14. He's imperfect

1965 Kata
GRUP INTI TITAN'5 Mahesa [Bokap ngusir gue] Laskar [Demi apa lo beneran diusir?] Azka [Bos bercanda kan?] Laskar [Rumah sama aprt gua terbuka buat lo, Sa] Kaylendra [Dmn skrg?] Mahesa [Masalah gue dimananya aman] [Gue cuma bingung sama Mama] [Lo pada ada yg mau kasih gue kerjaan?] Rizal [Buat bayar rs ya bos?] Mahesa [Iya Jal, lo ada?] Laskar [Sa, sorry banget distro gue udah full. Tapi kalo lo mau minjem duit gue gapapa pakai aja dulu buat bayar rs nyokap lo] Mahesa [Gue gasuka minta2] [Gue cuma tanya, kalo gaada gapapa gue nanti bakal cari] Azka [Sorry bos, nanti gue bantu cariin deh] Kaylendra [Gue ada info balapan hadiahnya gede] [Kalau mau gue kirim lokasinya] Mahesa [Mau] Laskar, Azka, dan Rizal yang memang sedang ada di kantin, duduk satu meja dengan Kaylendra langsung memberi tatapan tajam kepada cowok itu. "Kenapa?" tanya Kaylendra dengan polosnya. Laskar yang sudah kepalang kesal tidak segan untuk melemparkan separuh donatnya kepada Kaylendra. "Tol*l! Lo kan tau Hesa lagi berantakan. Sekarang kenapa malah lo suruh balapan, pinter?! Lo mau dia celaka?" marah Laskar. "Dia butuh duit, ya gue bantu." "TAPI GAK BALAPAN JUGA!! Ah gue botakin nih pala lo lama-lama. Gedek banget!" Azka juga ikut emosi sampai-sampai hendak melemparkan minumannya juga untuk cowok dingin itu. Melihat respon temannya, Kaylendra menghela napasnya kasar. Dia menatap bergantian, Laskar, Azka, dan Rizal. "Lo semua khawatir berlebihan. Mahesa udah gede, bukan anak SD yang baru belajar bawa motor. Gue yakin dia baik-baik aja," kata Kaylendra. Laskar tersenyum miring. "Iya baik-baik aja, ntar malem-malem dapat telfon, bos ada di rumah sakit kecelakaan pas balapan. Disabotase bla bla bla. Lo mau itu terjadi?" Plak! Cowok dengan tubuh besar itu meringis lalu menatap Azka sengit. "Kenapa lo mukul gue malih?" "Omongan lo jaga anjir! Jangan sembarangan, kejadian nanti kan gak lucu," peringati Azka. Spontan Laskar langsung menutup mulutnya sendiri. "Astagfirullah, maaf keceplosan," rutuknya. "Hadeeh, weslah lo pada gak ada yang mau tanya gitu Mahesa sekarang ada di mana?" celetuk Rizal. Bukannya bertanya, keempat cowok itu malah saling melempar pandangan satu sama lain. Hal tersebut jelas membuat Kaylendra geram dengan kelakuan temannya. Cowok itu langsung ambil langkah duluan untuk bertanya kepada Mahesa. Kaylendra [Lokasi lo skrg dmn?] Tidak menunggu lama, ponsel Kaylendra kembali bergetar di atas meja. Segera Rizal menyahutnya, tanpa izin pula. Mau protes tapi Rizal sudah keburu membacanya. Mahesa [Sharelok] "Dia ada di," Rizal menjeda ucapannya berusaha membaca lokasi yang Mahesa kirimkan. "Apartemen!" pekiknya setelah itu. "Ah serius lo? Buta map gitu sok-sokan," Laskar yang tidak percaya lantas merebut ponsel Kaylendra dari tangan Rizal. "Yaudah dibilangin gak percaya," gerutu Rizal. Sekarang ganti Laskar yang berusaha membaca lokasi tersebut. Cowok itu terlihat sangat serius sambil memperbesar-memperkecil layar benda pipih itu. "Gimana, Kar?" tanya Azka. Kening Laskar mengerut. Dia kemudian mengembalikan ponsel itu kepada yang punya. "Kayaknya sih iya di apartemen. Yang dulu sering kita buat nginep itu," kata Laskar. "Kan bener apa kata gue. Suka ngeremehin sih," ujar Rizal. Azka tersenyum menatap cowok itu. "Iya Jali, iya, lo bener kok. Kemampuan membaca lokasi lo berkembang pesat!" puji Azka. Rizal jadi besar kepala. Dia mengangkat dagunya angkuh. "Jali gitu loh!" "Halah! Inget, dulu kita berlima pernah nyasar gara-gara lo yang pegang map. Perjalanan yang awalnya cuma sejam jadi lima jam kerena muter-muter terus!" Laskar yang kesal dengan gaya Rizal jadi teringat masa lalu. Saat liburan kenaikan kelas satu ke kelas dua. Waktu itu mereka ingin cari tempat holiday, bawa satu mobil berlima, yang nyetir Laskar. Awalnya pembaca map ditangguhkan kepada Kaylendra yang memang pintar tidak diragukan lagi, tapi dengan gaya selangit, Rizal sok-sokan mengajukan diri. Sebenarnya antara percaya dan tidak percaya. Hanya saja saat itu Kaylendra moodnya sedang buruk, jadi dia iya iya saja. Alhasil, mereka hanya berputar-putar selama lima jam. Saat dirasa muak, berulah Kaylendra mengambil alih map. Di sana mereka semua marah-marah kepada Rizal. Tau jawaban Rizal waktu itu apa? "Ya maap kan gue cuma nyoba." Ampun! Habis Rizal kena damprat satu mobil. "HAHAHAH!" Azka tertawa ngakak membayangkan masa itu. "Terus pas sampai di tempat liburannya, si Jali terkucilkan. Kasihan banget melas mukanya," Azka masih kesusahan menahan tawanya. "Terus, terus, pas mau pulang, Jali ditaruh belakang sendiri jaga koper. Astagfirullah liburan paling berkesan sih sejauh ini," Laskar menambahkan. "Buli aja terus. Waktu itukan gue masih noob, sekarang udah pro baca map kali," Rizal mencoba membela diri yang malah ditertawakan. "Iya deh percaya. Belajar dari pengalaman ya Jal?" balas Azka menepuk bahu Rizal sekali. "Wooh iya dong harus! Kesalahan masa lalu itu harus digunakan sebagai pembelajaran di masa depan." "Aseeeek, Jali Teguh 2021. Tuh quote nyontek di mana btw?" tanya Laskar dengan nada setengah memuji setengah meledek. Rizal pun terkekeh. "Ada waktu itu pernah baca lewat di feeds **," katanya kemudian. Seketika Laskar dan Azka kembali tertawa. Rizal hanya senyum-senyum saja. Sedangkan Kaylendra geleng-geleng kepala, bingung antara harus sedih atau senang punya teman seperti mereka. "Ntar pulang sekolah gue mau samperin Mahesa, lo bertiga ikut gak?" Pertanyaan serius Kaylendra ternyata begitu ampuh membuat tawa Laskar dan Azka seketika terhenti. "JELAS IKUT DWONG!" balas ketiganya bersamaan dengan semangat. **** Suara bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Selina segera mengemasi barang-barang setelah mendapatkan pesan dari Mahesa jika cowok itu sudah menunggu di depan gerbang. Sungguh cowok yang unik. Jika biasanya murid lain akan malu datang ke sekolah jika tidak benar-benar sekolah, ini Mahesa dengan santainya malah menunggu di depan gerbang. Selina hanya tersenyum tipis membayangkannya. "Guys, gue duluan ya?" pamit Selina kepada Anggi dan Gisel. "Buru-buru amat kayaknya. Ada apa?" tanya Anggi. "Tau, santai aja kali. Slow, rumah lo nggak bakalan pindah," balas Gisel. Selina tertawa garing sambil mengusap tengkuknya. "Ada urusan soalnya, duluan ya? Bye!" Tanpa menunggu balasan dari kedua temannya, Selina langsung berlari pergi begitu saja. Anggi refleks menyipitkan mata sambil meringis pelan saat Selina yang tergesa-gesa sesekali menabrak badan murid lainnya. "Selina aneh nggak sih menurut lo?" Anggi bertanya kepada Gisel. "Entah, positif thinking aja, siapa tau memang ada urusan kan?" Anggi justru berdecak. Tidak bisa percaya begitu saja. Masalahnya ini Selina kalau bukan Selina mungkin masih bisa diterima sedikit di akal. "Gue mau buntutin aja deh, kepo berat," kata Anggi. "Eh tunggu!" Gisel menahan tangan temannya itu. "Apalagi Giselia Majendra?" "Gue ikut!" Anggi memutar kedua bola matanya malas. "Ck, buruan keburu jauh orangnya." "Oke." **** "MAHESA!" Suara familiar itu membuat Mahesa langsung mengalihkan fokusnya dari layar ponsel. Cowok itu menengok ke samping kanan yang sudah ada Selina berdiri dengan wajah cerianya. "Hai," Selina menyapa lagi dengan lebih lembut. Seperti itu, melihat senyuman hangat itu, bagaimana Mahesa bisa jika biasa saja? Mahesa membalas senyuman Selina namun sangat tipis dan singkat. "Jadi ikut kan?" tanya Mahesa sekali lagi memastikan. Selina pun tanpa ragu mengangguk. "Jadi lah, udah sampai sini juga lo-nya." Mahesa terkekeh sambil mengambilkan helm untuk gadis itu. "Ngomong-ngomong, lo udah lama nunggunya?" Selina mencoba basa-basi. Sekalian membuktikan jika Mahesa adalah cowok yang asik. Tidak sekaku apa yang dulu dia pikirkan. "Lumayan, dua puluh menit yang lalu mungkin," jawab Mahesa. "Pakai," Mahesa memberikan helm full face untuk Selina kenakan. "Kenapa nunggu selama itu? Kan lo tau jam pulang sekolah itu jam berapa," kata Selina sambil mengambil alih helm hitam itu dari tangan Mahesa. "Lebih baik gue yang nunggu daripada lo yang nunggu. Udah buruan naik!" Selina yang sempat terdiam pun segera menyadarkan diri lalu naik ke jok belakang Mahesa. Ada satu hal yang kelihatan kecil, tapi cukup untuk membuat Selina selalu senyum-senyum sendiri. Setiap kali naik ke atas motor tinggi itu. Mahesa selalu mengulurkan tangannya untuk membantu. Tidak hanya itu, perkataan-perkataan random yang sering kali keluar dari mulut Mahesa sekarang juga telah mencemari pikiran Selina. Tiap malam, saat sedang terbengong sebelum tidur, pasti Mahesa yang tiba-tiba seliweran di benaknya. Selina masih bingung, apa dia jatuh cinta dengan cowok itu? Ah nggak-nggak! Perasaan gue aja. Mana mungkin gue cinta secepat ini? Pikiran dan batin Selina mengalami peperangan kecil. Tidak mungkin kan Selina jatuh cinta dengan sangat cepat? Selina memang tertarik dengan Mahesa tapi bukan berarti dia suka. Di sisi lain, rupanya banyak yang tengah membicarakan tentang kedekatan Mahesa dan Selina. Teman-temannya Mahesa dan Selina pun tidak mau kalah. Laskar, Kaylendra, Azka, Rizal, Anggi, dan Gisel, keenamnya mengintip dari dalam sekolah. "Kalian mau main tebak-tebakan nggak?" Azka tiba-tiba bertanya. "Ck, bukan saatnya, pinter!" sentak Laskar. Azka mengabaikan cowok itu. "Gue tebak, jika gak lama pasti mereka jadian!" begitu kata Azka yang sontak membuatnya jadi pusat perhatian. "Tebak-tebakan yang menarik, gue juga mau ikut nebak. Mungkin sekitar sebulan dua bulan lagi mereka official!" kata Anggi. "Tapi kayaknya gak bakal secepat itu. Gue kenal Mahesa, dia gak pernah suka atau dekat sama cewek lain sebelumnya. Jadi kalau mendadak gini, gue skip dulu nebaknya," ujar Laskar. "Payah!" "Gue juga sama, gue skip, karena jatuh cinta gak mungkin secepat itu. Mereka aja baru kenal," imbuh Kaylendra menyuarakan pendapatnya. "Kenalnya udah lama kali, cuma nggak ada momen aja yang nyatuin keduanya," kata Anggi. "Sampai tercipta satu momen absurd dan paling memalukan. Tabrakan bakso di kantin. Ew malu banget sumpah!" balas Gisel. "Yayaya momen absurd pun bisa jadi pondasi hubungan yang awet." Kali ini sepertinya mereka sedikit setuju dengan ucapan Rizal. Jarang-jarang Rizal ngomong benar soalnya. "Jadi kita nggak jadi nih ke apartemennya Mahesa?" tanya Azka. "Nggak jadilah monyett. Emang lo mau apa ke sana? Orangnya aja kencan sama calon baru," sewot Laskar. "Yaudahlah mending pulang aja yok," ajak Anggi. "Ayang, ayo pulang, laper." Anggi merengek kepada Laskar pacarnya. "Huek! Bucin najis banget!" seloroh Azka. "Iri bilang!" balas Rizal. Dia lalu menatap Gisel. "Mau pulang sama gue nggak, Sel?" tanyanya. "Emm boleh deh," jawab Gisel. "Ekhem! Kayaknya sebelum kapal Mahesa-Selina gue berlayar bakal ada kapal lain yang ikutan." "Ka, mending diem deh. Temen seneng ikut seneng juga apa repotnya sih?" kesal Anggi kepada Azka. "Ck, berisik. Buruan balik!" cetus Kaylendra, tidak suka basa-basi dan langsung bergegas pergi diikuti yang lainnya. **** Siang ini Selina cukup menikmati acara berkendara motornya dengan Mahesa. Sesekali Selina memejamkan matanya, merasakan angin menerpa wajahnya. Jarang-jarang Selina seperti ini. "Lin, lo udah makan siang belum?" Mahesa bertanya dengan sedikit mengeraskan suaranya. Sudah seperti itu juga masih belum bisa membuat Selina mendengar dengan jelas. "LO BARUSAN NGOMONG, SA?" balas Selina dengan teriak tepat di sebelah telinga Mahesa. Orang memang suka gitu ya? b***k mendadak saat di atas motor. "LO UDAH MAKAN SIANG APA BELOM?" ulang Mahesa dengan lebih kencang, barulah Selina mendengarnya. Gadis itu pun mengangguk. "BELOM KOK, SA. KALAU MAU NGAJAK MAKAN HAYUK DEH TAPI LO YANG TRAKTIR YA?" Mahesa tersenyum di balik helmnya. Awalnya cowok itu pikir Selina akan bilang tidak biar dibujuk seperti kebanyakan kejadian-kejadian sebelumnya. Namun, Selina tidak. Biarlah Mahesa lebih suka cewek yang tidak pakai basa-basi. Motor besar Mahesa lalu melaju menuju sebuah warteg pinggir jalan. Seperti biasa, Mahesa mengulurkan tangannya untuk membantu Selina turun dari atas motor. "Nggak pa-pa kan makan di warteg?" tanya Mahesa sambil menerima uluran helm dari Selina. "Memang apa yang salah sama warteg? Makannya gak kalah enak juga sama makanan restoran. Harganya juga lebih ngotak. 200ribu sekali makan di restoran, di sini bisa nambah sepuluh kali!" ujar Selina mengungkapkan fakta yang dia ketahui. Lagi, Mahesa tertawa entah sudah untuk ke berapa kalinya. "Yaudah ayo masuk." Keduanya kemudian memilih-milih makanan dari balik kaca transparan etalase. Setelah itu mereka mengambil duduk menunggu makanannya siap. "Sa, gue boleh tanya sesuatu nggak sama lo?" Selina berinisiatif membuka obrolan. "Tanya aja, selagi bisa bakal gue jawab," balas Mahesa. Kedua tangan cowok itu ditumpukan di atas meja sambil sesekali memainkan gelang yang Selina kenakan. "Maaf sebelumnya kalau gue terkesan ikut campur dan terlalu ingin tau. Gue cuma heran aja, apa orang tua lo sama sekali gak kasih lo uang sampai lo harus cari kerja sendiri? Mereka nggak bayarin sekolah lo gitu?" Selina memberanikan diri untuk bertanya. Terdengar helaan nafas kasar dari Mahesa. Melihat itu Selina jadi merasa tidak enak hati. "It's okey kalau lo nggak mau jawab. Itu kan privasi lo juga," tutur Selina. "Gue bakalan jawab."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN