Misi Menjaga Hati

1528 Kata
Liburan kenaikan kelas selama dua minggu terasa sangat cepat. Sayang, Kian tak menunjukkan tanda -ntanda akan bangun dari tidurnya. Ia masing anteng bergulung dalam selimut tebal. Proses adaptasi yang cepat, membuat Kian tak lagi sungkan untuk bangun siang. Toh Lintang tak pernah memarahinya.       Seperti biasa, di bawah Lintang sedang sibuk menyiapkan sarapan — bubur sumsum kuah manis — untuk semua orang. Lintang tak tahu menahu bahwa hari ini anak sekolah sudah mulai masuk. Itu sebabnya ia tak membangunkan Kian. Membiarkan anak itu tidur sampai puas.       Pak Joe dan Ichal baru saja datang. Mereka segera duduk menghadap pada mangkuk yang sudah terisi bubur sumsum. Lintang pun segera bergabung.       "Tang, si Kian mana?" tanya Ichal segera.       "Iya, Mas Lintang. Mas Kian kok nggak ada!" timpal Pak Joe.       "Biasa lah, belum bangun dia," jawab Lintang santai.       "Tang, jangan bilang lo nggak tahu!" tuduh Ichal.        "Nggak tahu apaan?" Lintang kebingungan.       "Beneran nggak tahu?"       "Beneran! Emangnya apaan, sih?"      Ichal menggeleng keheranan. "Nggak salah presepsi gue tentang Kian sejak awal. Itu anak emang nggak beres!" Ichal malah mencak - mencak.        "Lhoh - lhoh, kok malah ngomel. Kian anak baik kok." Lintang membela adiknya.       "Apa lo masih berpikir dia baik setelah tahu kalau ...."         "Kalau apa?" Belum selesai Lintang bicara, Ichal sudah menyela.        "Elah, baru juga gue mau ngomong!" sewot Ichal. "Asal lo tahu aja. Hari ini, anak sekolahan udah mulai masuk. Dan adek lo dengan seenak jidat masih tidur sampek sesiang ini!"        "Serius lo?" Lintang meragukan Ichal.        "Serius, lah." Ichal terlihat kesal. "Semenjak ada Kian, lo jadi sering nggak percayaan sama gue. Sebel!"        "Jangan cemburu gitu, dong!" Lintang malah menggoda Ichal.        "Preeeet!"        "Habisnya lo suka nyerang Kian, sih!" Lintang membela diri. Ia kemudian beralih pada Pak Joe untuk mencari second opinion. "Pak Joe, apa bener yang dibilang sama Ichal? Hari ini anak sekolah udah mulai masuk?"        Ichal terlihat makin kesal dengan apa yang dilakukan Lintang. Pertanyaannya pada Pak Joe itu, semakin mempertegas kenyataan bahwa kepercayaan Lintang padanya memang sudah banyak berkurang.        "Bener, Mas. Anak saya si Putri, hari ini emang udah masuk sekolah!" jawab Pak Joe.        Ichal seketika mengibaskan rambut. Menunjukkan pada Lintang bahwa apapun yang dikatakan olehnya selalu benar. Supaya Lintang tak lagi percaya secara berlebihan pada Kian — yang diam - diam menghanyutkan — kelakuannya mirip setan.       Sementara Lintang sendiri sedang berpangku tangan. Kalau memang hari ini sudah masuk, lalu kenapa Kian tidak mengatakan apapun padanya? Dan yang lebih aneh lagi, anak itu sama sekali tak melakukan persiapan untuk masuk sekolah. Kelakuannya sehari - hari sangat santai, seperti tak akan terjadi apa pun.       "Biar gue bangunin adek lo yang stres berat itu!" Ichal beranjak dan berlari naik menuju kamar Kian.       Ichal kembali menuntun bocah berambut berantakan dengan muka bantal yang ditekuk dalam.       "Kok kamu nggak bilang hari ini udah masuk?" Pertanyaan sambutan dari Lintang. "Tahu gitu tadi aku bangunin pagi - pagi, biar kamu nggak telat!"        Kian duduk di sebelah Ichal sembari menyeruput kuah manis bubur sumsum langsung dari mangkuknya. "Sengaja nggak bilang. Palingan hari ini belum ada pelajaran."        "Nggak boleh gitu dong!" tegur Lintang. "Kamu tuh udah kelas dua belas sekarang. Harus rajin masuk. Yaudah, buruan sarapannya dihabisin, terus mandi! Habis itu Mas anterin ke sekolah, sekalian ngampus."       "Nggak usah masuk aja, lah, Tang. Udah kepalang tanggung. Udah beneran kesiangan juga." Kian bersikeras.        Pak Joe dan Ichal kompak geleng - geleng karena kelakuan Kian.       "Harus masuk! Telat juga nggak apa - apa. Kan salah kamu sendiri yang udah kesiangan!" Lintang pun tetap pada pendiriannya.       "Tapi gue nggak bawa baju seragam ke sini."        Jawaban dari Kian yang membuat semua orang terbelalak.         "Astaghfirullah!" ucap Ichal. Saat ini ia dengan sukarela mengeluskan d**a Lintang, supaya jantungnya tidak terlalu terguncang.        "Kok bisa nggak bawa sih, Dek?" tanya Lintang.          "Ya ... gimana mau bawa? Sementara tujuan gue ke sini awalnya cuman nginep beberapa hari. Apa iya nginep beberapa hari — di saat liburan semester — pakek bawa - bawa seragam segala?" jelas Kian.       Benar juga penjelasannya itu.        "Ya udah, nanti sekalian mampir ke rumah buat ambil seragam!" jawab Lintang. Sebuah jawaban yang menimbulkan tanda tanya di benak ketiga lawan bicaranya.       Mereka khawatir jika Lintang tidak siap menghadapi bagaimana reaksi sang Ayah saat bertemu dengannya nanti.        ~~~~~ TM: Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Jam delapan pagi sekarang. Sekolah Kian masuk jam tujuh kurang seperempat. Bagus sekali, Kian masih bersantai di rumah seperti bos besar.        "Yan, lu nggak ada niat buat dandan lebih cepet, gitu?" Ichal mengomel lagi. kuliahnya masuk jam setengah sembilan nanti. Eh, yang ditunggu malah santai - santai.        Seharusnya si Penumpang - lah yang menunggu yang menumpangi. Tapi ini terbalik. Justru Lintang dan Ichal sebagai yang menumpangi, yang menunggu Kian — si Penumpang — sedari tadi.        "Santai, Chal. Setiap hal yang dilakukan dengan terburu - buru, itu tidak baik!" Kian muncul dengan menenteng sepasang sepatu dan kaos kaki.       "Ya Allah, malah belum pakek sepatu!"        "Sabar, Chal, sabar!"        Ingin rasanya Ichal menempeleng kepala Kian sekarang juga. Untung ada Lintang yang segera mencegah perbuatan Ichal itu.       Sekitar jam setengah sembilan, baru lah mereka berangkat. Lintang menyetir, Ichal duduk di sebelahnya, dan Kian di belakang.        "Gang depan ke kanan, Yan?" tanya Lintang.        "Heeh," jawab Kian singkat. Ia terlihat cuek, namun diam - diam memperhatikan Lintang.        Kakaknya itu terlihat gugup. Pasti Lintang juga sedang mempersiapkan diri untuk melihat bagaimana reaksi Ayah saat akhirnya bertemu dengannya nanti.        "Pager hitam, Tang!" seru Kian.       "Oke." Lintang menguranggi kecepatan, menepikan mobilnya tepat di depan rumah mewah berpagar hitam.        "Yuk, turun!" ajak Kian.        Lintang menatap Kian. Sekarang kegugupannya terlihat semakin jelas.        "Turun ke mana?" sahut Ichal. Ia memukul - mukul arlojinya. "Udah telat ini!"         "Lhoh, udah jauh - jauh ke sini. Masak nggak mampir?" elak Kian.         "Gue sama Lintang ada kuliah. Materinya penting buat bahan UAS." Ichal menatap Lintang. "Ya, Tang?"       "I - iya." Lintang tergagap.      "Nah, kan! Burun turun!" hardik Ichal pada Kian.        "Yah, provokator lo, Chal!" tuding Kian.        "Salah sendiri kelamaan dandan!"        Tanpa sepengetahuan Lintang, Kian dan Ichal beru saja melakukan sebuah tos. Tos tanda keberhasilan misi mereka. Misi menjaga hati Lintang.        Tadi pagi setelah Lintang mengutarakan niat untuk mengantar Kian pulang, baik Kian, Ichal atau pun Pak Joe sama - sama mengkhawatirkan Lintang.        Selama ini, mereka semua sama - sama tahu bahwa Lintang selalu menahan diri untuk tidak menemui beliau. Karena Lintang merasa tidak pantas. Meskipun sebenarnya ia ingin. Lintang hanya setia menunggu sampai Ayah siap dan datang menemuinya.        Dengan mengantar Kian pulang ke rumahnya untuk mengambil seragam, itu berarti kemungkinan besar ia akan segera bertemu dengan Ayah, bukan?        Makanya Kian, Ichal dan Pak Joe merencakan semuanya. Kian sengaja lelet dalam segala aktivitasnya, Ichal sengaja marah - marah. Supaya mereka berangkat kesiangan. Dan di waktu sesiang ini, pasti lah Ayah sudah berangkat bekerja. Sehingga kecil kemungkinan bertemu Ayah saat sudah sampai rumah.        Kemungkinan yang sudah kecil itu, semakin diperkecil oleh Ichal, dengan menolak ajakan Kian untuk mampir.        Misi mereka benar - benar berjalan mulus. Mereka bersyukur akan itu. Mereka bukannya tak ingin Lintang bertemu denan Ayahnya. Namun, saat ini bukan waktu yang tepat. Segala sesuatu yang dipaksakan, pasti hasilnya tidak baik.         ~~~~~ TM: Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~         Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN