Bara menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Hari ini sungguh berat. Setelah drama kelaparan dilanjut makan siang bersama trio berisik dan Listy sang ketua. Bara masih harus berpapasan dengan musuh terbesarnya, Rahardian.
Tak berhenti sampai disitu, Bara menutup hari beratnya dengan menyewa kost di lingkungan kumuh karena ulah trio berisik yang memaksa untuk mampir.
Beruntung dirinya memiliki Devan yang selalu siap membantunya. Bahkan asistennya itu rela menyamar sebagai sopir angkot demi mendalami perannya.
Senang sekali akhirnya Bara sudah kembali ke apartemennya lagi. Tempat ternyaman yang menjadi salah satu tempat favoritnya sejak memutuskan menetap lagi di Indonesia.
Saking lelahnya, malam ini Bara tidur tanpa mencuci muka dan menyikat giginya terlebih dahulu. Hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.
Untuk pertama kalinya pula Bara tidur tanpa harus keluar dulu untuk sekedar menikmati kopi di kafe atau bar seperti malam-malam sebelumnya. Nyatanya insomnia Bara justru sembuh karena kerempongan yang ia lalui seharian ini.
***
Devan dan Bara duduk santai menikmati kopi. Devan menatap layar ipad. Sudah menjadi rutinitasnya setiap akhir pekan untuk mengecek jadwal yang akan mereka lalui minggu berikutnya.
Bara adalah tipe perfeksionis, dia tak akan membiarkan kesalahan sedikitpun. Bahkan meski saat ini dirinya hanya malakoni sebuah sandiwara.
"Sudah semua, Tuan. Silahkan di cek." Devan menyerahkan ipad pada Bara.
Bara menggeser, memperbesar lalu mengecilkan tampilan dengan seksama. Matanya terfokus pada sebuah tulisan.
"Pernikahan Kalina? Siapa Kalina?" Bara mendongak, meminta penjelasan pada Devan.
Devan menyedot ice coffe latte nya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan dari Bara.
"Kalina dulu pernah menjabat sebagai HRD di D.A Hotels sebelum di pindah tugaskan ke D.A Mall. Semua karyawan mendapat undangan, tak terkecuali Anda."
Bara melengkungkan bibirnya ke bawah. Jika tidak tengah bersandiwara, Ia tak sudi menghadiri acara-acara pesta seperti itu. Belasan tahun hidup di luar negeri tak mampu mengubah karakter dan kebiasaan Bara yang memang tak menyukai dunia malam.
"Oke. Kurasa semua sudah tertulis disini. Target minggu ini adalah masuk lebih dekat pada Rahardian," kata Bara dengan tekad kuat.
"Lebih cepat lebih baik, Tuan. Kita harus mengumpulkan semua bukti sebelum rapat direksi."
"Betul!"
"Lalu apa yang sudah Anda dapatkan minggu ini?" tanya Devan seakan tengah menagih sesuatu.
Bara terperangah. Otaknya seolah flashback pada apa yang sudah ia lakukan selama seminggu ini.
"Aku?" Bara menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, Tuan? Informasi apa yang sudah Anda dapatkan selama seminggu ini?" ulang Devan.
"Aku-- Mmmm--" Bara mencoba mengingat. "Ah, Ya!! Ini tentang Starla!" seru Bara terlihat penuh semangat.
"Starla??" tanya Devan tak mengerti.
"Ya! Starla Monalisa! Wanita gila itu!!"
"Ada apa dengannya, Tuan? Apa hubungannya dengan kecurangan Rahardian?"
"Dev, sepertinya wanita gila itu tidak sepenuhnya setia pada Rahardian."
Devan menatap serius ke arah Bara.
"Lalu apakah menurut Anda dia lebih condong pada pak Johan?" tanya Devan.
"Aku tak yakin. Dia wanita manipulatif." Bara menyipitkan mata dengan tatapan sinis.
"Benar, saya pribadi belum bisa menebak jalan pikiran wanita itu. Bisa jadi kedekatannya dengan pak Johan adalah misi tersembunyi dari tuan Rahardian. Atau sebaliknya, Starla dikirim oleh pak Johan untuk menyelidiki tuan Rahardian."
Bara menghabiskan sisa kopinya, sementara itu Devan terus menatap wajah Bara dengan mimik serius.
"Mengapa Kau menatapku seperti itu, Dev?" tanya Bara curiga.
Devan menaikkan bibir bawahnya ke atas sambil berdehem.
"Mmmm-- Sepertinya Anda harus merubah rencana, Tuan," ungkapnya.
"Merubah rencana??"
"Hem! untuk bisa menemukan kelemahan tuan Rahardian sekaligus mengetahui pada siapa Starla bekerja, Anda harus lebih dekat dengan Starla Monalisa terlebih dahulu. Dekati dia, kalau perlu buat dia tergila-gila--"
"Uhuuk!! Uhuuukk!! DEVAN!!"
Bara tersedak hingga menyemburkan makanannya.
"Hentikan atau Kupecat Kau!"
Devan seketika terdiam.
Dipecat??
Tidak! Tidak!
Devan lantas meraih es kopi dan segera menyedotnya.
"Ingat! Jangan pernah mangatakan hal itu lagi. Bahkan otakmu dilarang memikirkan hal mengerikan itu!!" tegas Bara geram.
"Baik, Tuan. Maafkan saya." Devan menunduk.
"Tapi sebenarnya ide ini sangat efektif--"
"DEVAN!! Apa Kau bosan bekerja denganku??!"
Bara seketika berdiri. Kesal sekali melihat asistennya itu justru mengulangi lagi mengatakan rencananya.
"Maaf, Tuan!!" Devan segera membungkuk dan menangkupkan kedua tangannya.
"Jangan pecat saya!" lanjut Devan.
Bara mendengus.
"Bayar tagihannya. Kita pulang sekarang! Kau membuat mood ku hilang!" ucapnya.
"Siap, Boss!!" Devan segera berdiri, tak mau membuat boss nya semakin marah.
"Mana kunci mobilnya!" pinta Bara seraya mengulurkan tangan.
"Eh? Anda mau menyetir? biar saya saja Tuan, saya memang lelah, tetapi demi Anda--"
Bara mengambil kunci dari tangan Devan dengan kasar.
"Kau membuatku kesal hari ini! jadi, Kau bisa pulang naik angkotmu! Oke?!" tegas Bara.
"Tap-- tapi, Tuan--"
Devan hanya bisa menghembuskan nafas panjang sambil menatap Bara yang sudah pergi meninggalkannya.
Bara keluar dari kafe menuju ke tempat mobilnya terparkir. Matanya menemukan mobilnya yang barada di ujung halaman kafe. Kakinya baru saja berjalan beberapa langkah ketika terdengar percekcokan tak jauh dari tempatnya berdiri.
"... Kamu jahat, Dan! Kamu nggak pernah ngasih kabar apapun dan sekarang tiba-tiba married sama cewek lain!!"
Bara memiringkan kepalanya. Ia merasa tak asing dengan suara itu. Ia sedikit memelankan langkah kakinya ketika mendekati suara tersebut.
"La!! bukannya nggak ngasih kabar, tapi Aku udah capek nunggu Kamu! umurku hampir kepala tiga dan Kamu masih bersikeras mengejar impian Kamu yang nggak masuk akal!! Otakmu salah, La! Kamu kemakan dendam!!" balas seorang pria.
"BULLSHIT!! ITU CUMA ALESAN KAMU! JAHAT KAMU, DAN! Kau memilih wanita itu karena dia anak KONGLOMERAT, Kan??!" teriak si wanita.
Tak mau terlalu banyak mendengar hal yang tak seharusnya di dengar, Bara memilih nekat melintas.
"Lepasin aku, La!!"
Brukk!!
"Akhh!!" Seorang wanita terhuyung tepat ketika Bara melintas.
Bara spontan menangkap tubuh wanita yang hampir terjengkang ke lantai. Untuk sejenak waktu seakan berhenti berputar.
Starla Monalisa. Wanita yang kini berada di atas lengan Bara menatap tak berkedip pada pria yang menangkap tubuhnya.
Mimpi apa aku semalam sampai bisa bertemu pangeran setampan ini??? apakah Ardan mendorongku hingga mati dan berada di surga?? Hmmm.... Begini kah aroma bidadara...
Starla memejamkan mata menikmati aroma tubuh yang begitu menentramkan jiwa.
"Anda baik-baik saja?"
Starla tersentak. Seketika matanya terbuka. Sadar masih hidup di dunia, Ia segera berdiri dengan benar.
"Saya baik-baik saja. Maaf!" Starla membungkuk sambil menyembunyikan wajahnya karena malu.
"Ingat, La!! jangan pernah lagi mengusik kehidupanku!! Move On!! Kamu dan Aku END!!" tegas Ardan yang bergegas untuk meninggalkan Starla.
"HEI, TUNGGU!!" tahan Bara. Ia tak ingin ikut campur, tetapi ketika melihat ada seorang wanita disakiti seperti ini, jiwa hero nya pun tak terima.
Ardan menoleh.
"Pria macam apa Kau berlaku kasar seperti itu pada wanita?!" ucap Bara dingin.
Ardan tersenyum miring.
"Tak usah sok jadi pahlawan! Kau tak tahu urusan kita!!" jawab Ardan.
Bara menghembuskan nafas panjang.
"Kau benar! aku memang tak tahu urusan Kalian, tapi aku tahu kelakuanmu barusan!!'
"Terus kenapa? masalah buat Kamu?!!" tantang Ardan.
Bara tersenyum miring.
"Minta maaf atau ku panggilkan sekuriti atas kegaduhan yang Kau lakukan di tempat ini!" tegas Bara.
Ardan terbahak.
"Kau pikir siapa dirimu, Hah?! Aku customer privilege disini!" Ardan menunjukkan kartu berwarna hitam ke arah Bara.
Bara mengeluarkan ponselnya. Ia terlihat menghubungi seseorang.
"Kau pikir bisa se enaknya mengusirku?! Haha!! Jika aku mau, aku bisa membeli kafe ini!!" ujar Ardan dengan sombongnya.
Plok! Plok! Plok!
Starla bertepuk tangan di samping Bara.
"Sebelum Kau membeli kafe ini, setidaknya bayar dulu hutangmu padaku!!" sembur Starla.
Seketika wajah Ardan merah padam karena malu.
"Kau memang merepotkan! Oke! aku meninggalkanmu karena muak dengan tingkah lakumu, La!! AKU MUAK DAN BOSAN!!" bentak Ardan.
Mata Starla membulat sempurna.
"Ooh... Begitu, ya!! Dasar laki-laki tak tahu malu, Kau pikir aku mau sama Kamu!! Aku-- aku terpaksa!!" balas Starla.
"Terpaksa?? Ahhahahaha!!"
"Jelas-jelas Kau menangis nangis memohon padaku untuk kembali, Pe De sekali Kau mengatakan terpaksa. Ahahahahaha!!" lanjut Ardan.
(Pe De : Percaya Diri)
Starla mendekat dan terus berdebat dengan Ardan. Bara memijit keningnya melihat pertengkaran dua manusia aneh di depannya.
Tak berselang lama dua sekuriti datang menghampiri Bara.
"Maaf, Apakah Anda Tuan Raditya Diaskara?" tanya salah satu sekuriti.
"Bukan. Aku hanya asistennya." Bohong Bara.
"Pak Radit meminta Kalian berdua mengurus dua orang ini. Bawa mereka menjauh dari tempat ini!" lanjut Bara.
"Siap. Kami akan mengurusnya!"
"Dan satu lagi. Tahan kartu privilege yang dibawa pria itu. Lain kali jangan izinkan sembarangan orang menggunakan kartu milik orang lain. Tak peduli apakah itu pacar atau teman baiknya," tambah Bara.
Beberapa saat yang lalu, ia jelas melihat nama : Kalina Oktavia yang tertera pada kartu yang dibawa Ardan.
"Baik, Pak!" jawab si sekuriti.
Bara lantas pergi menuju ke mobilnya. Ia tak mau semakin terlibat dalam keributan yang terjadi pada dua orang asing tersebut.
Bara tak menyadari bahwa wanita yang ia bantu tadi adalah Starla Monalisa. Begitupun dengan Starla, ia tak menyadari bahwa pria tampan yang membuat jantungnya hampir copot tersebut adalah Bara, asistennya sendiri.
"Woi, Pak!! saya nggak salah! dia nih yang kasar sama cewek!!" protes Starla ketika salah satu sekuriti menahan kedua lengannya.
"Kalian sudah membuat keributan di tempat ini!! Pergi atau diusir??!"
Starla terus memberontak.
"Tapi pak, saya nggak salah. Kalau nggak percaya tanya sama mas nya---" Starla menoleh ke kanan dan ke kiri mencari-cari sosok pria tampan yang baru saja menolongnya.
"Loh, mana tadi??"
Sebuah mobil sport dengan kap (atap) terbuka baru saja melintas di depan Starla.
Keren!!
Mulut Starla membentuk huruf O melihat pria yang mengemudikan mobil tersebut.
(Next➡)