Bab 2

992 Kata
Brak! Bara membanting pintu apartemen. Ia melepas dua kancing kemeja lalu menghempaskan diri di atas kasur. Bara tidur telentang menatap langit-langit kamar. "Tuan, boleh saya masuk?!" tanya Devan, asisten sekaligus tangan kanannya selama ini. "Masuk," jawab Bara. Devan, pria berperawakan ideal dengan tinggi 178 cm atau dua senti di bawah Bara masuk membawa tas kerja milik tuannya. "Lebih baik Anda beristirahat. Jangan terlalu memikirkan apa yang terjadi di kantor hari ini. Saya akan berusaha mencari solusinya." "Fuhh!!" Bara mendengus, ia bangkit duduk di atas kasur dengan kaki menggantung. "Kau tahu alasan aku ditolak?" Devan menggeleng, tetapi dalam hati yakin bahwa alasannya tak mungkin logis. Jika tidak mana mungkin Bara tidak terima seperti ini. Devan sendiri sudah menyelidiki wanita seperti apa Starla Monalisa itu. Mak Lampir. Itu nama familiar Starla di kalangan para karyawan. Mendengar nama panggilan tersebut tentu kita bisa membayangkan bagaimana sifat Starla. "Dia menolakku hanya karena mukaku membuatnya kesal dan tahi lalatku membuatnya migrain. Bullshit!!" Bara menendang udara saking kesalnya. "Aku heran dengan sistem perekrutan di perusahaan itu! bagaimana bisa wanita seperti dia masuk ke perusahaan ini. Dan menjabat sebagai asisten general manajer??" Bara tertawa getir. "Pantas saja perusahaan ayah hancur! orang-orang seperti Rahardian dan Mona tak pantas memegang kendali!! Arrghh!!" Bara melepas tahi lalat palsu dan melemparnya bersamaan dengan kaca mata tebal yang biasa ia gunakan saat penyamaran. Prak! Untuk kedua kalinya dalam seminggu ini Devan harus kembali memungut kacamata yang lagi- lagi pecah karena dibanting. "Tuan, lebih baik Anda tidur. Besok pagi ada rapat dengan divisi Anda." "Percuma aku bekerja jauh lebih keras dibanding yang lain kalau yang dilihat adalah penampilan!" Bara tertawa getir. "Dia bilang wajahku membuatnya kesal?! Dia mengatakan Dimas jauh lebih tampan dariku? Kalau melihat pria seperti itu saja sudah membuatnya tergila-gila, perawan tua itu pasti pingsan melihat wajah Tuan Raditya Diaskara yang sempurna ini!" Bara menatap pantulan wajahnya di depan cermin dengan bangga. Devan memijit keningnya yang tidak pusing. Narsisme tuannya memang tak ada yang menandingi. Hidup sebagai pewaris tunggal tentu membuatnya begitu jumawa dengan apa yang dimiliki. Kekayaan yang melimpah tak didapat dengan mudah, semuanya ditempuh dengan proses yang panjang dan menyakitkan, sehingga ketika terdapat kecurangan di dalamnya, Radit harus turun tangan secara langsung dengan melakukan penyamaran sebagai Bara, salah satu karyawan di perusahaan yang mengelola beberapa hotel di kota besar itu. "Tuan, Anda mau saya pesankan sesuatu?" tanya Devan. "Aku ingin menyantap western food. Lidahku belum terbiasa dengan masakan indonesia." "Baik, Tuan. Saya akan mencari restoran terbaik di kota ini." "Oke! Kuharap Kau sudah menemukannya sebelum aku selesai mandi!" "Tentu saja." Devan keluar dari kamar. Sementara itu, Bara masih mengagumi tubuh idealnya di depan cermin. "Aku sumpahin Kau jadi perawan tua seumur hidup! coba saja Kau melihat penampilanku yang seperti ini. Hahaha!! sudah pasti Kau akan menangis darah, Monalisa!!" gumam Bara. __________________**______________________ "Devan, Stop!" tahan Bara ketika mobil mewahnya melintasi lobi sebuah pusat perbelanjaan. "Ya, Tuan? Ada yang Anda inginkan lagi?" Devan menepikan mobil di sisi kiri halaman. "Bukan! Coba Kau lihat wanita di depan itu!" Bara menunjuk perempuan yang masih mengenakan setelan kerja, celana panjang dan blazer hitam yang menutupi kemeja putih berempel di bagian dad@. "Oh, bukankah dia Starla Monalisa?" Devan menyipitkan mata memperhatikan sosok wanita ber make up tebal yang tengah berdiri sambil memoleskan lipstik merah pada bibirnya. "Apa yang dia lakukan disini malam-malam begini dengan pakaian seperti itu? mustahil keluar untuk urusan kerja, Aku jelas melihatnya pulang satu jam sebelum aku." Devan mengerutkan kening. Sebenarnya ini tak penting karena Starla pergi di luar jam kerja, meskipun wanita itu masih mengenakan pakaian rapi dengan ID menggantung di depan dadanya. Tak berselang lama sebuah mobil berhenti tepat di depan Starla. Bara tersenyum puas seakan menunggu saat-saat seperti ini. Bara mengeluarkan ponsel dari sakunya. Dengan sengaja ia memotret beberapa kali gambar Starla memasuki mobil mewah tersebut. "Kena Kau!!" Ucap Bara."Devan, kita ikuti dia! aku yakin mereka pasti bakal check in di hotel!!" tebak Bara penuh semangat. "Tapi, Tuan. Ini bukan urusan kita. Yang seharusnya kita incar adalah tuan Rahardian, bukan Starla Monalisa--" "Mulai malam ini dia masuk daftar incaran baru kita, Dev! Wanita itu tangan kanan Rahardian, kan? dia pasti me lobby para klien dengan cara kotor. Mungkin dengan cara menidurinya! Menjijikkan sekali!" Bara menyeringai dengan tatapan jijik ke arah Starla yang kini menutup pintu mobil. Devan berpikir sejenak. Ucapan Bara memang ada benarnya. Jika ingin mengetahui lebih jauh tentang Rahardian, tak ada salahnya mengetahui kehidupan asisten yang selama ini menjadi tangan kanannya terlebih dahulu. Jika Starla terbukti melakukan hal kotor untuk perusahaan, maka hal ini bisa dijadikan bukti untuk melengserkan keduanya. Devan melajukan mobilnya beberapa meter di belakang mobil mewah yang ditumpangi Starla. Setelah hampir dua puluh menit berkendara, mobil itu berbelok memasuki sebuah hotel bintang lima yang tak lain milik ayah Bara sendiri. "Sinting! Apa yang wanita itu lakukan disini?" gumam Bara. "Mungkin memang urusan pekerjaan, Tuan," sahut Devan yang mencoba berpikir positif. Sejauh penelusurannya selama ini, Starla selalu bersih dalam melakukan setiap pekerjaannya. Dibalik label galak, pelit, semena-mena yang selama ini dia sandang. Faktanya tanpa Starla Rahardian tak mampu mengelola perusahaan dengan baik, termasuk dalam hal korupsi. Mungkin karena Starla yang hebat itu pula, kecurangan Rahardian selama ini tak pernah terungkap. "Kita tunggu saja, Dev! siapa yang keluar dari mobil itu. Rahardian atau seorang klien!" ucap Bara. Devan menepikan mobil sedikit lebih jauh, tetapi masih dapat memantau pergerakan mobil yang mereka buntuti. Bara sudah menyiapkan ponsel dan mulai merekam ketika mobil itu berhenti di depan lobi hotel. Starla keluar dari pintu sebelah kiri, beberapa saat kemudian pintu di sisi lain terbuka. Jantung Bara dan Devan seakan berhenti berdetak melihat seorang pria yang baru saja keluar dari pintu tersebut. "Om Johan?!" lirih Bara tertahan. Johan adalah adik kandung ibunya. Pria itulah yang menceritakan bahkan memata-matai kecurangan yang dilakukan oleh Rahardian sebelum Bara turun tangan secara langsung. Bukankah seharusnya Johan berada di pihaknya? Lantas mengapa dia bersama Starla saat ini? Sebenarnya ada di pihak siapa Starla Monalisa bekerja? Bara dan Devan saling bertukar pandang dengan tatapan shock. (Next➡)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN