Part 30 - Polemik Hati

1664 Kata
Nirmala seolah segera membuang ponselnya ke dalam saku. Lalu dirinya berdiri untuk sekadar memposisikan diri di depan suaminya. Hendra tak membuka mulutnya. Dirinya hanya menatap lalu kembali masuk ke dalam ruang rawat. Nirmala hanya bisa menerima dalam ketidakberdayaannya. Keputusan rujuk kembali itu diambil suaminya, dan Nirmala kini harus berdampingan dengan wanita yang menjadi penghalang cintanya. *** Operasi transplantasi itu pun berjalan dengan sangat baik. Bahkan Asila dinyatakan sembuh dan boleh pulang ke rumah. Kebahagiaan cinta kini mengiringi keluarga Hendra. Asila kembali riang dengan segala celotehnya. Pagi itu saat baru tiba dari rumah sakit, Nirmala dalam dekap erat tangan Nirmala. Di depan pintu rumah itu, seorang wanita berdiri dengan senyumnya. Menatap penuh pada Nirmala, Hendra dan Asila. Hati Nirmala seakan bergidik. Dia akan kembali menjalani permasalahan yang sepertinya tak main-main dalam hidupnya. Asila menatap Nirmala dengan tatapan pertanyaan. “Mama, dia cari siapa?” Asila memang belum tahu siapa wanita yang berdiri di depan pintu rumahnya yang megah itu. namun tiba-tiba saja memori pikirannya sedang berkibas mengingat sesuatu yang pernah dilihatnya. satu menit kemudian. Mata bening Asila menatap Hendra. “Papa, bukannya wanita itu seperti yang ada di dalam foto yang Asila temukan?” Hendra kembali membalas tatapan itu penuh dengan keraguan. Dia seolah tak mengerti tentang jawaban yang akan diberikan pada putri kecilnya itu. “Nirmala bawa Asila ke dalam.” Mendengar kata suaminya. Nirmala tak banyak membantah. Dirinya mengikuti anjuran suaminya. Melangkah dengan membuang tatapan matanya dari wanita yang masih setia menghadirkan senyumnya itu. Hati Nirmala seakan bertanya-tanya. Memikirkan dua orang yang kini saling memandang. Ada sedikit ketakutan di dalam dirinya. Pikirannya bertanya-tanya, apa yang akan dibicarakan suaminya pada Rosmalina yang semakin mendekatkan dirinya pada keluarga suaminya. Asila menghentikan langkahnya. Kemudian menatap Nirmala dalam-dalam. Nirmala pun merasa terkejut. Dia berkali-kali mengajak Asila untuk segera melangkah ke kamar. Namun asila tetap saja berdiri di tempat. “Mama, siapa sebenarnya wanita yang ada di luar itu?” Nirmala tampak bingung. Dirinya tak tahu harus menjawab pertanyaan Asila seperti apa. matanya berotasi mencari jawaban. “Mama, kenapa diam? dia teman papa?” Tak sengaja Nirmala mengangguk pelan. Lalu mama Rose datang dengan hati riang. Menyambut kedatangan sang cucu yang kini sudah kembali sehat kondisinya. Mama Rose pun mengajak Asila untuk menuju kamarnya. *** “Untuk apa kamu ke sini?” “Aku harap kamu tidak melupakan hitam di atas putih atas apa yang kamu setujui itu.” Hendra berbicara pada Rosmalina dengan membuang wajahnya. Entah mengapa masih ada luka yang bersemayam dalam dadanya. “Ya, aku tahu.” “Aku sudah resmi bercerai, itu artinya kamu bisa segera menikahiku.” “Berikan aku waktu.” “Tidak, aku mau besok pernikahan kita digelar secara tertutup.” Rosmalina kemudian melangkahkan kakinya dengan cepat. Meninggalkan rumah Hendra dengan meninggalkan rasa yang kini menghimpit hati mantan suaminya itu. Kata-kata Rosma terngiang mengganggu pikirannya. Hendra seperti boneka yang tak bisa berkutik dengan apa yang dikatakan Rosmalina padanya. Hendra tahu jika apa yang sudah disetujuinya itu tak bisa dibatalkan. Bagaimana pun kondisinya dia memang harus kembali menjalin hubungan dengan mantan istrinya dalam sebuah ikatan pernikahan kedua. *** “Mas, apa yang dikatakan mantan istrimu?” tanya Nirmala. “Tak usah kamu ikut campur dengan urusanku.” Hendra menjawab dengan ketusnya. Seketika itu Nirmala pun hanya bisa diam dengan hatinya yang hancur karena sebuah jawaban yang menyakitkan. Nirmala merasa tak dibutuhkan, melainkan hanya sebagai pengasuh anaknya. Cinta Hendra sama sekali tak pernah terlihat untuk ketulusan yang diberikan Nirmala. Sikap dingin itu selalu mematahkan setiap apa yang ada dalam pikiran Nirmala. Malam itu mereka dalam satu kamar, tetap dengan kondisi seperti malam-malam sebelumnya. Sofa menjadi pijakan tubuh Nirmala yang dirasa sudah sangat lelah menjalani aktifitasnya. Sedangkan Hendra dalam kenyamanan tempat tidur yang luas. Berselimut dengan guling yang didekap erat. Nirmala terisak dalam suara yang tertahan. Dia tak tahu bagaimana bisa menjalani rumah tangga yang seperti duri dalam jiwanya. Nirmala mencoba menguatkan dirinya sendiri. Menjadi wanita harus seperti “Cengkir.” Nirmala tak boleh menyerah di tengah perjalanan. Untuk sampai di sebuah tujuan yang diinginkan. Pastinya akan ada jalan berlubang yang harus dilewati. Nirmala menatap punggung suaminya yang membelakanginya itu. tangan kanannya segera mengusap air mata yang terhias di pipinya. Dia akan melalui malam dengan hati yang tenang. Nirmala harus tetap bisa menjalani setiap pilihan yang kini dijalaninya. *** Mentari masih belum menampakkan senyumnya dengan sempurna. Beberapa orang telah bertandang di rumah keluarga Mahendra. Menyiapkan segala keperluan untuk pernikahan yang akan dilangsungkan pagi itu juga. Nirmala yang mengetahui hal itu pun terlihat panik. Kemudian memanggil mama Rose untuk menceritakan apa maksud kedatangan beberapa orang pagi-pagi di rumah mewah itu. namun mama Rose yang sekuat tenaga menolak tak bisa menghentikan langkah orang-orang yang mempersiapkan sebuah tempat suci untuk ikatan pernikahan. Dekor sederhana sudah terpasang. Beberapa kursi menghiasi satu meja yang akan dijadikan tempat melangsungkan sebuah cinta yang akan kembali terjalin itu. inisia; huruf H dan R terpasang menghiasi dekor pernikahan itu. Nirmala menatap tanpa lepas. Hari ini sebuah ujian harus kembali dijalaninya. Entah bagaimana nanti dirinya akan mengolah sendiri hatinya yang bergejolak. Kali ini Nirmala mencoba melebarkan dadaanya. Nirmala menyembunyikan tangis hatinya. Di depan mama Rose ekspresi wajahnya datar. Dia tidak marah, tersenyum atau pun bersedih. Nirmala cukup diam tanpa berkomentar. Kemudian dirinya beranjak menuju kamar Asila. Waktu berjalan dengan begitu cepat. Wanita bersanggul dengan kebaya putih menghiasi tubuhnya. Kini telah hadir di rumah Mahendra, beserta seorang penghulu dan saksinya. Rosmalina tanpa ragu segera masuk ke dalam rumah. Hanya ada mama Rose yang berada di ruang tamu itu. Rosmalina yang berdiri dengan senyum itu pun mendekat ke arah mama Rose. Senyum merekah tanpa diminta. “Calon mamaku, apa anakmu sudah siap?” Mama Rose menatap tanpa ekspresi. Tak ada kata yang terucap. Selain meninggalkan Rosmalina dengan cepat. Rosmalina hanya berbalut tawa, dia seakan telah memenangkan sebuah pertandingan. Asila yang sudah mandi dan membawa boneka beruangnya, melihat wanita yang terasa tak asing baginya. Dirinya pun segera melangkahkan kakinya untuk menemui Rosmalina. “Tante cari siapa?” “Tante sedang cari papa Hendra.” “Papa belum bangun. Tante temannya papa?” “Tante ini adalah calon ...” “Jangan katakan apa pun padanya.” Belum selesai Rosmalina menjawab. Mahendra dengan cepat menghentikan ucapan Rosmalina. Hendra turun dari tangga dengan langkahan kaki lebih cepat. Rosmalina tetap saja menghiasi wajahnya dengan senyum terindah. Apa pun yang dikatakan Hendra dirinya hanya mengiyakan. Rosmalina sedikit bersabar sampai ikatan pernikahan itu benar-benar kembali terselenggara dengan baik. “Papa, tante ini siapa?” “Asila ke oma , ya.” Asila berlari meninggalkan Hendra. Mencoba menanyakan atas pertanyaannya yang masih belum terjawab. Namun saat bertemu dengan omanya. Asila tak mendapatkan jawaban. Dia merasa geram, semua orang yang ditanyai tak memberikan jawaban yang diinginkannya. Asila berlari mencari Nirmala. Memeluk Nirmala erat-erat. Nirmala pun membalasnya dengan dekapan cinta yang dimilikinya. “Mama, apa mama mau seperti papa dan oma?” “Kenapa dengan papa dan oma?” “Apa mama mau menjawab pertanyaanku?” “Pertanyaan apa, Sayang?” “Mama janji dulu mau menjawab pertanyaanku” “Iya, Mama janji akan menjawab pertanyaan Asila.” Asila terdiam sejenak. Nirmala masih membelai rambut panjangnya, sembari menunggu pertanyaan apa yang akan dilontarkan padanya. “Siapa wanita yang datang di ruang tamu itu?” Nirmala menarik napas panjang. Dia tak mengira bila apa yang ditanyakan itu tentan Rosmalina. Nirmala pun terasa bingung. Bagaimana dirinya akan memberikan penjelasan pada putri kecilnya itu. nirmala hanya terdiam dengan tatapan matanya yang terus tertancap pada Asila. “Mama kenapa diam? jawab, Ma!” Nirmala mencoba tersenyum dengan lembut. Kemudian kembali membelai mesra rambut Asila yang tergerai indah itu. “Asila senang gak di sayang dan dicintai Mama, oma, opa dan papa?” “Iya senang, Ma.” “Tante yang di ruang tamu itu, adalah orang yang akan memberikan cinta dan kasih sayangnya pada Asila, Asila mau kan menerima orang yang akan menyayangi Asila?” “Tapi orang itu tidak jahat kan, Ma?” “Tidak sayang, dia seperti mama dan oma, sayang sama Asila.” “Dia pacar papa?” “Bukan sayang, tapi dia ...” Tiba-tiba suara begitu keras terdengar dari arah luar. Nirmala segera beranjak. Suara barang yang jatuh mengenai lantai itu begitu sangat kentara. Nirmala menggandeng Asila untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. “Nirmala, berhenti!” Suara Mama Rose menghentikan langkahan kaki Nirmala dan Asila. Tatapan matanya tertancap pada ibu mertua yang kini berdiri di belakangnya. “Ada apa, Ma?” “Ajak Asila pergi!” “Kenapa pergi Oma? Asila ingin main di rumah bersama mama,” tukas Asila. “Iya, maksud oma begitu, Asila main dulu di kamar sama Mama, ya,” ujar mama Rose. “Tapi Asila ingin lihat suara apa yang jatuh itu!” bantah Asila. Mama Rose dan Nirmala saling memandang. Ada sebuah pesan yang tak bisa dikatakan langsung lewat bibir. Pesan itu terpatri dalam hati. Bahkan tatapan mata pun seolah tak mampu untuk mengatakannya. Hanya sedikit membaca dengan terkaan yang dikira-kira. “Sayang, sepertinya itu tadi suara benda yang terkena angin. Sekarang kita ke kamar yu, Asila kan ada PR yang harus dikerjakan.” Nirmala segera menggandeng putri kecilnya itu. menjauh dari arah ruang tamu. Meski dalam hatinya bergejolak banyak pertanyaan yang belum bisa dituntaskan. Nirmala tak tahu apa yang kini sedang terjadi di ruangan yang sudah didekor indah itu. Nirmala melangkahkan kakinya dengan pikiran menari-nari tanpa henti. Bias kekecewaan seolah beradu dengan gesekan alasa kaki yang dikenakannya. Memasuki kamar sang anak, semua konsentrasi Nirmala seakan terganggu, buyar dan tak menyatu. “Mama, kita mau mengerjakan PR apa?” Asila menatap Nirmala yang kini menatap kosong. Asila merasa ada sesuatu yang aneh pada mamanya. Dia mengulangi pertanyaannya hingga tiga kali. Namun Nirmala seolah tak mendengarnya. Bayangan dalam sebuah pikiran itu seolah mencambuk hatinya. Wajah Rosmalina dan suaminya mengiringi isak d**a yang tak terlihat mata. Nirmala terus saja menduga, tentang apa yang kini berlangsung di ruang tamu itu, tanpa kehadirannya.   ^Cengkir^ "Akeh manungsa ngrasakaken tresna, tapi lalai lan ora kenal opo kui hakekate tresna." (Banyak manusia merasakan cinta, namun mereka tidak mengenal apa itu hakikat cinta yang sebenarnya.)  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN