"Syif, lu ngapa dah kek ngga tenang gitu duduknya?" tanya Afra merasa heran dengan sikap sahabatnya.
Dia dari tadi memperhatikan gerak gerik Syifa yang aneh menurutnya. Tidak biasanya, Syifa yang terkenal masa bodo dengan sekitar tidak bisa tenang.
Syifa melirik jam di pergelangan tangan nya, "Eh gue pamit duluan gak papa ya?" tanya Syifa kepada yang lain tanpa memperdulikan Afra yang masih menatapnya.
"Oh yaudah Syif, kalo kamu emang buru buru." jawab Kiki tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop. Sedangkan Putri hanya melihat saja tanpa mau berkomentar, karena dirinya pun sibuk dengan mendikte Kiki dari buku esiklopedia untuk diketik di laptop.
Syifa segera merapihkan barang bawaannya yang tadi sempat dia keluarkan dari dalam totebagnya, "Yaudah, gue pamit yaa. Entar kalo emang butuh sesuatu, kontak aja gue. Gue siap begadang kok."
Putri dan Kiki menjawab dengan anggukan kepalanya, berbeda dengan Afra yang masih menelisik tingkah laku Syifa yang aneh menurutnya.
"Lu pada ngerasa ada yang aneh ngga sih?" tanya Afra setelah melihat Syifa keluar dari perpustakaan.
"Ya mungkin emang dia ada kegiatan penting kali di luar." ucap Putri malas meladeni sifat kekepoan akut dari sahabatnya itu.
Afra merasa belum puas dengan apa yang di katakan Putri, ketika dia hendak bangun dari tempat duduknya dan berniat mengikuti Syifa, pergelengan tangan sudah di cekal terlebih dahulu.
"Mau ke mana lo?" tanya Putri, dia sudah tau jika Afra pasti akan mengikuti Syifa. Kekepoan akut sahabatnya yang satu ini, memang sangat sulit dihilangkan. Afra yang merasa sudah dicegat duluan, akhirnya dia pasrah. Dan duduk kembali ketempatnya tadi.
Syifa sudah telat 10 menit dari jam janjiannya dengan Pak Wadiman. Pak Wadiman tadi sempat meng-SMSnya dari 10 menit yang lalu jika dia sudah sampai di depan kampusnya.
Dari tadi dia sudah mau pamit dengan para sahabatnya, tapi sungguh tidak enak sekali. Artinya jika dia telat 10 menit, otomatis mereka jemput Kila pasti akan telat juga. Belum lagi nanti macetnya perjalanan.
Dari kejauhan, Syifa sudah melihat Pak Wadiman yang bersender di kap mobilnya, "Pak, maaf yaa saya telat." ujar Syifa ketika sudah sampai dihadapan Pak Wadiman.
"Oh iya Mbak, gak papa kok. Yuk Mbak langsung meluncur ke tempatnya Non Kila." Wadiman mempersilakan Syifa dan membukakan pintu belakang. Syifa sebenarnya merasa tidak enak di perlakukan seperti ini, tapi apa boleh buat.
Dia tidak mau berdebat untuk sekarang. Pasal nya mereka sudah telat menjemput Kila, "Pak, ngebut yaa. Takut Kila udah keluar." ujar Syifa dengan nada paniknya yang tak tertinggalkan.
Dia memang orang panikan, sesuatu yang belum terjadi pun dia amat mengkhawatirkannya. Seperti saat ini, dia takut telat menjemput Syifa. Padahal belum tentu Kila sudah keluar dari kelasnya.
"Mbak, tenang aja. Tadi saya sudah SMS gurunya Non Kila, supaya menemaninya sampai kita datang." Syifa menghembuskan nafasnya, dia bisa bernafas lega. Kepanikannya sudah berkurang.
Dia parno, jika anak kecil menunggu jemputan seperti yang ada di film film akan ada penculikan anak. Memang Syifa sangat korban sinetron.
"Ini Pak sekolahannya Kila?" tanya Syifa, takjub melihat gedung di depannya. Dulu dia sempat ingin kuliah di sini, tapi apa daya kantong orang tuanya tidak mencukupi.
Al-Azhar. Ya di sinilah putri dari seorang Dwiki Hermawan bersekolah. Padahal baru hanya jenjang Taman Kanak Kanak, tapi dia sudah mau merogoh kocek yang cukup dalam.
Sungguh orang kaya memang seperti ini, apa lah dirinya yang hanya remahan rengginang, fikir Syifa seraya mata nya tetap melihat sekeliling nya.
"Mbak Syifa mau ikut turun atau di sini aja?" tanya Wadiman setelah memarkirkan mobil nya. Syifa tersentak dari lamunannya.
"Eh, saya di sini aja deh Pak." sebenarnya dia mau ikut masuk menghampiri Kila. Tapi entah kenapa, ada ketakutan didalam dirinya. Takut beredar gosip yang tidak tidak. Nanti orang orang berfikir, jika dirinya ibu baru Kila.
"Oh ya sudah. Saya ke dalam dulu ya Mbak, ngga lama kok." Pak Wadiman pun sudah berlalu memasuki gedung yang mana dari dalam sana Syifa melihat anak anak yang seumuran Kila berhamburan dari dalam gedung.
Dari kejauhan, Syifa sudah melihat Pak Wadiman menggandeng tangan anak tuannya. Dan tunggu, siapa wanita yang ikut berjalan di samping Kila? Syifa terus memperhatikan mereka, sampai tak sadar jika kaca disampingnya di ketuk orang dari luar.
Segera Syifa menurunkan kaca disampingnya, "Onti." teriak Kila dari luar mobil.
Tak enak hati, Syifa akhirnya ikut turun dari mobil, "Hey sayang." sapa Syifa kepada Kila. Kila langsung meminta digendong oleh dirinya.
Syifa dengan senang hati menuruti permintaan gadis kecil tersebut. Syifa melirik sekilas kearah wanita yang tadi jalan bersamaan dengan kedua nya, "Mba, ini guru nya Non Kila. Bu Fina," ujar Wadiman memperkenalkan Syifa dengan guru Kila yang selalu menunggui anak tuannya itu ketika dirinya belum sampai di sekolahan.
"Syifa,"
"Fina,"
Keduanya pun saling berjabat tangan. Jika Syifa tidak salah lihat, guru di depannya ini seperti tidak menyukai dirinya. Sangat kelihatan dari gestur tubuhnya. Ketika bersalaman tadi saja, Fina tersenyum seperti memaksakan. Bukannya Syifa ingin suudzon, tapi memang faktanya seperti itu.
Akhirnya mereka bertiga pamit dan masuk ke dalam mobil. Syifa yang tetap pada posisinya, dengan Kila yang sekarang berada dipangkuannya sambil menceritakan kegiatam kegiatannya hari ini. Memang dasarnya, Syifa menyukai anak kecil. Jadi dia tidak bosan mendengar cerita dari gadis kecil di pangkuannya.
Wadiman melirik keduanya dari spion tengah mobil. Dalam hatinya, dia merapalkan doa supaya yang menjadi ibu sambung dari nona mudanya adalah wanita yang sekarang sedang asyik dengan nona mudanya.
Dia sudah melihat dari awal dirinya bertemu Syifa. Seperti layaknya Dwiki, sebenarnya Wadiman pun sudah sering melihat Syifa. Di karenakan dirinya sering diperintah tuannya untuk menjemput anaknya dikediaman Abiedzar. Jadi dia juga sering melihat Syifa. Sepertinya, hanya Wadiman yang menyadarinya tidak dengan Syifa.
"Pak.. Pak Iman," panggil Kila dari jok belakang. Wadiman merasa namanya dipanggil nona mudanya, melirik lewat spion tengah. Tidak mungkin dia mengahadapkan badannya ke belakang. Yang ada akan merenggangkan nyawa mereka semua.
"Pak, nanti mampir ke toko eskrim sebentar yaa. Kila pengen beli es krim." pinta Kila dengan nada manjanya. Syifa yang gemas dengan gadis dipangkuannya, langsung mencium pipi Kila.
"Siap non."
Akhirnya mereka berhenti tepat di toko eskrim langganan nona mudanya. Di mana jika Wadiman menjemput, pasti akan meminta untuk mampir ke sini.
"Kila turun biar sama saya aja Pak. Bapak di mobil aja gak papa." ucap Syifa ketika melihat Wadiman sudah mau turun dari mobilnya.
"Mbak, ini uangnya." Wadiman menyodorkan uang berwarna biru yang dia ambil dari dashboard mobil. Dwiki memang sengaja menaruh uang di sana, entah seratus ribu atau lima puluh ribu.
Untuk sewaktu waktu jika putri nya meminta jajan seperti saat ini. Dwiki tidak memperbolehkan putrinya memegang uang secara pribadi, karena belum waktunya.
"Eh ngga usah Pak," tanpa menghiraukan Pak Wadiman, Syifa sudah turun dengan Kila dari mobil. Untung honor dari menulisnya sudah cair, jadi dirinya bisa membelikan secup eskrim yang harganya memang lumayan.
Semangkuk eskrim vanilla hanya dengan baluran coklat pink bergambar coni karakter line dihargai sebesar tujuh puluh lima ribu. Padahal eskrimnya pun tidak terlalu banyak. Hanya satu cup sedang. Mau tidak mau dirinya juga membeli satu cup eskrim vanilla dengan topping brown karakter line juga. Biar sepasang jika di foto, fikir Syifa.
"Kamu udah biasa beli di sini sayang?" tanya Syifa seraya menyerahkan cup eskrim Kila yang tadi sempat dia foto bersamaan dengan cup eskrimnya.
"Sering Onti. Biasanya kalo Papah ngga sibuk, malah kita sering duduk di pojok sana." tunjuk Kila ke tempat duduk di pojokan yang sedang di tempati sepasang remaja yang bercanda ria.
Syifa berjalan keluar dari toko eskrim seraya menggandeng tangan Kila. Setelah dirasa dua orang yang tadi di tunggunya sudah duduk manis di kursi belakang, Wadiman kembali mengemudi mobilnya menuju kantor tuaannya.
"Pak ini kita mau ke mana ya?" tanya Syifa merasa asing, karena ini bukan jalan menuju rumahnya.
"Kita mau ke kantor tuan, Mbak." Syifa kaget, karena tidak ada perjanjian jika dirinya akan ke kantor Dwiki. Dia fikir, setelah menjemput Kila maka dirinya akan diantarkan pulang oleh Wadiman. Salahnya juga, tidak bertanya dari awal dia di jemput. Dia yakin, pasti nanti bertemu dengan Tetehnya. Dan untuk saat ini dia malas di interogasi oleh siapapun.
Syifa baru kali pertama memasuki lobby gedung tinggi di daerah Jakarta. Biasanya dia hanya melihat gedung tinggi seperti ini dari dalam busway atau ketika dirinya sedang CFD an di daerah Monas.
Tapi sekarang, dirinya melihat langsung dari pengamanan gedungnya, di cek sampai ke dalam dalam mobil, setau Syifa dengan alat pendeteksi bom. Akhirnya mobil sudah terparkir rapih. Ada bacaan khusus, FOR GM & CEO.
"Mbak, nanti langsung naik lift aja ya. Pencet tombol 25 nanti di sana ruangan Tuan. Tidak ada ruangan siapa pun di sana Mba," lagi lagi Syifa berdecak kagum. Sungguh beruntung yang nanti akan menjadi pasangan Dwiki. Harta di mana mana tidak perlu takut hidup susah. Karena di jamin, kekayaan nya akan bertahan sampai tujuh turunan. Setau Syifa, jika orang yang bekerja seperti Dwiki pasti banyak menanam saham di luar negeri seperti n****+ yang sering dia baca nya. Jadi mungkin, ini belum seberapa kekayaan dari seorang Dwiki Hermawan. Syifa dan Kila melangkah bersamaan. Tentu nya, dengan pandangan tidak mengenakan. Dia sekarang sedang menggandeng anak dari CEO