Part 34 - Bunda atau Mama?

1259 Kata
Hendra mencari Rosmalina di dalam kamar. Namun nyatanya sosok wanita yang dicarinya itu sama sekali tak menampakkan wujudnya. Di beberapa ruangan di rumah pun menjadi pijakan Hendra untuk menemukan Rosmalina. Hendra yang merasa terbakar emosi itu tak mau bila apa yang diceritakan Nirmala tentang ibu kandung Asila terbongkar. Hendra merasa sudah lelah, tak mendapati istrinya yang bernama Rosmalina itu di rumahnya. Tiba-tiba saja sebuah mobil terparkir di halaman rumah. Hendra sangat mengenal pemilik mobil itu. Dia adalah Rosmalina. Tak lama wanita itu pun segera turun. Dan bahkan yang membuat keterkejutan dalam benak Hendra adalah Asila yang juga ikut turun dari dalam mobil Rosmalina. “Papa, aku habis beli kue, enak banget. Ayo pa kita makan kue yang dibelikan mama Rosma.” Emosi Hendra seakan kembali bertambah. Tentang sebutan nama mama yang diungkapkan Asila kepadanya. Kini Hendra benar-benar tak bisa mengerti tentang sebuah hal yang sangat dibencinya. “Asila ikut papa.” Hendra menggendong Asila dengan cepat. Mengajaknya masuk ke dalam kamar tamu. Ditatapnya sang  putri dengan tatapan mata yang sangat tajam. Asila seolah merasa takut dengan tatapan mata sang papa kepadanya. “Papa marah sama Asila?” “Apa yang diceritakan Tante Rosma pada Asila?” Asila terdiam, dia kembali mengingat kata-kata yang diucapkan Rosmalina padanya. Bahkan kecerdasan Asila itu membuat semua yang diucapkan Rosmalina seolah terekam jelas dan runtut dalam memorinya. “Aku tadi diajak mama Rosma untuk pergi, dan mama Nirma tak bisa menolak untuk tidak memberi ijin, lalu Asila pergi deh ... “Setelah itu mama Rosma bilang akan menuruti semua yang Asila inginkan untuk menebus keslahan yang pernah mama Rosma lakukan pada Asila, meninggalkan Asila saat bayi karena mama harus menjalani pengobatan di luar negeri, hingga baru sekarang mama Rosma bisa pulang lagi untuk menemani Asila.” “Lalu apa lagi yang Rosmalina katakan?” “Mulai sekarang Asila harus panggil mama Rosma dengan sebutan mama, dan mama Nirma bukan yang melahirkan Asila, jadi mama Rosma meminta Asila untuk panggil mama Nirma dengan sebutan tante.” Mendnegar pengakuan Asila. Hendra seakan mengepalkan tangannya. Dia sungguh tak menyangka bila Rosmalina mengatakan rahasia besar ini kepada putrinya. Meski dengan bumbu sedikit kebohongan. Hendra tahu itu semua dilakukan Rosma agar Asila mau menerima dirinya kembali. “Kalau gitu, sekarang Asila istirahat di kamar, ya.” Asila mengangguk. Hendra dan Asila pun akan segera keluar. Dan ternyata di balik pintu Rosmalina telah mendengarkan semua percakapan papa dan anak itu. sejurus dia pun segera berlari. Menghindar agar Hendra dan Asila tidak melihatnya. “Rosma, kenapa kamu kasih tahu tentang kamu sebenarnya pada Asila?” “Kenapa? Apa aku salah? Dia anakku, aku yang mengandung dan melahirkannya, aku pantas dipanggil mama oleh anakku sendiri.” “Tidak, kamu yang meninggalkannya, membuangnya tanpa alasan. Bahkan tak ada sedikit pun pedulimu pada Asila saat itu.” Perdebatan itu berlangsung dengan cukup tegang. Di dalam sebuah kamar yang tertutup. Saling merasa benar dengan argumennya masing-masing. Nirmala yang membawa tumpukan pakaian yang suami yang baru saja disetrika, saat dirinya berada di depan pintu. Nirmala pun tak sengaja mendengarkan semua pembicaraan itu. “Tapi perlu kamu ingat Mas Hendra, aku yang menyelamatkannya dari kematian, aku yang menyembuhkannya dengan sumsum tulang belakangku.” Hendra tak menjawab lagi. Dirinya segera keluar kamar dan emosinya kembali tersulut saat melihat Nirmala berada di depan pintu kamarnya. “Minggir!” Seketika itu Nirmala menggeser badannya. Suaminya telah pergi dengan langkah kaki yang cepat. Nirmala segera masuk ke dalam kamar itu. Dilihatnya Rosma yang sedang duduk di pojok tempat tidur. “Ngapain masuk ke kamar ini?!” “Cuma mau menaruh pakaian Mas Hendra saja.” “Cepat keluar!” Nirmala tak banyak berkata. Dirinya cepat melangkah untuk keluar dari dalam kamar itu. Entah mengapa pikiran Nirmala tertuju pada Asila. Dirinya pun dengan cepat melangkahkan kakinya menuju kamar Asila. Dilihatnya sang anak sedang bermain dengan boneka tanggannya. Bercerita tentang sbeuah dongeng yang pernah diajarkan oleh Nirmala. “Mama Nirma, ayo kita main,” ajak Asila cepat. Nirmala pun menuruti apa yang diinginkan oleh putri kecilnya itu. Tak ada sedikit penolakan pun dari bibirnya. Mengambil satu boneka tangan dan segera berperan sesuai jalan cerita yang telah dimainkan. Tiba-tiba saja, Asila duduk dipangkuan Nirmala. Sifat manjanya benar-benar membuat Nirmala selalu rindu dan tak ingin jauh dari sang anak. Meskipun di satu sisi, Nirmala kadang ingin menyerah dengan hubungan pernikahan yang sama sekali tak mendapatkan jalan. “Ma, boleh aku bertanya?” “Boleh, Asila mau tanya apa?” “Asila punya teman di sekolah, kemarin dia di antar dua mamanya.” “Terus kenapa?” “Tapi dia memanggil mamanya itu dengan sebutan berbeda.” “Sebutan apa memangnya?” “Dia memanggil mama satunya dengan mama, tapi kalau mama satunya dengan sebutan Bunda.” “Terus kenapa Asila?” “Ma, boleh tidak aku panggil Mama Nirma dengan sebutan Bunda?” Nirmala seketika bergeming, dia terdiam dan pikirannya berputar. Dia seakan mengerti bila Asila sedang dipenuhi sebuah informasi dari Rosmalina. Asila pun sudah bisa menerima Rosmalina sebagai mama kandungnya. Kini apa yang didengarnya itu seolah menjadi cambuk bagi Nirmala. “Mama gak mau ya, ya sudah tidak apa-apa, Asila akan terus panggil mama Nirma dengan sebutan Mama kok.” “Asila ... boleh kok panggil mama Nirma dengan sebutan bunda.” Asila lompat kegirangan. Nirmala pun berhias senyum. Meski getir hatinya seakan meradang dalam diam yang tak bisa diungkapkan. *** Perayaan hari ibu sebentar lagi. Bahkan tinggal dua hari dari sekarang. Rosmalina yang melihat sebuah undangan pemberitahuan dari sekolah Asila. Dia membuka undangan itu, ternyata isinya adalah perayaan hari ibu yang harus dihadiri oleh ibu dari wali murid atau siapa pun yang mewakili. Rosmalina tersenyum lirih. Dia kembali melipat dan menaruh undangan itu di tempatnya. Rosmalina seakan tahu apa yang akan dilakukannya. Dia segera menuju ke kamar anak kandungnya. Dilihatnya Asila telah asyik bermain dengan Nirmala. Namun Rosmalina seakan tak mau kalah. Dia pun segera melangkah mendekat ke arah Asila. Menampakkan senyum yang paling manis. Rosma membelai mesra kepala sang anak. Nirmala yang melihat apa yang dilakukan Rosma tanpa permisi itu, membuatnya sadar diri. Nirmala pun segera berdiri dari duduknya dan segera keluar kamar. Berhias senyum meski hatinya masih sangat hancur. Rosmalina mengunci pintu kamar Asila. Dia ingin berbicara penting dengan anak semata wayangnya itu. Asila pun turut berhias senyum, sebari merapikan mainnya yang sudah berantakan, bercecer di mana-mana. “Asila hari ini senang dibelikan mama mainan?” “Iya, Ma senang sekali.” “Lain kali kita jalan-jalan lagi ya, beli mainan lagi.” Asila mengangguk dengan tetap menghadirkan senyumnya. Guratan kebahagiaan itu kini telah menyelimuti setiap rasa yang ada dalam hati Asila, “Asila, dua hari lagi perayaan hari ibu di sekolah. Asila mau mengajak mama atau Nirmala?” “Oh iya ma, mulai sekarang aku akan panggil mama Rosma dengan sebutan mama dan memanggil mama Nirma dengan panggilan Bunda.” Rosmalina bergidik. Dia ingin mencari tahu posisinya di hati Asila. Rosmalina terus saja berusaha agar Asila lebih memilih dirinya daripada Nirmala. Rosmalina pun tak sabar mendengar jawaban dari Asila. Dirinya kembali menanyakan perihal perayaan hari ibu. “Asila nanti di sekolah saat perayaan hari ibu, Asila mengajak mama atau bunda?” Asila bergeming. Dia berpikir dalam kediamannya. Mama dan bunda kini menjadi tajuk bagi Asila. Perayaan hari ibu adalah perayaan yang ditunggu Asila. Apalagi Asila ingat bila dirinya meminta agar papanya menikah dengan Nirmala untuk merayakan hari ibu di sekolahnya. Namun kini, Tuhan telah menghadirkan dua ibu pada Asila. Asila pun terdiam cukup lama dalam penentuannya. Dan Rosmalina terus saja menunggu sebelum akhirnya dirinya mengeluarkan bujuk rayu yang maha dahsyatnya. “Bunda atau mama, ya.” Gumam Asila dalam hatinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN