terima kasih Tuan." Kata Layla kembali berterima kasih saat klien dari Dubai Alibata ingin keluar.
"Your welcome miss." Balas mereka.
Layla kini beralih menatap Maxi yang tengah bersama kedutaan negara mereka, ia juga mengucapkan banyak terima kasih karena telah membantu Diamond Secret.
"Ini adalah kebanggaan negara juga, jadi kenapa harus sungkan. Seharus nya kami yang berterima kasih karena telah mengabari kami, dan lagipula kerja sama ini semakin mempererat tali persahabatan dua negara." Kata salah satu perwakilan dari kedutaan Negara E.
"Sama-sama sir. Mari kami akan mengantar ke depan, kalau perlu kalian bisa ikut makan malam nanti bersama kami." Kata Layla
"Tentu."
"Mari Tuan." Kata Maxi dan Robert yang mendahului mereka.
Mereka mengantar para klien keluar dari gedung, Layla dan lain nya memberikan bow melihat mereka memasuki mobil.
Layla berbalik menatap karyawan nya, "Persiapkan tenaga kalian, ini akan sangat menguras tenaga dan juga butuh ketelitian kalian." Kata nya di sambut oleh tepuk tangan yang meriah.
"Maria, siapkan tempat dan jemput mereka makan malam nanti."
"Baik Presdir." Kata Maria.
Layla mengangguk. "Maxi ikut keruanganku sebentar." Pinta nya di anggukan dari pria paruh baya itu.
Mereka kembali keruangan masing-masing, begitu juga Layla yang tengah berjalan ke ruangan nya, disusul oleh Maxi.
Sedangkan Maria tengah mengerjakan tugas yang diberikan Layla pada nya.
"Paman duduklah." Kata Layla segera duduk di sofa nya.
"Ada apa nak," Tanya Maxi sampai helaan nafas terdengar dari wanita di hadapan nya itu.
"Aku ingin menghentikan pencarian mereka." Maxi diam. "Mungkin benar, jika sudah saat nya aku berhenti berharap yang tak pasti."
"Kau yakin?"
Layla menunduk kembali menghela nafas, Maxi tau tidak berat untuk merelakan sesuatu yang sudah ia perjuangkan selama 17th pencarian.
Pria itu meraih tangan wanita yang sudah dianggap anak nya sendiri. Tangan Maxi terangkat mengusap air mata Layla yang kembali menetes, ia bisa melihat ada ketidak relaan dimata wanita itu.
"Kalau itu yang kau inginkan, aku akan meminta mereka untuk menghentikan pencarian." Layla mengangguk ragu. "Baiklah, aku mempersiapkan sesuatu dan kita akan ke tempat mereka. Ingat nak, dimanapun mereka, mereka berada di hatimu saat ini." Maxi menepuk lengan Layla kemudian berdiri berjalan keluar.
"Ini sudah yang terbaik Lay, sudah seharus nya kau melakukan ini semua sejak 17th lalu dan merelakan mereka agar bisa tenang." Layla mengusap wajah nya kasar, lagi-lagi menghela nafas kasar.
Di tempat lain, Maria yang keluar dari mobil ingin masuk ke restoran berhenti ketika mata nya menangkap seseorang yang sedikit asing di mata nya.
Wanita itu memiringkan kepala tak yakin, "Mana mungkin orang yang dinyatakan meninggal 17th lalu berada di restoran ini, itu mustahil Maria." Monolog nya berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Tap, Maria berbalik saat pundak nya di tepuk.
"Dokter Andreas, sedang apa disini?" Tutur Maria pada dokter sekaligus teman Layla itu.
"Kau ingin lucu sekali." Ucap Dokter Andreas tertawa.
"Apa?" Alis Maria terangkat bingung, lebih tepat nya dia menjadi lola ketika berhadapan dengan pria tampan seperti Dokter Andreas.
Dokter Andreas memasukkan kedua tangan di kantong celana nya, ia melihat sekitaran mereka. "Ini dimana?" Tanya nya menatap Maria.
Wanita di hadapan nya kini tersadar ingin menepuk kening nya merasa bodoh, mendongak menatap Dokter Andreas yang menahan tangan nya.
"Nanti sakit."
Oh come'on ini tidak baik untuk jantung nya. Maria segera menarik tangan nya, "Maaf Dokter, aku permisi." Pamit nya dan segera berlalu.
"Tapi… " Dokter Andreas mendengus kesal, kesempatan nya untuk dekat malah hilang.
Di toilet restoran Maria membasuh wajah nya, menatap pantulan dirinya di cermin.
"Lihat derajatmu Maria kau siapa dia siapa, jangan terlalu berkhayal. Lagipula kau sedang mengikuti kencan buta kan, jadi fokus padanya saja." Maria menghirup udara lalu menghembuskan nya pelan, kemudian berjalan keluar untuk melakukan tugas nya.
•
•
•
Pukul Sembilan malam Layla belum kembali, sedangkan Maxi dan Maria sudah berada di mansion satu jam lalu.
Helena yang masih terjaga sedikit terkejut melihat Leo berada di tangga, mata pemuda itu menatap pintu masuk.
Ia tersenyum menghampiri Leo, "Sedang apa?" Leo menoleh padanya. "Kau lapar?" Tanya nya lagi yang mendapat gelengan.
"Apa dia selalu pulang selarut ini," Tanya Leo. Entahlah, perasaan nya mengatakan jika dirinya mengkhawatir wanita berwajah mungil itu.
"Kata Maria, mereka kembali menandatangani proyek baru, mungkin dia ingin merayakan keberhasilan nya sendiri dengan minum di bar. Kau mengkhawatir nya?"
Leo menggeleng cepat. "Tidak siapa bilang, biasa saja. Aku hanya… "
"Dengan seperti ini pun, kau tak perlu menjawab nya." Leo menunduk malu. "Sudah lah dia pasti akan pulang, kalaupun tidak Nona pasti menyewa…"
"Pria?"
Helena menepuk-nepuk pundak Leo dan segera ke kamar.
Melihat kepergian Helena, perasaan kesal tiba-tiba saja timbul, ia pun berjalan ke dapur ingin mendinginkan kepala nya.
Uhuk… uhuk… Leo terbatuk-batuk melihat Layla berada di belakang nya ketika dirinya berbalik.
Pemuda itu berjalan mundur saat Layla berjalan mendekati nya pelan,
"No-nona kau…"
"Minggir, gelas nya di belakangmu."
Mendengar itu, Leo dengan cepat menggeser sedikit jauh dari Layla. Mata nya tak lepas dari gerak-gerik Layla, yang tengah menahan mual.
"Ka-kau mabuk?" Tanya Leo memberanikan diri, namun segera membuang pandangan nya saat mendapat tatapan dari Layla.
Layla meletakkan gelas nya kemudian berjalan ke arah Leo yang tengah berdiri di pojok, ia memang minum tapi tidak sampai mabuk. Pemberitahuan saja, kalau Layla seorang peminum yang kuat.
Wanita itu semakin mendekatkan dirinya pada Leo, ia bisa melihat wajah panik dari pemuda itu.
Bugh!
Wajah panik Leo memerah dengan mata melotot, ia melirik wajah Layla yang berada di d**a bidang nya dengan dengkuran halus.
Kedua tangan menangkap tubuh Layla, menahan nya agar tak jatuh. Dan mau tak mau, dia harus membopong Layla ke kamar nya.
Tak jauh dari dapur, Helena, Maria dan Maxi menatap Layla bingung. Kok bisa pingsan, pikir mereka.
"Maxi jangan, biar kan anak itu yang membawa nya." Kata Helena menahan Maxi yang ingin membantu Leo.
"Benar Paman, para penjaga juga berada di luar mansion." Timpal Maria, ia yakin wanita itu tengah mengerjai Leo.
"Baiklah."
Kembali ke Leo, ia sejenak berhenti di lantai dua menghela nafas kasar.
"Nona, kenapa kau berat sekali. Seperti nya dosa mu terlalu banyak dengan kau bermain dengan pria tanpa status yang jelas."
'Sialan anak ini, dia meledekku atau apa sih.' Batin Layla mendengar keluhan Leo yang tengah kesusahan membawa nya ke lantai atas.
Leo kembali melangkah menaiki tangga dengan nafas memburu, "Tapi tak apa, aku membantumu sebagai permintaan maaf atas semua perkataanku yang terdengar emm… seperti itulah." Ia menghirup udara sebanyak-banyak nya ketika kaki nya menggapai tangga terakhir.
Langkah kaki Leo sudah lemas menuju kamar Layla, ia sedikit kesusahan membuka pintu kamar wanita itu. Melihat apa yang dia cari berada di hadapan nya, ia segera melangkah lebar membaringkan Layla pelan, menarik lengan nya agar terlepas.
Namun lelah nya belum redah, jantungnya kembali berdetak dua kali lebih cepat, begitu Layla meraih leher nya dan menarik nya lalu berputar membuat nya berada dibawah wanita yang tengah tersenyum miring membuka mata nya.
"Ka-kau…" Hufff… Leo memejamkan mata ingin mual begitu alkohol menusuk indra penciuman nya.
"Dasar anak muda, bisa-bisa menghinaku seakan seorang jalang." Racau Layla menekan kening Leo yang membuka mata. "Kenapa menatapku seperti itu, ingin melakukan apa yang kau katakan waktu itu." Layla mendekatkan wajah nya, "Membuat ku menjerit memanggil namamu. Bagaimana?"
Glek! Leo menelan ludah nya kasar, "Maafkan aku Nona." Kata nya membalikkan keadaan, dimana Layla berbalik berada di bawah nya, segera melepaskan diri dan berlari keluar dari kamar Layla.
Melihat kepanikan Leo, Layla tertawa keras untung saja kamarnya kedap suara. Berbeda dengan Leo merosot ke bawah memegang dadanya yang terasa meledak atas perlakuan Layla.
"Ak-aku butuh dokter sekarang." Gumam nya mengacak surai nya.