Ruang Baca

2235 Kata
Di dalam ruang baca Sir Reginald, suasana tenang dan klasik terasa begitu mendominasi. Dua orang petugas forensik yang masih berada disana terlihat masih memeriksa keadaan di dalam ruangan. Ruangan itu terletak di bagian tengah puri pada lantai satu, dikelilingi oleh dinding-dinding yang dihiasi dengan rak buku berlapis kayu yang penuh dengan koleksi buku - buku dan karya sastra klasik. Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela-jendela tinggi yang separuhnya masih tertutupi dengan gorden kain tebal, menciptakan cahaya redup yang menambah nuansa kesan klasiknya. Di tengah ruangan, terdapat meja besar dari kayu berwarna gelap dengan kursi-kursi empuk yang tersusun rapi di sekelilingnya. Pada meja tersebut, terdapat beberapa buku juga yang terlihat berserakan hingga beberapa terdapat dilantai. Sebuah lampu ruangan klasik berdiri dengan anggun di sudut salah satu kursi. Di sisi lain lokasi tempat Sir Reginald ditemukan tewas berada di ujung ruangan. Bersama keadaan beberapa buku yang berserakan di tengah ruangan, membuat atmosfer yang kontras dengan ruang baca yang seharusnya tertapa rapi dan tenang. Meja tempat korban ditemukan tertelungkup terlihat paling berantakan dibandingkan meja baca besar yang berada di tengah ruangan tadi, dengan kertas-kertas berserakan dan pena-pena tercecer di sekitarnya. Hal itu memberikan kesan bahwa kejadian saat itu terjadi secara tiba - tiba dan penuh kekerasan. Bekas darah mengering yang sempat membasahi meja kerja dan sebagian lantai dibawah meja kerja ketika korban ditemukan, menciptakan ilusi kejadian yang mengerikan. “Selamat pagi, inspektur," sapa seorang petugas forensik paruh baya namun berbadan cukup kekar dan tegap. “Selamat pagi, Reynolds” Bernard Reynolds memiliki kulit berwarna coklat muda, rambut hitam yang mulai memutih, dan kumis tebal yang memberikan kesan tegas pada wajahnya. Dia mengenakan jas forensik berwarna biru tua yang sudah agak kusam. Jas yang dia kenakan itu juga terlihat sedikit kotor akibat aktivitas investigasi. Namun begitu, jas itu tentunya memperlihatkan tahun - tahun yang sudah dilaluinya bersama dengan jas itu. Hal itu seperti menyiratkan bahwa Bernard Reynolds tidak terlalu suka untuk mengganti sesuatu yang sudah biasa bersamanya dengan sesuatu yang baru. Di lengan jasnya terdapat logo resmi dari lembaga forensik tempatnya bekerja. “Selamat pagi, inspektur. Anne Dawson, siap membantu anda," disusul seorang petugas forensik yang satunya lagi. Petugas forensik wanita yang satu ini memiliki kulit pucat, dengan rambut coklat gelap yang diikat rapi ke belakang. Pandangan matanya tajam. Dia mengenakan setelan khusus forensik berwarna abu-abu yang terlihat masih baru dan bersih. Namun, beberapa noda kecil dari aktivitas forensik masih terlihat di bagian lengan dan celana setelannya. “Selamat pagi, Dawson. Aku, belum pernah melihatmu sebelumnya.” “Ya, inspektur. Saya, masih baru di kesatuan ini.” “Begitu. Baiklah –kalian berdua– perkenalkan ini, Amelia Hartley”, ujar inspektur mengenalkan Hartley kepada mereka berdua. Hartley menjabat tangan keduanya seraya memperkenalkan namanya namun tidak dengan profesinya kepada kedua petugas forensik itu. Tentunya dia khawatir bila petugas forensik yang belum dikenalnya ini akan berpikir negatif bahwa dia memanfaatkan kedekatannya dengan Inspektur Thornton untuk memudahkan pekerjaannya. Tentu saja memang dia jadi lebih mudah untuk mengetahui kasus yang sedang terjadi dan akan dia beritakan semenjak inspektur sering berdiskusi dengannya atau bahkan ketika keadaan seperti ini dimana memang inspektur membawanya sebagai konsultan untuk membantunya dalam menganalisa kasus yang sedang terjadi. Namun dia bukan orang yang akan memanfaatkan orang lain seperti itu. Itulah yang ada dalam pikirannya. Setelah basa - basi singkat dan perkenalan dengan petugas forensik yang sedang bertugas itu, Inspektur thornton dan Hartley, bersama - sama mengitari ruang baca tersebut dan memeriksa keadaan tempat kejadian. Pasangan Harrington tetap berada di luar ruangan mengikuti instruksi inspektur. Seperti yang sudah diketahui Inspektur Thornton, tidak ada tanda - tanda penerobosan dalam ruangan itu. Perhatian Inspektur Thornton dan Hartley kini beralih ke meja kerja yang menjadi lokasi jenazah korban ditemukan. “Pada meja inikah surat ancaman itu ditemukan, Bernard?" tanya Inspektur guna memastikan bekas kering yang seperti kertas yang telah diangkat pada meja tersebut. “Seperti yang kau lihat, inspektur.” Pandangan Hartley kini juga mulai tertuju pada bekas genangan darah yang sudah mengering yang terdapat di meja kerja. Seperti merasa ada yang janggal, Hartley kemudian mendekatkan wajahnya ke arah bekas darah tersebut dan mulai mengendus - endus pelan. Tanpa diketahui yang lain, ekspresinya berubah. Hartley merasa ada yang aneh dengan bekas darah itu, yang lalu tanpa sepengetahuan yang lain pula, Hartley membasahi ujung jari telunjuknya dengan liurnya yang kemudian menggosok - gosokan ujung jarinya yang basah dengan liur itu ke bekas darah tersebut dan kemudian menjilat sedikit ujung jarinya itu. Hartley kini beranjak dari meja dan menghampiri petugas Reynolds. Inspektur melihat hal itu dan mengikuti Hartley menghampiri petugas Reynolds yang sedang bersama petugas Dawson. “Maaf, Petugas Reynolds, ada beberapa hal yang saya belum sempat bertanya kepada inspektur. Dan mumpung kita bertemu disini, baiknya saya bertanya langsung pada anda saja.” “Silahkan, Miss Hartley. Apa yang mengganggu pikiran anda?” “Sejujurnya, saya belum tahu pasti dengan keadaan luka pada tubuh korban. Bagaimana keadaan luka di tubuh korban?" tanya Hartley dengan suara yang pelan agar tidak terdengar keluar. “Baiklah, Miss Hartley. Ada empat tusukan di tubuh korban dan salah satunya tepat di jantung korban.” “Bukan, maksud saya, bagaimana persisnya luka tersebut? Apakah semua bekas tusukannya sama?” “Oh, baiklah. Tidak Miss Hartley, arah tiap tusukan sama namun bekas tiga tusukan lainnya tidak sedalam tusukan pada jantung.” Ekspresi inspektur berubah mendengar hal itu dan terlihat seperti memikirkan sesuatu. “Adakah, tanda - tanda bekas pergulatan?” “Tidak ada bekas cengkraman dan sebagainya pada tubuh korban. Namun memang saat ditemukan, kerah baju dan bagian bawah bajunya terlihat seperti terjadi penarikan.” “Terimakasih, Petugas Reynolds," ujar Hartley dan kemudian kembali memeriksa bagian ruangan yang lain. Sekitar sepuluh menit mereka berdua memeriksa ruangan tersebut. “Adakah yang menarik perhatianmu, Hartley?" tanya inspektur dengan suara yang pelan. “Untuk sekarang belum ada, inspektur. Tapi aku rasa sudah cukup kita berada disini.” “Hmm, sebenarnya ada yang mengganggu pikiranku. Namun, aku setuju bila kita sudah cukup berada disini," jawab Inspektur Thornton perlahan, dan mereka mulai beranjak keluar setelah berpamitan dengan kedua petugas forensik yang masih berada disana. “Baiklah, saya tidak ingin berlama - lama mengganggu anda berdua Mr. dan Mrs. Harrington. Kami akan segera pergi, namun bisakah saya bertemu dengan Miss Alice Pemberton sebelum kami beranjak?” “Tentu saja, Inspektur. Saya akan memintanya melepas kepergian anda," jawab Lady Harrington. *** Hartley mengajukan permintaan pada inspektur bahwa nanti bila Samuel Pritchard ikut datangpun, dia ingin Alice Pemberton sendiri saja yang mengantarkan mereka keluar. Inspektur yang sudah mulai terbiasa dengan permintaan - permintaan Hartley selama mereka bekerja sama, tidak mempertanyakan lagi apa alasan dibalik permintaanya itu. “Anda sudah akan beranjak pergi, Inspektur?” tanya, Mr. Pritchard berbasa - basi ketika dia sampai diruang tamu menghampiri mereka. “Saya sudah memesankan taksi untuk anda”. Seorang pelayan wanita muda kini mengikutinya dengan kikuk. Ekspresinya tegang dan pandanganya tertuju ke lantai. “Begitulah, Mr. Pritchard. Namun bisakah saya sedikit berbincang dengan Miss Pemberton? Biar dia saja yang mengantar kami sampai keluar pagar.” “Rasanya tidak sopan bila saya tidak melepas kepergian anda Inspektur. Tidak apa - apa saya akan ikut mengantar," ujar Mr. Pritchard. Hartley segera meyakinkan Mr. Pritchard untuk tetap tinggal. “Tidak apa - apa Mr. Pritchard. Ini bagian dari penyelidikan juga.” “Baiklah, kalau begitu. Selamat jalan Inspektur dan Miss Hartley.” Hartley sempat melihat sorot mata yang cukup khawatir walau sekilas dari wajah Samuel Pritchard yang segera ditutupinya dengan senyuman hangat. Mereka segera berjalan keluar setelah melalui pintu utama rumah dengan diikuti Alice Pemberton. Setelah mencapai setengah jalan pada jalan setapak batu didepan, Hartley mulai bertanya kepada Alice Pemberton. “Anda tidak perlu takut Miss Pemberton. Ini hanya perbincangan biasa saja. Tidak perlu tegang. Betulkah anda yang pertama menemukan jenazah korban? “Betul, Miss," jawabnya dengan sedikit terbata. Hartley diam sejenak, memberi jeda untuk bernafas bagi wanita muda berkulit pucat itu dan barulah kemudian melanjutkan pertanyaannya. “Jam berapa kira - kira anda menemukannya, dan apa tujuan anda menghampiri ruang baca korban pada saat itu?” “Seingat saya sekitar pukul sembilan malam miss. Kebetulan memang selalu saya yang membuatkan dan mengantarkan biskuit serta s**u kepada Sir Reginald. Itu sudah menjadi kebiasaan beliau untuk makan biskuit dan minum segelas s**u hangat pada jam tersebut sebelum beliau beranjak tidur beberapa waktu setelahnya.” “Kapan memangnya biasanya korban akan tidur?” “Biasanya beliau masih melanjutkan aktivitasnya di ruang baca itu hingga kurang lebih pukul sepuluh malam miss, baru kemudian beliau kembali ke kamarnya.” “Yang saya tahu, anda menemukan korban sudah tertelungkup diatas meja. Lalu bagaimana anda memutuskan akan masuk? Apakah memang sudah biasa anda memasuki ruangan itu pada jam tersebut tanpa persetujuan korban?” “Oh, tidak begitu miss. Memang biasanya saya mengetuk pintu terlebih dahulu, dan kemudian saya masuk ketika Sir Reginald sudah mempersilahkan saya masuk. Jadi sebetulnya itu kali kedua saya mengetuk pintu saat itu.” “Oh, begitu. Tolong anda lanjutkan bagaimana tepatnya aktifitas anda hingga menemukan korban.” “Baiklah, miss. Jadi sebenarnya saya sudah membawakan biskuit dan s**u hangat untuk Sir Reginald pada pukul setengah sembilan. Saya mengetuk pintunya dan tidak ada jawaban. Jadi saya kembali lagi ke dapur dengan membawa biskuit dan s**u yang tadi akan saya hidangkan. Kemudian menjelang pukul sembilan, saya menghangatkan kembali s**u yang akan saya antarkan tadi, lalu setelahnya saya pergi lagi menuju ruangan itu untuk mengantarkannya. Saat itu saya mengetuk pintu lagi dan masih tidak ada jawaban. Saya pikir beliau sudah tidur, namun firasat saya lain dan saya merasa penasaran dengan itu. Jadi saya mencoba membuka pintu perlahan dan pintu tidak terkunci. Kemudian saya mengintip dari celah pintu yang saya buka sedikit dan saya melihat beberapa buku berserakan di sekitar meja besar ditengah. Semakin penasaran dengan hal itu, saya membuka pintu lebih lebar untuk melihat ada apa sebenarnya di ruangan itu, lalu saya melihat beliau tertelungkup diatas meja. Saya mengira dia tidur. Lalu saya berinisiatif untuk tetap meletakan hidangan tadi di meja kerjanya itu. Disitulah saya lihat mejanya berlumuran darah dan saya menjadi ketakutan dan kemudian spontan saya berteriak.” “Lalu apa yang terjadi setelah itu? Maksud saya apa yang terjadi setelah anda menemukan korban di ruang baca itu. Adakah pelayan lain yang menghampiri setelah anda?” “Ya, Miss. Mr. Pritchard kemudian datang tidak lama kemudian. Dia segera memeriksa keadaan Sir Reginald dan menyuruh saya menghubungi polisi.” “Apakah Mr. Pritchard memindahkan posisi jenazah korban?” “Saya tidak yakin, Miss. Tapi saya rasa tidak. Seingat saya Mr. Pritchard menghampiri Sir Reginald lalu segera meminta saya menghubungi polisi. Setelah beberapa saat saya menghubungi polisi dan kembali ke ruang itu untuk memastikan lagi apa yang sebenarnya terjadi. Dan seingat saya, saat itu posisi Sir Reginald tetap seperti apa adanya ketika saya temukan, masih duduk di kursi dengan badannya yang tertelungkup di atas meja, hingga kurang lebih tiga puluh menit kemudian pihak kepolisian datang dan kemudian memeriksa kondisinya. Saat itu kami semua dikumpulkan di ruang tamu oleh petugas polisi dan saya tidak melihat lagi bagaimana keadaan Sir Reginald diruangan itu hingga jenazahnya dibawa oleh pihak kepolisian.” “Pertanyaan terakhir, Miss Pemberton. Sebelum anda menemukan korban telah meninggal, adakah orang lain sebelum anda yang bertemu dengan korban?” “Hmm, saya tidak yakin juga dengan hal ini, namun saya rasa hanya Mr. Pritchard saja yang mungkin beberapa kali menghampiri beliau di ruang baca itu miss. Karena beliau sedang berada di ruangan pelayan namun saya melihat dia beberapa kali beranjak pergi dan kembali lagi. Saya pikir mungkin beliau menemui Sir Reginald karena seharusnya pada jam - jam tersebut sudah tidak ada pekerjaan lagi yang harus dilakukan setelah mengunci pagar depan dan pintu - pintu lainnya. Sayapun ikut membantu karena beberapa hari terakhir ini hanya kami berdua saja pelayan yang ada.” “Hanya dia saja? Apakah anda ada melihat Mr. dan Mrs. Harrington menemui korban? Dan bagaimana dengan anda sendiri Miss Pemberton? Adakah anda menemui korban sebelum itu?” “Saya rasa tidak ada lagi miss. Lady dan Lord Harrington sudah berada dikamar sejak senja berakhir. Saya yang mengantarkan makan malam kepada mereka berdua karena memang sejak siang Lady Harrington sedang kurang baik kondisi tubuhnya. Untuk Saya sendiripun sedang memanggang biskuit. Lalu, pelayan yang ada di rumah ini hanya ada empat orang termasuk saya dan pengurus taman. Lucy dan Clayton sedang pulang mengunjungi orang tuanya dan baru akan kembali lusa, miss.” “Adakah yang bisa mengkonfirmasi bahwa anda sedang memanggang biskuit Miss Pemberton?” “Seharusnya Mr. Pritchard miss, karena beliau sedang berada di ruang pelayan walau seperti yang saya ceritakan tadi bahwa dia beberapa kali bolak - balik meninggalkan ruangan itu.” “Ruangan baca itu, apa hanya anda yang membersihkannya setiap hari?” “Tidak juga, miss. Terkadang Lucy juga merapikan dan membersihkan ruangan itu.” “Lalu, pada hari sebelum kejadian hingga pada hari kejadian anda sendiri berarti yang membersihkan ruangan itu?” “Betul, miss.” “Apakah, anda menaburkan penangkal semut di ruangan itu saat anda membersihkannya pada waktu itu?” “Saat itu tidak, miss. Tapi memang di beberapa ruangan yang salah satunya di ruang baca Sir Reginald, memang ditaburkan penangkal semut.” “Baiklah, itu saja Miss Pemberton. Terimakasih untuk kerjasamanya. Maaf sudah mengganggu waktu anda.” Mereka melanjutkan berjalan hingga keluar pagar Puri Netherbridge. Taksi sudah menunggu di depan dan Inspektur Thornton serta Hartley segera naik. Alice Pemberton berdiri di depan pagar hingga taksi berjalan. Hartley masih melihatnya berdiri dan mulai beranjak masuk ketika taksi mereka mulai berbelok di ujung jalan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN