Gadis cantik berbola mata hitam legam itu menggeliat di dalam selimut tebalnya saat suara sang Mama mengusik tidur cantiknya. Udara Kota Bandung semakin dingin lantaran musim penghujan, semalam saja hujan turun disertai dengan petir yang menggelegar. Masih dengan sisa-sisa hujan semalam, pagi pun tampak mendung.
"Letta, Gevit ayo bangun sayang! sudah siang kalian harus sekolah!" suara sang Mama kembali terdengar, kali ini sudah tidak bisa dicegah lagi oleh si gadis bernama Letta tersebut. Akhirnya meski dengan nyawa yang baru setengah terkumpul dia bangun.
Beda dengan si gadis, cowok berdimple di kedua pipi nya itu tampak sudah rapi, dia memang malas tapi tetap tidak semalas adiknya. Cowok bernama Gevit itu menyambar sepatu dan juga tasnya, lantas berlari keluar kamar. Menuruni tangga, hidung mancung cowok itu mencium aroma lezat masakan, meletakan sepatu di lantai dan menggantung tasnya pada sandaran kursi, Gevit duduk. "Pagi, Mama. Letta belum bangun, Ma?"
"Pagi, Gevit. Belum, dia kalo nggak Mama siram pake air nggak bakal mau bangun" tukas sang Mama yang lelah akan kebiasaan putri bungsu nya itu. Setelah menyiapkan sarapan untuk, Gevit, sang Mama berjalan hendak membangunkan Letta yang belum juga keluar kamar.
Gevit?
Tentu saja dia langsung menikmati sarapan nya dengan nikmat, nanti kalau Letta tak kunjung datang dan jam sudah semakin siang, dia pun akan meninggalkan adiknya itu. Bodo amat!
Di dalam kamar, Mama hanya bisa melihat Letta yang gedebak-gedebuk kesana kemari entah mencari ikat pinggang atau sisir bahkan buku yang tercerai berai di meja belajar. "Kamu cari apa sih sayang?" tanya wanita itu sembari bersandar di pintu. Letta menoleh, lantas nyengir kuda.
"Lip balm aku hilang, Ma"
"Kamu turun dulu sarapan, biar Mama rapikan kamar kamu sekalian cari kemana perginya lipbalm itu"
Letta yang awalnya memegang selimut spontan menjatuhkannya begitu saja, dia lantas berlari menuruni anak tangga dan bergabung di meja makan bersama Gevit.
Dengan telaten wanita berusia 47 tahun itu memungut selimut dan melipatnya dengan rapi, lantas menata bantal dan guling diatas ranjang. Bola mata nya tak sengaja menatap selembar note yang tertempel di dinding.
Wish: Ketemu papa
Berat harus ditelan, dua kata itu mampu merobek pelan tatanan hati yang sudah ia susun selama bertahun-tahun lamanya agar tidak ada yang tau sedalam apa luka dibalik batinnya. "Maafin mama, Ta."