Pagi ini, Abi berangkat bekerja seperti biasa. Berangkat sendiri saja. Menyetir mobil Triton miliknya. Ia memakai mobil itu karena sering tugas ke tambang kalau Arjuna ada tugas lainnya. Arjuna lebih banyak tugas lapangan. Mereka adalah teman satu kampung. Usia Arjuna sudah tiga puluh tahun belum menikah juga. Untuk di kantor mereka tidak ada pegawai yang suka bergunjing. Jadi aman saja menjadi sosok bujang tua bagi mereka.
Tiba di kantor. Abi langsung masuk ke ruangannya. El belum datang. Memang biasanya datang lebih siang.
Pintu ruangannya tidak Abi tutup, dibuka saja. Jendela juga dibuka. AC tidak ia nyalakan karena masih terlalu pagi. Abi mengharap udara sejuk dari sekitar saja. Karena di samping kantor banyak pohon, sehingga suasana cukup sejuk baginya.
"Selamat pagi, Mas." Satpam datang ke muka ruangannya.
"Selamat pagi." Abi tersenyum pada Satpam yang sudah puluhan tahun bekerja di kantornya.
"Di depan ada seorang perempuan bernama Bu Raisa ingin bertemu dengan Mas Abi. Apa Mas Abi bersedia menerima wanita itu?"
Mendengar perkataan Satpam itu Abi terkejut. Sungguh tidak di sangka, Raisa datang untuk menemuinya di kantor. Apa yang dikatakan Afi sepertinya benar.
"Oh. Silakan masuk saja." Abi mempersilakan masuk.
"Baik, Mas."
Satpam pergi dari hadapannya. Abi jadi penasaran dengan maksud tujuan kedatangan Raisa ke kantornya di pagi hari seperti ini. Mau apa Raisa mengunjunginya di pagi hari.
"Selamat pagi." Terdengar suara Raisa di ambang pintu.
"Selamat pagi. Silakan masuk."
Abi berdiri dari duduk untuk menyambut tamunya. Raisa masuk lalu duduk di sofa.
"Kantormu cukup nyaman juga." Raisa menatap sekeliling. Pakaiannya cukup modis menurut Abi. Menampilkan citra wanita karir yang mandiri.
"Terima kasih. Ada keperluan apa ya?" Abi tipe yang tidak suka basa basi.
"Aku hanya lewat. Ingat kalau di sini kantor kamu. Jadi aku mampir. Oh ini ada kopi panas dan kue basah, aku beli di tempat langgananku." Raisa menyodorkan goodie bag yang ada di atas meja.
"Oh. Terima kasih." Abi tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Sepi sekali ya. Karyawan nya ada berapa?" Raisa tidak mendengar suara ribut karyawan.
"Untuk hari ini banyak yang tugas luar. Hanya ada beberapa orang saja yang di kantor." Abi menjelaskan keadaan sepi di kantornya.
"Oh."
"Mas Abi. Tamu dari PT. BATU BERSATU datang. Pak El belum datang." Pak Satpam muncul lagi.
"Oh iya. Silakan masuk." Abi berdiri dari duduknya siap menyambut tamu yang datang.
"Ada tamu. Kalau begitu aku pamit dulu. Selamat pagi, Mas Abi." Raisa berdiri dan berpamitan.
"Selamat pagi. Terima kasih banyak."
Raisa melangkah keluar. Langkahnya terhenti saat melihat orang yang baru datang.
"Raisa!" Pria yang baru datang menyapa Raisa. Raisa cukup terkejut menemui pria yang ia kenal.
"Mas Adi!"
"Sedang apa kamu di sini?" Tanya Adi pada Raisa, karena yang ia tahu usaha Raisa tidak ada sangkut pautnya dengan kantor ini.
"Mengantarkan sesuatu untuk Mas Abi. Aku pergi duluan." Raisa cepat melangkah meninggalkan kantor. Tampak Raisa enggan berbicara lebih jauh dengan Adi, sehingga memutuskan untuk segera pergi.
"Mas Adi!"
Abi menyapa pria yang baru datang.
"Mas Abi."
Dua pria itu saling berjabat tangan.
"Silakan masuk, Mas. Maaf ya, Bang El belum datang." Abi meminta maaf karena El belum datang.
"Tak apa. Kami berjanji bertemu jam sembilan. Ini belum jam sembilan." Adi memaklumi kalau El belum datang karena memang janji mereka jam sembilan.
"Bang El masih ada urusan. Silakan duduk." Abi mempersilakan duduk di sofa ruang tamu.
"Terima kasih. Sudah lama kenal dengan Raisa?" Adi duduk di sofa lalu langsung menanyakan tentang Raisa.
"Baru kemarin sore. Orang tuanya teman orang tua saya. Mas Adi sudah lama kenal?" Abi sekedar ingin tahu.
"Sudah beberapa tahun yang lalu. Dia wanita yang cukup agresif." Adi menjelaskan tanpa diminta oleh Abi.
"Oh." Abi hanya bisa menanggapi dengan singkat.
"Mas Abi suka dia?" Tanya Adi yang tampaknya sangat penasaran akan hubungan Abi dengan Raisa.
"Suka? Suka dalam versi apa? Kami baru kenal kemarin. Saya tidak tahu dia bagaimana." Abi menggelengkan kepalanya.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
*Mas Adi sudah datang. Maaf saya telat, karena putri bungsu tidak enak badan." El menjabat tangan Adi.
"Tidak apa, Mas. Saya baru duduk." Adi memberi jawaban yang melegakan El. Ia telat datang karena harus menidurkan Via yang sedang manja padanya. Via sedang kurang enak badan.
"Silakan masuk ke kantor saya. Abi bawa berkas yang kita bahas kemarin."
"Baik, Bang." Abi menganggukkan kepala kemudian masuk ke ruangannya untuk mengambil berkas yang diinginkan.
Adi dan El masuk ke ruangan El. Diikuti Abi setelah mengambil berkas yang diminta El. Mereka mulai membahas kerja sama antar perusahaan mereka.
*
Abi tiba di rumah pukul lima seperti biasa. Mobil langsung ia masukan ke dalam garasi. Abi masuk ke rumah lewat pintu samping di bawah tangga. Ia mendengar suara tawa dari teras samping. Suara tawa Zia, Fani, dan Ima. Abi melangkah menuju ke sana
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikum salam."
"Ih Paman ganteng sudah datang." Risma tertawa senang.
"Wah ada gorengan nikmat nih! Aku boleh minta ya." Abi duduk di kursi, lalu mencuci tangannya di mangkuk cuci tangan. Kue yang ia ambil adalah bakwan udang. Dimakan dengan cocolan petis. Terasa nikmat luar biasa.
"Minumnya, Paman." Fani menuangkan es sirup di ceret ke dalam gelas.
"Kalian tumben kumpul di sini?"
"Ini bukan tumben, tapi sudah biasa, Paman." Fani yang menjawab.
"Apa kabarmu, Fani. Lancar mengajarnya?"
"Alhamdulillah lancar tanpa kendala."
"Zia apa kabar baby mu?"
"Alhamdulillah sehat."
"Ima gimana sekolahnya?"
"Alhamdulillah baik, Paman."
"Paman, apa kabar jodoh Paman?" Tanya Zia.
"Hah! Oh belum ada kabar."
"Kata Acil Fani kemarin ada cewek datang ke nisi. Cantik katanya."
"Oh. Itu anaknya teman Amma."
"Cantik tidak?"
"Karena perempuan pasti cantik."
"Jantung Paman berdebar tidak?"
"Paman hidup ya pasti jantung Paman bergerak."
"Ih, bukan itu deh! Ada sara eh rasa tidak?" Zia terus mengajukan pertanyaan.
"Rasa apa?"
"Rasa cinta!"
"Baru sekali bertemu belum kenal betul bagaimana bisa ada rasa cinta langsung, Sayang." Abi tertawa pelan karena rentetan pertanyaan Zia.
"Pasti ada. Makanya ada namanya cinta pertama."
"Risma baru sebelas tahun kok sudah paham cinta pertama."
"Aduh, Paman. Disekolah itu kelas empat SD saja sudah ada yang pacaran."
"Aduh, Paman kalah dong dengan anak SD."
"Iya benar. Aku ngajar kelas dua, sudah ngerti juga cinta."
"Paman ngerti cinta tidak?" Tanya Zia.
"Tentu saja mengerti, Sayang."
"Tapi kok sudah tua belum punya orang yang dicinta." Risma merasa heran.
"Itu takdir. Paman hanya menunggu."
"Ima punya usul deh!"
"Usul apa?"
"Paman sama Acil Fani!"
"Apa! Tidak bisa, Acil Fani sudah Zia patenkan jodohnya!"
"Dengan siapa!?"
*