***
Berengsek itu punya tingkatan. Ada yang sangat b******n, b******n saja, dan sedikit b******n. Seavey Sean sepertinya berada di tingkatan tengah, antara b******n dan tidak.
Fakta bahwa Seavey seorang pecandu seks tak membuat dia mengambil kesempatan menyakiti Ayana ketika perempuan itu mabuk. Seavey bahkan menunggu sampai Ayana sadar. "Sepertinya kau punya masalah. Apa yang terjadi sampai kau melampiaskan semua itu pada alkohol?" tanya Seavey Sean.
Ayana merasa malu. Apa yang telah ia ucapkan saat mabuk begitu menggelikan walau hanya sekadar diingat sebentar. Bagaimana mungkin dia menawarkan tubuhnya pada Seavey. "Aku diputuskan oleh pacarku." Ayana jujur. Buat apa dia menyembunyikan hal itu. Lagipula Justin hanya akan menjadi masa lalunya. Seavey pun tak tahu siapa Justin.
Seavey mengangkat alisnya. "Apa dia sangat tampan sampai kau merasa tidak rela melepasnya?" Ayana langsung mengalihkan pandangan tepat di mata biru tuan rumahnya. Sedikit tersindir dengan ucapan lelaki itu. Ayana menyela, "Paling tidak Justin tidak tergila-gila akan seks!"
Mendadak rasa gugup Ayana pada Seavey menghilang. Keakraban ini terasa aneh bagi Ayana. Apalagi kemarin, ia melihat jelas betapa berengseknya pria itu pada perempuan bernama Summer. Mungkin b******n dan p*****r memang jodoh yang serasi. Lagipula, si Summer tampaknya menyukai dipermainkan.
"Oh, Justin namanya." Seavey mangguk-mangguk, mengabaikan sindiran Ayana terhadapnya tadi. "Apa alkohol sudah membuat kau melupakan dia? Maksudku adalah rasa sakit bisa sembuh melalui tindakan-tindakan tak wajar." Seavey tersenyum miring. Ia mengejek kata-katanya sendiri. Rasanya aneh berbicara santai dengan perempuan,
Ayana memerlukan waktu mencerna kalimat lelaki itu. "Apa teori itu berlaku untuk b******n seksual? Apa dengan menyiksa perempuan rasa sakitmu hilang?" Ayana hanya menebak kalau Seavey seperti Christian Grey. Seavey mengerutkan dahinya kemudian menatap serius ke arah Ayana. "Sepertinya pertanyaan ini sudah melampaui batas antara tuan rumah dan agen pembersih." Ayana harus menahan malu ketika menyimak kalimat lelaki itu.
Menutup mulut, berdiri, memainkan jari-jemari. Ayana salah tingkah. "Maaf atas kelancanganku," katanya gagap. Di seberang sofa, Seavey malah sumringah. Ia tidak sadar kalau dia sudah jatuh dalam pesona seorang agen pembersih rumah.
Ayana mengusap lehernya, gugup. Suasana hening sesaat. Ayana menyadari kesalahannya. Dia berucap, "Maaf telah merepotkan kau, karena diriku kau harus ke bar. Karena aku kau tidak jadi membawa perempuan lagi. Kau pasti kesepian. Aku janji hal ini tidak akan terulang lagi." Kata-kata itu menggelitik di telinga Ayana. Seperti sedang mengucapkan hal konyol yang tidak ingin dia katakan.
Ayana pamit masuk ke kamarnya sebelum Seavey berteriak, "Mulai hari ini, aku tidak tinggal di rumah. Aku rasa kau akan terganggu kalau aku melakukan hal itu di rumah. Terakhir kali, kau tampak tak nyaman saat melihat aku bersama Summer!" Bukan hanya sekali Seavey menampakkan sisi perhatiannya. Ayana mulai meragukan kalau Seavey merupakan pria b******n seperti yang dijelaskan oleh Naomi. Ayana bisa merasakan pancaran kebaikan pria itu.
Pikiran Ayana tidak bisa lepas dari ucapan-ucapan Seavey padanya. Perhatian laki-laki itu sebagai tuan rumah terlalu berlebihan untuk seorang agen pembersih sepertinya. Ayana tidak bisa fokus mempelajari materi kuliahnya. Berada di rumah Seavey membuat dia penasaran. Andai dia bukan mahasiswa manajemen. Andai dia seorang detektif, mungkin dia sudah bersiap menyelidiki tentang lelaki itu.
Buku menjadi sangat menjengkelkan untuk dibaca olehnya. Malas, Ayana meletakkan buku bacaan itu di atas kasur. Rasa penasaran terus menghantui kepalanya. Ia malah ingin mengobrol sekarang. Tidak dengan Justin melainkan Seavey.
Aneh baginya untuk rasa ini, mengingat ia baru saja putus dengan seorang Justin, Ini terlalu cepat. Terlalu cepat untuk melupakan Justin. Benarkah alkohol membuat Ayana melupakan Justin? Atau karena Ayana sudah puas menangisi Justin?
Ayana mengintip di balik jendela ketika suara mobil ferrari menggema di telinganya. Tidak salah lagi, bahwa Seavey akan keluar. Bersenang-senang bersama gadis lain. Dalam artian mungkin melampiaskan kegiatan seks-nya itu? Apalagi alasan pria itu kalau bukan seks. Bukankah Seavey seorang pemain perempuan? Ya, Benar.
Ayana menghela napas. "Kapan dia akan berubah? Sadar, Ayana! Dia hanyalah bom! Dia hanya akan menghancurkanmu kalau kau lengah sebentar saja!" Ayana memukul kepalanya sebelum memutuskan untuk tidur di kasurnya.
***
Pagi-pagi Seavey sudah muncul dengan gayanya rapi. Ayana merasakan perasaan kagum dan kaget secara bersamaan. Kagum akan pesona Seavey dan kaget akan kemunculannya. Bagaimana tidak, Seavey berdiri diam di bawah tangga seperti orang jahat yang sedang menyusun rencana licik. Kalau bukan karena melihat pakaiannya rapi, Ayana mungkin sudah berteriak meminta tolong.
"Kau mengagetkanku!"
"Oh!"
Ayana turun tangga dengan amat hati-hati. Dia lupa bila Seavey semalam bilang tidak pulang. Membuatnya mengantar kopi di lantai dua tanpa ada siapa pun di atas sana. Kecuali... anjing peliharaan.
"Aku mengantarkan kopi ke atas. Tapi hanya anjing kecil yang kutemukan. Dia menjilatiku sejak tadi. kukira dia menyukaiku." Membahas anjing kecil itu tampaknya sangat ampuh mencairkan suasana. Buktinya Seavey terlihat antusias membalas, "Aku memanggilnya Wynter. Dia adalah hadiah di musim dingin dari seseorang. Sepertinya Wynter sudah jinak. Wynter sangat pemalu, biasanya berlari sembunyi kalau sedang melihat tamu asing." Ayana malah membayangkan Wynter sebagai pemberian Summer. Namun Ayana tidak mau menanyakan hal semacam itu lagi. Takut kalau-kalau hal itu adalah privasi Seavey.
Ayana tersenyum. Ia mengangkat anjing kecil itu dengan riang. "Jadi namamu Wynter ya! Manis sekali!" komentarnya gemas. Ayana mengalihkan pandangan ke arah Seavey ketika lelaki itu sibuk melihat arloji mahalnya. "Kopinya ada di kamarmu. Masih hangat, setidaknya kau perlu meminum sebelum pergi," kata Ayana tulus. Pelan-pelan ketakutan akan monster b******n bernama Seavey itu melenyap. Tergantikan oleh rasa penasaran dan... rasa kagum.
"Aku akan meminumnya. Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku!"Seavey menaiki tangga dan berhenti di depan Ayana. Tidak bermaksud membuat hati Ayana berdebar. Seavey hanya mau menyapa anjing kecilnya. "Pagi, Wynter! Apa harimu menyenangkan? Pasti menyenangkan dipeluk perempuan ini!" Seavey menyeringai, mengabaikan Ayana yang membatu akibat debaran jantung yang tak bisa ia kendalikan.
"Omong-omong, Ayana. Jam berapa kuliahmu?" Seavey tidak masalah kalau Ayana mengutamakan kuliahnya sebab bagi Seavey kuliah lumayan penting untuk meraih karir di masa depan. Ayana menyahut, "Sekitar jam delapan pagi."
"Kalau begitu berangkat denganku saj--" Seavey belum selesai bicara ketika Ayana menimpali, "Tidak!" Ayana membalasnya dengan sedikit teriakan. Membuat alis Seavey bertautan karena bingung. Jelas sekali kalau wanita itu masih menyimpan rasa was-was terhadap Seavey.
"Maksudku aku bisa berangkat sendiri. Lagipula kau pasti sibuk bekerja. Aku bisa berangkat setelah pekerjaanku beres," jelas Ayana ketika menyadari betapa dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.
"Oke, kurasa kau memang harus berangkat sendirian." Seavey mengakhiri obrolan dengan berjalan naik ke lantai dua kamarnya. Ayana merasa lega. Napas yang dia tahan sejak tadi akhirnya berembus bebas. Reaksi tubuh Ayana yang tak biasa ini membuat wanita itu bingung sendiri. Ini sudah berkali-kali ia gugup berhadapan dengan Seavey.
Ayana bergeming cukup lama sampai beberapa menit kemudian memutuskan membereskan rumah lalu berangkat kuliah. Dia tidak akan merusak kuliahnya hanya karena cowok bernama Seavey itu.
See u next time
Follow i********:: Sastrabisu dan erwingg__