Part 4 - Fang, Sahabat Baru

1037 Kata
Sore itu, Arthur menemani neneknya untuk berbelanja. Kakek Thompson harus mengunjungi pertemuan para lansia yang masih produktif dalam menghasilkan karya berupa barang kerajinan untuk dijual dan menghasilkan barang. "Arthur, apa kau lapar?" tanya Nenek Louise. Arthur menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah kita ke kedai itu terlebih dahulu sebelum pulang. Aku juga akan membelikan kakekmu makanan," ucapnya. Arthur lantas mengikuti Nenek Louise menuju ke sebuah kedai yang menjual makanan cepat saji seperti ayam goreng. "Halo, selamat sore, selamat datang di kedai kami," sapa wanita berambut pirang itu seraya menggendong kucing hitam di tangannya. "Bisa mau jauhkan kucing itu dariku!" pinta Nenek Louise menunjukkan wajah takut kala melihat hewan tersebut. "Umm, baiklah, aku akan meletakkan nya di belakang," ucap wanita itu lalu kembali ke hadapan Arthur dan sang nenek. Dia lalu mempersilakan para tamunya untuk duduk. "Silakan duduk sebelah sini. Ini menunya jika sudah siap untuk memesan, kalian bisa memanggilku," ucapnya lalu wanita itu menuju meja kasir kembali. "Nek, aku mau ke toilet dulu, ya," ucap Arthur lalu bangkit dan mencari keberadaan toilet. Setelah dia menggunakan toilet tersebut, tiba-tiba saat berada di koridor menuju ke dalam kedai kembali, anak itu tertabrak seorang anak lelaki yang bertubuh lebih tinggi dan lebih tua darinya. "Heh, kau tak punya mata apa?" tanya anak laki-laki itu setelah menabrak Arthur. "Kau yang menabrak ku! Kenapa kau memarahiku, huh!" sahut Arthur dengan kesal. "Bobby, ayo sayang kita pergi!" seorang wanita cantik dengan tubuh ramping sempurna memanggil anak lelaki di hadapan Arthur. "Sebentar Mommy, ada urusan yang harus ku selesaikan," sahut Bobby yang menahan tangan Arthur. "Tunggu, kau harus mengganti mainan ku yang jatuh ini!" Bobby mengambil mobil mainan dari kayu yang jatuh ke tanah. "Tapi, kau yang menabrak ku!" tegas Arthur. "Lihat, patahkan? Ini semua ulahmu tau, makanya kalau jalan pakai matamu baik-baik!" seru Bobby. "Hah? Sejak kapan manusia berjalan pakai mata, binatang saja berjalan menggunakan kaki," sahut Arthur seraya menepis genggaman tangan Bobby. "Bobby, ayo lekas!" seru wanita itu lagi. "Okay, Mommy! Dasar aneh kau, awas kalau kita bertemu lagi!" Bobby pergi meninggalkan Arthur menuju ke parkiran mobil menghampiri ibunya. "Sepertinya, aku pernah melihat anak itu. Hmmm … aku ingat sekarang dia salah satu kakak kelas yang menyebalkan itu," gumam Arthur. Anak itu kembali ke meja sang nenek. Wanita paruh baya itu telah memesan dua omelet daging, kentang goreng, dan jus jeruk untuk mereka. "Kenapa kau lama sekali, Arthur?" tanya sang nenek. "Aku bertemu dengan anak aneh di luar sana dia yang menabrakku, tetapi malah dia yang memarahiku," jawab Arthur dengan kesal sambil menusuk omelet dagingnya dengan garpu lalu melahapnya seolah membayangkan sedang melahap anak tadi. "Dasar kau ini. Sudah jangan pedulikan para ajak nakal yang kau temui nanti. Ingat Arthur, jangan gunakan kekuatanmu untuk melawan mereka," titah Nenek Louise. "Baiklah, Nek. Lalu, apa nanti malam aku bisa berlatih dengan kakek?" tanya Arthur. "Tentu saja, tapi ingat ya jangan sampai terlihat orang lain lagi," ucap wanita itu. "Okay, maafkan aku saat itu karena lalai menjaga rahasia." "Sudahlah, ayo habiskan dulu makananmu nanti malam kau akan berlatih dengan kakekmu." Guratan halus itu terlihat di wajah renta Nyonya Louise kala dia melukiskan senyum. * Malam itu, Arthur melihat sosok anak anjing yang terjebak jebakan kelinci di kebun Tuan Lavigne. Karena merasa iba, anak itu tergerak untuk membebaskan anak anjing berwarna putih dengan bagian di bawah lehernya berbulu perak. Sempat tergigit oleh hewan tersebut, Arthur akhirnya bisa membebaskannya. Namun, kaki belakang yang terkena jebakan kelinci itu mengalami patah dan masih mengeluarkan darah. "Tenanglah manis, aku akan menyelamatkan mu," ucap Arthur. Tadinya, anak anjing itu masih berusaha menyalak. Namun, setelah dia mengendus tangan Arthur, hewan itu lantas terdiam dan mulai tenang. "Sebaiknya aku bawa pulang, agar kakek bisa mengobati anjing ini," ucap Arthur. Anak itu lantas menggendong si kecil dan membawanya pulang. Akan tetapi, sosok kakek dan neneknya sedang tak berada di rumah. Arthur lantas menyiapkan s**u hangat dan seiris daging domba untuk si kecil yang baru saja dia temukan. "Anak anjing ini lapar sekali rupanya." Arthur membelai hewan kecil itu dengan lembut saat hewan itu asik melahap daging dan meminum s**u yang sudah anak itu siapkan. "Kira-kira jika nenek dan kakek mengizinkan aku untuk memelihara mu, lalu aku harus memberi namamu apa, ya?" Arthur lalu meraih kotak obat untuk memberi cairan pembersih pada luka si anak anjing tersebut. Dia mencoba mengobatinya sendiri. "Hentikan!" Suara yang belum Arthur kenal tiba-tiba terdengar menyentak indera pendengarannya. "Hah, suara siapa itu?" Arthur menoleh ke kanan, kiri, depan, dan belakang bahkan mencari sekeliling ruangan itu. "Siapa itu?" tanya Arthur kemudian. "Aku ada di hadapanmu?" ucap suara itu yang kembali terdengar mengejutkan lagi. "Di hadapan ku?" Arthur menatap ke arah anjing kecil di hadapannya. "Apa kau yang bersuara barusan? Hah, itu pasti tidak mungkin," gumam Arthur mencoba bertanya pada hewan berbulu di hadapannya. "Menurutmu, siapa lagi yang ada di sini selain aku, anak kecil!" Kali ini Arthur jelas melihat dan mendengar kalau hewan kecil berbulu putih di hadapannya itu dapat bersuara. "Ka-ka-kau, tak mungkin kau berbicara padaku, tak mungkin!" pekik Arthur. Tiba-tiba, anak laki-laki itu jatuh ke lantai tak sadarkan diri kemudian. * Arthur mendapat tepukan di pipi dari sang nenek. "Kenapa kau tidur di lantai, Arthur?" tanya sang nenek. "Hah, Nenek? Tadi aku membawa anak anjing pulang ke rumah, ta-tapi, tapi dia bisa berbicara, Nek!" Arthur langsung mengadu dan bangkit untuk mengamati sekeliling mencari kucing hitam itu. "Maksudmu Leo?" tanya sang kakek yang sudah selesai mengobati kaki anak anjing itu. "Hai, Tuan Arthur! Terima kasih sudah menolongku," sapa hewan tersebut pada Arthur. "Lihat Nek, aku tak bohong kan, anak anjing itu, lihat dia bisa berbicara!" tunjuk Arthut. Nenek Louise hanya tersenyum menanggapi. "Dia bukan anak anjing, Arthur. Dia serigala," ucap Kakek Albert. Anak serigala itu kini sudah berada di pangkuan sang kakek, pria paruh baya itu lalu membelai bulu lembut nan halusnya. "Kakek, sebaiknya jauhi dia! Jangan-jangan dia monster atau soluman serigala!" pekik Arthur. "Apa? Kau bilang aku monster? Hahaha, lihatlah Tuan Albert dan Nenek Louise, aku yang selucu ini dia bilang aku monster atau siluman hahaha," anak serigala itu menggeliat manja di pangkuan Kakek Albert. "Tak apa, Arthur, jangan takut. Kau sudah baik hati menolong hewan ini. Nah, kami sudah memutuskan untuk menjadikan dia sebagai penjagamu saat ini," sahut sang kakek seraya membelai anak serigala itu. "Penjagaku?" tanya Arthur tak mengerti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN