Part 36 – Bahagia

1790 Kata
Nirmala kini terhuyung dalam rasa yang memudar. Diamnya saat ini bukan karena tak mau menerima. Lebih ke arah sadar diri dan tak ingin meminta apa-apa lagi. Mama Rose seakan mengerti apa yang sebenanya melanda hati menantunya itu. “Anak-anak memang seperti itu, nanti mama akan tanya ke Asila, ya.” “Tidak perlu, Ma. Toh, Rosmalina kan memang ibu kandungnya, bukan aku.” “Jangan bilang begitu, kamu tetap ibu untuk Asila sampai kapan pun.” Mama Rose mencoba untuk sedikit menenangkan. Meskipun apa yang dikatakannya tak sepenuhnya membuat Nirmala merasa tenang. Nirmala kemudian mengambil sebuh buku dan pena. Mama Rose seakan tahu bahwa Nirmala juga butuh waktu untuk sendiri. Dirinya pun segera keluar dari kamar sang menantu itu. *** Rosmalina mera menang dengan permainan yang dibuatnya sendiri. Asila perlahan telah menjauh dari Nirmala. Kini dirinya akan membuat Hendra melakukan hal yang sama seperti Asila. Menjauh bahkan mengakhiri sebuah hubungan pernikahan yang telah dibina. Namun Rosmalina harus hati-hati. Apa yang direncanakannya tak boleh diketahui siapa pun. Kini dirinya harus mencari cara bagaimana dia bisa menyusun rencana sebaik mungkin. Malam itu sebelum Rosma tidur. Dirinya sudah membuatkan segelas susuu hangat dicampur madu untuk suaminya. Meskipun Hendra masih sama dengan sifat dinginnya. Namun Rosmalina tak mau menyerah. Dia masih berusaha untuk merebut hati sang suami kembali. “Boo, minumlah!” “Jangan panggil aku seperti itu!”                                                            “Kenapa? Aku menyukai panggilan itu dan bahkan aku akan selalu menggunakan panggilan itu untukmu.” Rosmalina menaruh minuman itu di atas meja. Lalu dirinya mengambil posisi duduk agar bisa bersanding dengan suaminya. Sesaat Rosmalina menyandarkan kepalanya di bahu Hendra. San anehnya Hendra pun cukup diam tanpa mengucapkan apa pun. “Aku mau kita jalani semua ini dari awal, Boo. Membesarkan Asila bersama, mengubur semua yang pernah berlalu, kamu mau kan?” “Aku perlu waktu.” Hendra kemudian menghindar. Dia keluar dari kamarnya. Sedangkan Rosmalina nampak geram dengan perlakuan sang suami yang masih saja dingin itu. Hendra menuju dapur. Tak disangka saat dirinya masuk dari pintu, tubuhnya menabrak Nirmala yang juga sedang berada di ruangan itu. Seketika kedua mata itu pun bertemu. Namun sayangnya piyama Hendra harus basah karena terkena minuman yang dibawa oleh Nirmala. “Maaf, Mas. Aku tidak sengaja.” Nirmala sibuk membersihkan piyama yang dikenakan suaminya itu dengan tisu. Meski basahnya tak akan hilang namun setidaknya tisu bisa sedikit menyerap air itu. “Sudah, buatkan aku kopi.” “Iya, Mas.” Nirmala dengan cepat mengikuti arahan suaminya. Dia segera merebus air dan membuatkan kopi untuk sang suami. Hendra menunggu dengan duduk di kursi dapur. Tak lama kopi itu pun telah tersajikan di depan Hendra. “Nirma, aku selalu memperlakukanmu layaknya pengasuh Asila, bukan istriku.” Nirmala mendengarkan perkataan sang suami merasa terkejut. Sama sekali tak menyangka bila apa yang dikatakan itu seolah berasal dari lubuk hatinya yang dalam. “Apa maksud, Mas.” “Aku tidak bisa memberikan hakmu, aku telah menyakitimu, maka dari itu kenapa kamu tidak pergi dari hidupku?” Bagai disambar petir. Nirmala tak menyangka akan ucapan yang keluar dari mulut Hendra. Kata-kata iyu sangat menyakiti hatinya. Seperti tak ada nilainya sama sekali. Nirmala sejenak menundukkan kepalanya. Dia berpikir dalam-dalam. Apa yang akan diungkapkannya pada laki-laki yang berada di depannya itu. “Kamu bisa mencari kebahagiaan yang lain, karena aku tak bisa memberikannya untukmu, aku hanya bisa menyajikan kesedihan bagimu.” Nirmala menarik napas panjang. Entah apa yang merasuki suaminya. Hingga kata-kata lembut itu pun keluar, meski apa yang didengar itu bermakna sebaliknya. Lembut tapi sangat kasar di hati dan menyakitkan. “Bagiku pernikahan bukanlah permainan, Aku akan terus menunggu semesta menjawab tentan hatiku, waktu yang terus membimbingku untuk terus bersabar.” Setelah mengungkapkan isi hatinya. Nirmala pun segera berlalu. Dia kembali ke kamarnya. Memang pernikahan ini tak pernah membawa kebahagiaan untuknya. Namun mundur kadang tak membawa kebaikan pula untuk Nirmala. Pikiran Nirmala berkelana. Jika dia menyerah, Nirmala pun akan menjadi janda. Tapi hatinya tiba-tiba saja luruh. Pernikahan yang dijalani pun membatasi ruang geraknya. Nirmala tak dapat dengan mudah menggapai impian yang pernah disematkan dalam hatinya. Kini Nirmala harus memejamkan matanya dengan pikiran yang terus melayang-layang. Hidupnya seakan tergadaikan. Dia tak bebas dengan apa yang dia inginkan. Semua seolah mengikatnya, menjadikannya wanita dalam batas tertentu. *** Hari ini Asila telah bersiap untuk mengikuti acara perayaan hari ibu. Dia sudah siap dengan pakaian yang tak seperti biasanya. Kostum kebaya menjadi tema yang harus dijalankan. Kini Asila telah memakainya dengan sangat anggun. Penampilannya begitu membuat siapa pun yang melihatnya terasa mengagumkan. Rosmalina dengan sinisnya, melirik ke arah Nirmala yang sedang menyiapkan makanan. Pakaian yang dikenakan Rosmalina memang membuat penampilannya menarik. Hendra sang suami juga menatap Rosmalina tanpa berkedip. Nirmala sedikit rendah diri. Merasa tak ada nilainya untuk tetap menatap Asila dan juga Rosmalina. Nirmala segera menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Dia buru-buru untuk menghindar dan pergi dari pandangan Rosmalina. “Bunda ... aku mau bunda juga ikut ke acara perayaan hari ibu di sekolah.” Nirmala terkejut dengan apa yang dikatakan Asila kepadanya. Dia begitu luluh hatinya. Matanya berkaca-kaca dan memandang Asila penuh cinta. “Asila datang sama mama, ya,” jelas Nirmala. Seketika kristal bening menghiasi ucapan Nirmala pada Asila. Dia tak sanggup membendung rasa yang menyelimuti dadaanya. “Aku mau ada Bunda dan Mama yang menemaniku.” Mama Rose tersenyum. Usaha yang dilakukannya tak sia-sia. Kini berbuah manis, hingga Asila kembali berlaku baik pada Nirmala. Sore itu saat Asila sedang bermain dengan boneka tangannya. Mama Rose masuk ke dalam kamar dan memberikan dongeng tentan anak baik dan ibu yang peduli. Mama Rose merangkai cerita dengan cukup baik. Asila mendengarkan dongeng itu dengan terbawa suasana. Mama Rose pun memasukkan sugesti ke dalam dongeng yang dibawakannya. Kini hasil dari usahanya pun nampak begitu jelas. Kemarahan Asila pada Nirmala pun sudah hilang. Diketahui kemarahan itu berawal saat Nirmala tidak mengantarkannya ke sekolah, ketika mama Rose meminta bantuan Nirmala untuk pergi ke kantor Hendra. Mama Rose pun menjelaskan dengan runtut apa yang sebenarnya dilakukan Nirmala adalah perbuatan baik. Menolong oma dan opa Asila untuk menyelesaikan pekerjaannya. Asila menatap Nirmala tanpa ragu. Selanjutnya dia memeluk Nirmala dengan peluk erat yang menentramkan. “Bunda, maafkan Asila ya, Asila janji gak nakal lagi. Asila sayang sama bunda.” Mendengar pernyataan Asila. Hati Nirmala seakan diguyur embun. Terasa begitu meneduhkan. Dua manik mata Nirmala pun basah. Tak kuat menahan hatinya yang meleleh karena syair yang keluar dari bibir putri kecilnya. Namun hal itu tidak sebanding dengan apa yang dirasakan Rosmalina. Dia merasa geram dengan pemandangan pagi itu. Tak menyangka sama sekali, bila Asila akan kembali berlaku baik pada Nirmala secepat itu. Rosmalina bergidik dalam rasa yang kian berkobar di hatinya. Dia sebenarnya tak terima dengan ajakan Asila pada Nirmala. Namun, lagi-lagi dia harus pura-pura mendukung apa yang dilakukan putrinya itu. Supaya Asila tetap mau dekat dengannya dan tidak menjauhinya. Rosmalina akan berpikir lebih dalam lagi tentang permainan yang akan dilakoninya. *** Ibu ... Engkau laksana purnama Yang menyinari dalam kegelapan Senyummu selalu menentramkan Dekap tanganmu selalu kurindukan Maafkan aku Yang belum bisa jadi anak baik Aku selalu menyusahkan Bahkan membuatmu bersedih Di sepanjang malam Ibu Aku tanpamu Seperti abu berterbangan Tanpa arah tujuan I Love you forever Puisi itu dibacakan Asila dihadapan banyak orang. Sorak tepuk tangan mengiringi pijakan kakinya di atas podium. Nirmala pun merasa bahagia bisa menyaksikan sang putri tampil dengan sangat mengagumkan. “Asila hari ini datang bersama siapa?” tanya pembawa acara. “Hari ini aku datang bersama bunda dan mama?” “Wah seru sekali.” “Ada yang ingin Asila katakan pada bunda dan mama Asila?” “Mama dan bunda, aku ingin memeluk kalian.” Pembawa acara itu pun segera meminta Rosmalina dan Nirmala untuk naik ke atas podium. Rosmalina mengambil langkah terlebih dahulu. Sedangkan Nirmala menyusul di belakangnya. Kini dua wanita itu telah berada di kanan dan kiri Asila. Mengapit putri kecil yang teramat dicintai. Asila pun segera memeluk satu persatu wanita yang kini berada di hatinya itu. *** Seorang wanita yang turut menghadiri acara perayaan hari ibu itu merasa terkejut. Dia adalah Nuna. Kali ini Nuna menjadi wakil atas mama dari sang keponakan yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena akan melahirkan anak kedua. Nuna memandang dengan jelas sosok wanita yang amat dikenalnya itu. Salah satunya adalah Nirmala, sahabat karibnya. Mata Nuna kembali menatap wanita yang disebut mama itu oleh gadis kecil bernama Asila itu. Nuna pun bergumam. Pikirannya seolah memainkan perasaannya. Dia mengenal sosok perempuan yang bersama Nirmala itu. Dia adalah istri dari atasnnya. Nuna pun bergeming, secara tidak langsung pikirannya pun menyimpulkan, bahwa Nirmala adalah istri kedua dri Mahendra. Nuna sama sekali tak menyangka. Pikirannya itu seolah ingin memberontak dari apa yang dilakukan sahabatnya itu. Nuna sangat menyayangkan. Nirmala tak memanfaatkan kepandaiannya untuk hal yang lebih baik. Bahkan menjadi istri kedua pengusaha kaya raya pun dilakoninya. Nuna mengira bahwa Nirmala melakukan itu pasti untuk membayar hutang-hutang ayahnya yang nilainya tak sedikit. Nuna pun menggelengkan kepalanya. Dugaannya semakin kuat. Namun Nuna pun tak bisa langsung membenarkan apa yang ada di pikirannya saat itu. *** Perayaan hari ibu membuat suasa di sekolah Asila terasa sangat menyenangkan. Bahkan momen pemberian kado untuk sang ibu menjadi puncak acara. Asila pun telah menyiapkan dua hadiah yang sudah dibungkus rapi dengan kertas kado. Asila pun segera memberikannya kepada Nirmala dan Rosmalina. Peluk sayang menandakan cinta yang tak pernah padam. Nirmala berbalut senyum hingga akhirnya matanya tak sengaja memandang sahabatnya, Nuna, yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Nirmala seolah mengerti akan tatapan Nuna padanya. Tatapan kurang suka itu terlihat sangat jelas. Bahkan Nirmala berniat untuk menghampiri Nuna. Namun Nuna yang juga menagkap sinyal itu. dirinya segera menghindar dan mengajak sang keponakan untuk pulang terlebih dahulu. Nirmala pun hanya berdiri dengan pasrah. Mencoba memaklumi apa yang dirasakan sahabatnya itu. Nirmala kembali mengalihkan pandangannya pada kado yang diberikan Asila untukknya. Rosmalina melangkah ke kamar mandi. Dia ingin menyelesaikan keinginannya. Nirmala dan Asila pun menunggu di kursi tunggu. Semua murid dan juga walinya satu persatu meninggalkan sekolah. Acara perayaan hari ibu telah usai. Nirmala dan Asila menunggu Rosmalina cukup lama sekali. Bahkan Asila mengeluh merasa ngantuk. Ada lebih dari setengah jam duduk di kursi dan menunggu kehadiran Rosmalina yang tak kunjung terlihat batang hidungnya. “Sayang, Asila bunda antar ke mobil dulu, ya. Istirahat di mobil.” “Iya, Bunda.” Nirmala pun mendampingi anaknya dengan segera. Mengantarnya segera ke dalam mobil yang terparkir di halaman sekolah itu. Setelah selesai mengantarkan Asila. Nirmala pun tiba-tiba ingin ke kamar mandi. Perutnya terasa mules. Melangkah dengan cepat, selain itu Nirmala pun meminta Rosmalina agar cepat ke mobil dan menunggu Asila yang mengeluh mengantuk dan ingin tidur. Betapa terkejutnya Nirmala. Dia melihat Rosmalina telah berbincang dengan seorang laki-laki. Nirmala pun bergidik. Dia melangkah pelan. Kini kamar mandi menjadi tujuan kedua. Sedangkan tujuan pertama, dia akan menemui Rosmalina dan mengetahui siapa laki-laki yang bersama mama kandung Asila itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN