Lake District

1488 Kata
Membutuhkan kurang lebih enam jam perjalanan untuk kereta dari stasiun King Cross di London sampai ke Lake District. Pemandangan perkotaan London pun sudah berganti dengan perbukitan hijau serta pohon - pohon yang mengelilingi jalur kereta ketika Hartley meninggalkan kompartemennya menuju gerbong restoran. “Hari yang cerah, inspektur," ujar Hartley kepada pria berbadan tegap dengan kumis dan janggut tipis yang sedang duduk dengan tatapan kosong ke arah jendela. Rambutnya yang disisir rapi, sangat cocok dengan kemeja putih dan rompi coklat mudanya. Mendengar itu, seketika pria berumur empat puluh tahun itu tersadar dari lamunannya dan menatap ke arah datangnya suara tersebut. “Oh, Miss Hartley. Kau, rupanya.” “Tolong, kopinya satu," ujar Hartley kepada pelayan gerbong restoran seraya berjalan menuju meja dan kemudian duduk dikursi yang berseberangan pada meja yang sama dengan Inspektur Thornton. “Menurutku, sepertinya ini bukan hal biasa bila inspektur dari Scotland Yard seperti kau harus turun tangan pada kasus ini.” “Mungkin saja”, ujar Inspektur Thornton sembari menyesap kopinya dengan perlahan. “Ada kecurigaan seperti itu, karenanya aku diminta membantu.” “Kau sendiri sepertinya sangat bersemangat dengan kasus ini, Miss Hartley?”. “Aku hanya mengerjakan pekerjaanku, inspektur," jawab Hartley sembari menerima kopi yang diantarkan kepadanya dan tidak lupa berterimakasih pada pelayan yang mengantarkan. “Dimana, kau akan menginap nanti, Miss Hartley?” “Entahlah, namun tadi aku sempat mencari - cari dari selebaran dan panduan wisata. Aku dapatkan ada sebuah penginapan yang cukup dekat dengan lokasi kejadian. Mungkin aku akan menginap disana.” “Kau, sendiri bagaimana inspektur?” “Aku belum memutuskan. Mungkin saja aku akan menumpang bermalam di Windermere Constabulary, namun aku akan melihat dulu bagaimana situasinya nanti.” Hartley menjadi cukup akrab dengan Inspektur Robert Thornton karena dua kasus yang terjadi sebelum ini. Pada kasus pembunuhan anggota parlemen di Kensington sembilan bulan yang lalu, dan pada kasus pembunuhan seorang bangsawan di East End enam bulan yang lalu. Tidak hanya menuliskan laporan investigasi yang menjadi mata pencahariannya sebagai wartawan, Hartley berhasil membantu Inspektur Thornton dalam mengungkap pelaku pembunuhan tersebut. Dari situlah akhirnya Inspektur Thornton mengakui kejelian dan analisa Hartley dan kemudian jadi sering mendiskusikan beberapa hal setelahnya dan menjadi akrab. Sudah satu jam lebih perjalanan berlalu. Inspektur Thornton kini tengah duduk di dalam kompartemennya dan mencoba untuk beristirahat. Tidak terlalu lama Inspektur Thornton menghabiskan kopinya sembari berbincang - bincang dengan Hartley di gerbong restoran tadi, lalu segera kembali ke kompartemennya mengingat perjalanan masih cukup panjang. Inspektur Thornton memalingkan wajahnya dari jendela. Dia tidak mau pemandangan pohon - pohon yang seolah berlari itu membuatnya mabuk. *** Kereta berhenti dengan bergemuruh. Roda - rodanya masih berdecit ketika berhenti di depan peron kayu stasiun Windermere. Tidak lama setelah kereta benar - benar berhenti, para penumpang bergegas turun membawa koper beserta bawaan - bawaan mereka. Inspektur Thornton turun dari gerbongnya dengan langkah yang mantap. Matanya berkeliling memperhatikan wilayah di sekelilingnya dengan cermat seperti serigala yang waspada akan habitat barunya. Berbeda dengan Hartley yang terlihat santai. Namun tentunya tetap cukup cermat sehingga dia langsung tahu posisi Inspektur Thornton berada dan bergegas menyusulnya. Tidak semegah stasiun - stasiun lain di kota besar, namun begitu stasiun Windermere adalah stasiun yang cukup megah dengan dikelilingi perbukitan hijau dan pemandangan indah dari danau Windermere yang tidak terlalu jauh dari area stasiun. Wilayah yang benar - benar cocok untuk menikmati ketenangan dan melarikan diri dari hiruk pikuk kota London yang melelahkan. Bangunannya terbuat dari batu bata merah yang kokoh dengan atap tegak yang dilapisi genting coklat. Jendela - jendelanya besar dan terbuka lebar, membiarkan sinar matahari senja menyapa dengan hangat para pengunjung yang baru datang di ruang kedatangan yang cukup luas. Meskipun bukan stasiun yang besar, stasiun Windermere selalu ramai pada musim panas. Banyak turis yang berdatangan membuat suasana penuh semangat dan riuh rendah, dengan kereta yang berdatangan dan penumpang yang berlalu lalang keluar masuk. Di sisi stasiun terdapat kedai kopi kecil yang juga menjual roti panggang. Aroma kopi dan roti panggang yang harum, menyelimuti udara hingga ke area kedatangan. Aroma yang nikmat itu membuat Hartley terpikat dan mengajak Inspektur Thornton untuk singgah sejenak ke kedai kopi tersebut. Merasa mulai sedikit lapar, Inspektur Thornton tidak menolak ajakan itu. Mungkin memang akan lebih baik makan malam sekarang saja pikirnya. Seraya berjalan keluar area stasiun, dari jendela stasiun mereka dapat melihat pemandangan indah danau Windermere yang tenang dengan perahu - perahu kecil mengambang di permukaanya. Di kejauhan, perbukitan hijau memancarkan keanggunan alam yang memikat. Namun terdapat sesuatu yang membuat mereka berhenti dan memandang sejenak ke arah danau lagi. Sebuah bangunan besar indah yang terlihat memiliki tiga lantai terletak tidak jauh di salah satu tepi danau Windermere di kejauhan –Puri Netherbridge. Hal itu jadi mengingatkan akan betapa kontrasnya hal yang akan mereka hadapi dengan latar belakang seindah ini. Mereka memasuki kedai kopi tersebut yang cukup ramai juga rupanya. Beberapa pengunjung kedai sibuk berbincang - bincang dan ada pula yang sibuk membaca surat kabar maupun panduan wisata. Mereka berdua lalu duduk di sebuah meja kosong yang berada disalah satu sisi yang dekat dengan jendela setelah memesan dua cangkir kopi dan dua porsi roti panggang. “Aku sudah memilih - milih lagi dari panduan wisata yang k****a sepanjang perjalanan tadi. Sepertinya pikiranku tidak berubah. Lakeside Retreat, disitulah aku akan menginap malam ini," ujar Hartley sembari menyesap kopi panasnya dengan perlahan. “Aku akan menuju ke Windermere Constabulary terlebih dahulu tentunya, dan melaporkan kedatanganku pada Komisaris Sinclair. Entah nanti aku akan menginap disana atau mungkin akan ikut memesan kamar di penginapan yang kau sebutkan tadi. Yang jelas aku akan menolak bila komisaris menawariku bermalam di kediamannya.” “Mengapa, begitu? Kalau aku tentunya tidak akan keberatan bila ada hal - hal yang bisa menghemat ongkos perjalananku?" tanya Hartley dengan sedikit tertawa. “Entahlah, rasanya tidak nyaman saja menginap dirumah orang. Dan entah mengapa aku selalu mengalami kesulitan untuk tidur bila menginap dirumah orang lain. Berbeda bila aku bermalam di penginapan ataupun menumpang ruangan di kantor kepolisian," ujar inspektur Thornton dengan tersenyum kecil. “Wah, seandainya bisa, aku saja yang menumpang menginap di kediaman komisaris itu," ujar Hartley dengan tertawa kecil. Inspektur Thornton hanya tertawa kecil pula mendengar pernyataan Hartley itu. “Ngomong - ngomong inspektur, seorang yang sangat kaya pastinya Sir Reginald ini, ya? Terlihat sekali dari kediamannya di tepi danau tadi. Betul kan bahwa itu puri yang menjadi lokasi kejadian, atau bukan?" ujar Hartley seraya menyantap makan malamnya. “Betul Miss Hartley. Itu puri kediaman keluarga Netherbridge. Ya memang seperti perkataanmu. Keluarga Netherbridge memang termasuk menjadi salah satu di jejeran orang terkaya di negara ini. Usaha milik mereka cukup banyak”. “Syukurlah bila itu betul tempat yang dimaksud. Tidak perlu jauh - jauh artinya. Ngomong - ngomong inspektur, aku mendapatkan informasi bahwa adik iparnya pun tinggal disitu. Lord William Harrington. Tentunya kau sudah tahu hal ini kan inspektur.” “Cepat juga kau mendapatkan informasi ya, Miss Hartley. Tentunya aku bahkan tidak perlu memberitahumu tentang Lady Genevieve Harrington.” “Adik perempuan Sir Reginald sekaligus istri dari Lord William Harrington. Yah, mau bagaimana lagi, mencari informasi juga bagian dari pekerjaanku.” “Dimana jenazah korban ditemukan, bila aku boleh tahu?" Tanya Hartley. “Kau serius ingin membicarakan ini sekarang, Miss Hartley?” “Bila kau tidak keberatan saja. Rasanya janggal saja bila hanya menghabiskan makan malam dan minum kopi disini. Dan apalagi topik pembicaraan yang bisa membuat kita satu frekuensi inspektur?” Inspektur Thornton pada mulanya enggan membicarakan kasus tersebut mengingat dirinya baru saja sampai dari perjalanan yang cukup memakan waktu dan kini dia sedang menikmati makan malam. Namun alih - alih mengikuti rasa enggannya, dia justru menyetujui hal yang dikatakan Hartley dalam pikirannya. Memang betul sekali, mereka bukan rekan kerja pada profesi apalagi tempat kerja yang sama. Bukan pula dua orang yang sudah bersahabat lama yang sedang bertamasya yang tentunya tidak mungkin membicarakan hal - hal berbau pariwisata mengingat kedatangan mereka ke Lake District bukan untuk berwisata. “Baiklah, Miss Hartley. Menurut pemeriksaan awal, ada tujuh orang yang tinggal di sana termasuk korban. Tiga orang diantaranya kau tentu sudah tahu siapa. Lalu ada empat orang pelayan, namun dua orang sedang tidak berada disana pada hari kejadian karena sedang pulang mengunjungi orang tua mereka di kampung halaman. Lalu korban –Sir Reginald Nehterbridge –berumur 43 tahun, ditemukan di ruang perpustakaan yang berada di ruang baca pada lantai satu puri itu dengan keadaan bersimbah darah di atas meja kerjanya yang berada di ujung ruangan. Setelah diselidiki ketika pihak kepolisian datang, diperkirakan korban meninggal antara pukul delapan hingga pukul sembilan malam. Kondisinya masih duduk di kursi kerja dengan separuh badan atasnya tertelungkup diatas meja. Seingatku ada empat luka tusukan di tubuhnya dan salah satunya tepat menembus jantungnya. Tidak ada tanda - tanda pembobolan dari luar, dan belum juga ditemukan senjata yang digunakan untuk pembunuhan. Namun, terdapat secarik kertas yang bertuliskan ini barulah awal dari apa yang kamu rasakan.” “Cukup, menarik," gumam Hartley. “Kau sungguh tidak berperasaan, Miss Hartley," ujar Inspektur Thornton dengan tersenyum kecil melihat reaksi Hartley.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN