13. Fitting Baju Pertunangan

2164 Kata
Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi netra Ara tidak kunjung terpejam. Rasa bahagia begitu meluap dalam hatinya, hingga ia merasa tidak sabar agar waktu cepat berlalu. Ya, ia sudah tidak sabar bertunangan secara resmi dengan Reza dua hari lagi. Terasa dua hari itu, sangatlah lama menurutnya. Maklum saja jika ia merasa hal seperti itu, mengingat ini adalah kali pertama ia merasakan namanya jatuh cinta pada pria. Untuk meluapkan rasa bahagianya, Ara ingin membagi kebahagiaan itu bersama sahabat baiknya yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Meskipun ia tahu saat ini waktu telah sangat larut, tapi ia tetap ingin menghubungi Sintia. 'Ah ... aku sampai lupa menghubungi Sintia, dan memberitahunya kalau aku sudah dilamar sama Mas Reza,' gumam Ara, seraya bangkit dari rebahan di ranjang. Ara pun melangkah ke arah meja rias, kebetulan tasnya yang berisi ponsel itu berada di atasnya meja rias. Ketika ia telah menemukan ponselnya, ia lupa untuk mengisi daya baterai ponsel dari semalam. 'Yah, kenapa aku bisa lupa mengisi baterai ponselku. Ini karena kepalaku selalu diisi oleh nama Mas Reza terus, dan terus kebayang wajahnya terus. Jadi, aku melupakan sahabatku Sintia,' kekeh Ara, dengan memukul kepalanya sendiri. Ara pun bergegas mengisi daya baterai ponselnya, sambil menunggu ponselnya terisi ia mengambil salah satu n****+ favoritnya berjudul 'Love Story' Tanpa terasa Ara telah membaca n****+ di tangannya selama setengah jam lebih, ia baru teringat kalau ia tadi punya niatan ingin menelepon Sintia. Tapi, karena keasyikan membaca maka ia jadi melupakan niatnya. 'Ah, bukankah tadi aku ingin menelepon Sintia. Tapi, kenapa aku bisa melupakannya?' 'Kebiasaan kalau sudah baca n****+, jadi membuatku lupa segalanya,' gumam Ara, dengan menutup n****+ lalu menaruhnya di atas nakas. Setelah berdiri, Ara mengambil ponsel kemudian ia mulai mengaktifkan ponselnya. Ketika ia baru membuka, ia melihat ada notice panggilan tidak terjawab dari Sintia. Sesaat ia berpikir, apakah ada hal penting yang ingin dibicarakan Sintia padanya. 'Ada notice panggilan tidak terjawab dari Sintia, apa ada hal penting yang ingin ia bicarakan padaku?' gumam Ara, dengan menekan tombol hijau untuk menghubungi Sintia. Ara menunggu sambungan telepon sampai tersambung selama hampir sepuluh menit, ia sengaja terus menelepon dan sabar menunggu hingga sahabatnya yang berada diujung telepon mau mengangkat teleponnya. Drrrrtt Sintia Best Friend "Hallo ...." sahut Sintia yang berada diujung telepon. "Hallo, Sintia, ini aku Ara. Apa kamu belum tidur?" tanya Ara to the poin. Sintia yang sebelumnya baru saja memejamkan mata, karena seketika terbangun begitu mendengar suara Ara. 'Ara!' Dia meneleponku, ah, ini kesempatanku untuk tanya-tanya tentang cowoknya,' batin Sintia, dengan langsung terbangun dan duduk di atas kasur. Ara yang tidak kunjung mendapatkan respons lagi dari Sintia, mencoba mengajak sahabatnya itu bicara. "Sintia, kamu belum tidur 'kan? Aku ingin bicara sama kamu, apa kamu sudah mengantuk," ucap Ara dengan suara sedikit dikeraskan. Tidak ingin Ara menunggu, dan menganggapnya tidur Sintia pun akhirnya menjawab pertanyaan Ara. "A--aku baru bangun tidur, ada apa Ara? Kenapa jam segini kamu belum tidur juga, ah, apa kamu sedang memikirkan cowok kamu?" pancing Sintia dengan menggoda Ara. "Ah, kamu tahu saja apa yang kupikirkan," malu Ara, dengan kekehan kecilnya. Ara yang tersadar akan notice panggilan tidak terjawab dari Sintia, langsung menanyakan ada apa sahabatnya itu meneleponnya. "Oh, iya, Tia. Kenapa kemarin kamu meneleponku, apa ada hal penting yang ingin kamu bicarakan padaku?'' tanya Ara cepat. Sintia pun tersadar ulahnya kemarin, yang merasa, sok, ingin tahu semua hal tentang Ara dan pacarnya. Hingga tanpa pikir panjang, ia menghubungi sahabatnya. "Tidak! Aku tidak meneleponmu, kok, Ara. Mungkin aku salah pencet, dan lupa," bohong Sintia. "Begitu, ya, kirain ada hal penting," ucap Ara lega. Mengingat waktu sudah semakin larut, dan Ara juga mulai mengantuk. Maka ia pun memberitahu perihal acara pertunangannya dengan Reza dua hari lagi, ia berharap sahabatnya itu memiliki waktu luang agar bisa menghadiri pertungannya. "Tia, apa dua hari lagi kamu memiliki acara?" tanya Ara lembut. "Tidak ada, hanya sekadar mencari pekerjaan saja," jelas Sintia. "Oh, baguslah kalau kamu tidak ada kegiatan atau acara apapun. Maka kamu harus datang di acara pertunanganku dengan Mas Reza, dua hari," antusias Ara saat memberitahu Sintia. Degh! Sintia seketika terkejut, ia tidak menyangka kalau sahabatnya akan cepat bertunangan dengan pria incarannya. Padahal niatnya ingin mendekati cowok Ara, tapi jika sudah bertunangan sama Ara apa ia masih memiliki kesempatan untuk merebut kebahagiaan sahabatnya itu? 'Apa! Ara mau bertunangan?! Bukankah Ara baru mengenal pria itu, kenapa pria itu langsung mau melamar Ara.' 'Tapi, siapa yang tidak ingin cepat menikah dengan Ara. Selain Ara cantik, mandiri dan memiliki kekayaan sangat banyak. Mana ada pria akan berlama-lama hanya sekadar mengenal Ara, tentu pria-pria itu ingin menikahi Ara. Termasuk kekasih yang baru Ara kenal,' kesal dalam hati Sintia, entah mengapa ia begitu marah setelah mendengar undangan dari Ara. Sintia mencoba mengendalikan dirinya, agar tidak mengeluarkan kata makian atau pun Ara curiga kalau saat ini ia ingin marah sama Ara. "Apa! Kamu akan tunangan, Ara?'' terkejut Sintia. "Iya, aku akan bertunangan. Jadi, kamu harus datang." "Tega sekali kamu, Ara. Kenapa tidak kamu kenalin dulu, kayak apa calon tunanganmu itu. Sekarang malah dapat kabar kalau kamu akan tunangan, berasa aku sahabat tidak di anggap saja," keluh Sintia pura-pura sedih. "Bukan seperti yang kamu pikirkan, Tia. Aku sendiri juga terkejut, saat Mas Reza mengajak aku dinner makan malam. Tiba-tiba aku dikejutkan dia melamarku di hadapan orang banyak, selain terharu saat itu aku juga merasa sangat bahagia," heboh Ara saat ia menceritakan Reza melamarnya. Sintia yang berada di ujung telepon semakin merasa panas, ia begitu cemburu dengan kebahagiaan Ara. Karena tidak kuat mendengar cerita dari sahabatnya, maka Sintia memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tut. Ara yang masih asyik ingin menceritakan semua hal tentangnya dengan Reza, tiba-tiba dibuat bingung kenapa sambungan teleponnya mati. Padahal tadinya ia berniat untuk mengakhiri percakapannya dengan Sintia, karena alasan mengantuk. Tapi, setelah bercerita malah matanya sekarang tidak mengantuk lagi yang ada ia ingin membagi kebahagiaan pada sahabatnya, sayangnya sahabatnya itu malah memutuskan sambungan telepon secara sepihak. 'Kenapa teleponnya tiba-tiba mati, apa baterai ponsel Sintia sudah habis?' gumam Ara, setelah melihat layar ponselnya mati. *** Kabar bahagia tentang pertunangan Ara dan Reza telah tersebar oleh kedua perusahaan, baik itu di perusahaan Pak Nathan maupun perusahaan Reza sendiri. Mengingat wanita yang akan menjadi tunangan Reza bukanlah orang sembarangan, dia keturunan orang kaya raya. Meskipun tidak ada orang tua yang mendampingi Reza, tapi ia memiliki cara dengan mengumpulkan beberapa karyawan di perusahaannya, dan beberapa saudaranya. Saat ini baik Reza maupun Ara sedang fitting baju pertunangan mereka di salah satu butik terkenal, Pak Nathan dan Bu Nara tidak ikut karena mereka telah pasrah dengan pilihan putri kesayangannya. Terlihat wajah antusias dari Ara dan Reza, jika Ara begitu bahagia karena tidak lama lagi akan ada seorang pria yang selalu ada dalam hidupnya. Ia berharap pria tidak lama lagi akan menjadi tunangannya itu bisa selalu memberikan banyak kebahagiaan, bukan luka. 'Calon tunanganku begitu sangat tampan, semoga saja aku tidak salah menerima cinta dan lamarannya. Meskipun kami baru beberapa kali kenal, tapi memang cinta pada pandangan pertama padanya telah membuatku buta. Aku mencintai dia, dan tanpa pikir panjang aku menerima apa yang dia tawarkan,' batin Ara seraya menatap Reza memang terlihat tampan, saat pria itu tengah mencoba pakaian pertunangan mereka. Reza peka, ia tersadar saat ada seseorang menatapnya dengan tatapan puja padanya. Ia pun mengulum senyuman menawan pada Ara, hingga membuat wanita cantik itu terkesima. "Sayang, kenapa ada di situ? Ke marilah, berikan komentar kamu dengan apa yang kukenakan saat ini. Apa aku terlihat tampan dan pantas memakai ini?" panggil Reza, dengan isyarat tangan ia lambaikan agar Ara mau mendekat padanya. Tanpa membuat tunangannya menunggu, Ara mendekat. Kemudian ia menatap wajah Reza dari dekat, kebetulan karyawan dan pemilik butik yang ia dan Reza datangi sedang melayani pelanggan lainnya. Jadi, ia sedikit leluasa memandang calon suaminya. "Mas Reza sangat tampan, bahkan sangat tampan sekali. Setelah memakai ini, Mas Reza seakan berkali lipat kadar ketampanan Mas," ujar Ara jujur. Namun, kata polos yang diucapkan Ara malah di anggap candaan semata. Reza menganggap kalau ucapan Ara itu seperti gombalan pada pasangannya. "Iihh, pinter sekali calon istriku kalau ngegombal," sahut Reza sambil berlalu, ke dalam ruang ganti untuk mengganti pakaiannya kembali. "Saya tidak ngegombal, kok, Mas. Saya bicara jujur, kalau memang Mas Reza sangat tampan," ulang Ara menyakinkan. Tapi, lagi-lagi Reza tidak percaya dan hanya tersenyum kecil di dalam ruang ganti tanpa membalas ucapan Ara. Hingga membuat wanita cantik itu cemberut, ia merasa kalau tunangannya tidak mempercayai pujiannya tadi. 'Ah, kenapa Mas Reza tidak percaya sama ucapanku? Apa dia tidak melihat keseriusan saat aku mengatakannya tadi?' batin Ara bingung. Saat Ara tengah berdebat dengan kebingungannya, karena tunangannya tidak mau mempercayai pujian darinya. Reza yang telah selesai berganti pakaian, mulai melangkah mendekati Ara dan meminta calon tunangannya itu untuk mencoba kebaya untuk pertunangan mereka dua hari lagi. "Sayang! Kenapa masih di sini, tidak mencoba kebaya yang akan kamu kenakan untuk acara pertunangan kita? Malah melamun tidak jelas seperti ini, jadi buang-buang waktu ?!'' ucap Reza dengan nada sedikit kasar. Degh! Ara seketika tersadar dari lamunannya, ia pun bergegas dan mengambil kebaya yang berada di atas kursi yang sebelumnya ia taruh di situ. "Ma--maaf, saya tadi tengah melamun. Baik, saya pergi mencobanya dulu," jawab Ara terkejut. "Iya, cepat! Karena sebentar lagi aku ada urusan pekerjaan, dan tidak terus-terusan mengikuti kemauanmu," pinta Reza dengan nada keras, seperti membentak. Selain ia terkejut, ia juga tidak menyangka kalau tunangannya itu berbicara sedikit keras dan kasar padanya. Meskipun begitu, Ara tidak ingin berpikir macam-macam. Ia pun berusaha memahami, kalau saat ini pasti tunangannya itu tertekan dan merasa kelelahan saja. Maklum saja, karena Pak Nathan memberikan waktu dua hari untuk mempersiapkan pertunangannya. 'Kenapa Mas Reza setelah keluar dari ruang ganti menjadi kasar, apa dia lelah? Atau ada hal lain yang sedang terjadi padanya, dan aku tidak tahu itu?' tanya Ara dalam hatinya. Meskipun timbul banyak pertanyaan dalam hatinya, Ara bergegas ke ruang ganti dan mencoba kebaya yang akan ia kenakan di hari pertunangannya nanti. Tidak sampai sepuluh menit, kebaya itu telah ia kenakan. Terlihat pantulannya di dalam cermin, meskipun tanpa berias ia sudah terlihat cantik secara alami. 'Apa aku perlu menunjukkan ini pada Mas Reza? Kalau aku menunjukkan, apa dia akan senang. Atau dia malah akan marah, karena aku tidak mau bertengkar atau pun membuat dia kesal menjelang hari pertunangan kami,' gumam Ara, seraya memandang dirinya di dalam cermin. Saat Ara bingung, apakah ia akan menunjukkan kebaya yang telah ia pakai atau tidak. Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah luar, dan yang mengetuk tidak lain adalah Reza tunangan Ara sendiri. Tok! Tok! Tok! "Ara Sayang, apa kamu sudah selesai mengganti kebayanya. Keluarlah, aku ingin melihat penampilanmu," ujar Reza sedikit keras. "Iya, Mas, sebentar," jawab Ara cepat. Di dalam Ara seketika merasa senang, saat pria dalam pikirannya kini memintanya untuk keluar dan menunjukkan kebaya yang saat ini ia coba. Cekelek! Ara membuka pintu ruang ganti pakaian, kemudian dia berjalan keluar secara perlahan. Di luar terlihat Reza berdiri membelakangi, setelah mendengar suara pintu terbuka Reza langsung membalikkan tubuhnya dan melihat calon istrinya yang begitu terlihat cantik dan mempesona meskipun tanpa make up. "Sayang! Kamu cantik sekali, meskipun tanpa make up. Jika nanti, di malam pertunangan kita kamu telah di rias, pasti kamu akan lebih cantik lagi. Semua orang akan terus menatapmu, dan itu akan membuatku cemburu," puji Reza sedikit dihinggapi perasaan cemburu. "Benarkah? Terima kasih, untuk pujiannya Mas. Mas Reza juga sangat tampan sekali, saya sangat merasa beruntung bisa dipertemukan oleh Allah dengan Mas Reza,'' syukur Ara, seraya menatap Reza penuh cinta. Reza membalas tatapan Ara dengan tatapan sayu, ia pun berniat memberikan kecupan di bibir pink alami milik Ara. Namun, wanita cantik itu terlalu polos saat ingin di cium Ara malah mundur dua langkah. Hingga yang terjadi ia hanya mengecup udara. "Mas Reza mau apa, kenapa mendekati Ara seperti ini?" tanya Ara dengan mundur dua langkah. Reza yang tahu kalau Ara masih polos, maka ia berpura-pura mengambil sesuatu berupa kotoran di atas kepala Ara. Padahal di atas kepala Ara tidak ada apa-apa, itu hanya alibi Reza agar tidak malu dihadapan tunangannya. "Tidak apa-apa, aku hanya membersihkan sesuatu di rambutmu. Sekarang masuk ke dalam, dan ganti pakaian setelah ini aku antar kamu pulang," perintah Reza cepat, ia sedikit kesal karena ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau. "Oh, baik, tunggu sebentar," Ara langsung membalikkan badannya, dan masuk kembali ke dalam ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Saat Ara tengah berganti pakaian, di luar terlihat Reza sedang mengomel sendiri. Karena ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau, sejak bertemu dengan Ara ia sama sekali tidak pernah diberikan kesempatan mendapatkan kecupan di bibir pink milik Ara. Wanita itu, selalu saja memiliki alasan untuk menolak ciumannya. Ara hanya mau di cium di kening, dan pipi selebihnya ia tidak akan mau sebelum Ara telah sah menjadi istri Reza. 'Sial! Kenapa aku selalu gagal mencium bibir Ara, bukankah selama ini aku paling jago menaklukkan banyak wanita. Bukan hanya bibir, tapi tubuh beberapa wanita yang pernah dekat denganku sudah pernah kurasakan. Ini, calon istriku sendiri meminta dengan isyarat saja Ara tidak mengerti. Meminta langsung padanya, pasti aku akan mendapatkan penolakan. Makanya aku ingin mengambil secara diam-diam, tetap saja tidak bisa,' kesal Reza. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN