Teaser Before Prolog

729 Kata
Aku selesai memeriksa tensiku. Ternyata dokter ini memang ramai. Baru juga ditinggal sepuluh menit, sudah ramai saja. Terpaksa harus mencari tempat duduk yang agak jauh deh. Mataku mencari tempat yang sekira masih kosong. Kulihat ada beberapa baris kursi kosong yang berhadapan walau agak jauh. Kulangkahkan kakiku ke situ, mencoba duduk dengan nyaman. Perutku yang semakin membuncit ini mulai membuatku sesak nafas. Tapi bagaimana lagi, janin yang ada di perutku ini adalah bukti cinta kami di malam panas itu. Dan setelah itu kenapa kami jadi ketagihan untuk melakukannya? Lagi dan lagi. Kuelus perutku perlahan, ingin memberi tahu bayiku bahwa mamanya sangat mencintainya. Terlepas dari kelakukan papanya. Tiba-tiba, aku dengar ada seorang perempuan duduk di depanku. Perutnya masih rata, tidak sepertiku yang sudah membuncit. Mungkin dia masih awal-awal bulan kehamilan. Aku melihat perempuan itu, entah kenapa seperti pernah melihat wajahnya, tapi entah di mana, aku lupa. Dia tersenyum manis padaku, kubalas dengan anggukan. Aku merubah posisi dudukku. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku. Di poliklinik ini para ibu berperut buncit, datang bersama suaminya yang terlihat sangat menjaga mereka. Sedangkan aku? Hanya aku saja yang datang sendiri ke sini, seperti biasa. Sudahlah, toh aku terbiasa apa-apa sendiri. Menikah dan memiliki suami, tapi rasanya tidak bersuami. Hmm... moga kalian bisa mengerti maksudku ya. "Sendiri saja mbak?" Perempuan di depanku bertanya padaku. "Iya. Suami saya sedang ada keperluan katanya. Lagipula saya sudah biasa kok." Jawabku semanis mungkin. "Wah kasian sekali mbak. Padahal perutnya sudah gede ya. Itu sudah berapa bulan?" Dia kembali bertanya. "Masuk minggu keduapuluh empat." Jawabku masih dengan tersenyum. Aku mencoba menggali memoriku, perempuan cantik ini pernah kulihat di mana? Kenapa mendadak setelah hamil aku jadi pelupa? "Ooh kalau saya, diantar suami. Ini baru pertama sih ke sini. Nah itu suami saya, tadi lagi beli minum dulu. Sayang... sini. Duduk di sini yang masih kosong. Antri banyak nih." Perempuan cantik itu memanggil seseorang yang datang dari arah belakangku. Sosok lelaki itu - yang dia panggil sayang tadi - memberikan sebotol air mineral dingin ke perempuan cantik tadi. Kemudian dia duduk di sebelah perempuan itu, sesaat kami bertatapan. Aku menatapnya datar. Mendadak perutku bergejolak, bayiku sepertinya tahu apa yang dirasakan mamanya sekarang. Sial, andai saja aku tidak hamil 6 bulan ini, pasti aku akan menghajarnya habis-habisan. "Yang, kasihan deh mbak itu, katanya dia selalu periksa sendiri dari pertama kali cek kehamilan. Jangan sampai kamu begitu ya nantinya. Pokoknya kalau aku mau periksa, kamu harus temani. Suami siaga kan?" Katanya manja dengan memeluk lengah kokoh itu. Suara yang sebenarnya merdu, entah kenapa terdengar sumbang di telingaku. Kulihat si lelaki itu tampak berusaha menjaga agar perempuan cantik di sebelahnya itu tidak semakin berlebihan menyentuhnya. Tiba-tiba ponselku berdering, kulihat ternyata mama mertuaku yang menelpon. Segera kujawab, "Assalamulaikum mah...." "Rein, kamu jadi periksa kehamilan?" "Jadi mah, kan besok dokternya mau seminar ke Jepang. Ini makanya ramai banget di klinik sini." "Zayn ke mana? Tidak menemanimu?" "Katanya dia ada keperluan mah, jadi gak bisa menemani." "Mama ke situ temani kamu ya. Kurang ajar Zayn, nanti mama telpon dia." "Tidak perlu mah. Mamah tidak perlu ke sini, juga tidak perlu menelpon. Mungkin juga tidak akan dijawab mah, kan dia lagi sibuk dengan keperluannya." Kataku sambil melirik ke arah depan. Kulihat lelaki itu menatapku tajam. Peduli amat aah. "Keanu sedang jenguk temannya, kamu mau ditemani dia?" "Keanu...?? Hmm... gak perlu mah, aku bisa sendiri kok." Badan lelaki di depanku menjadi tegak mendengar nama Keanu kusebut. "Ya sudah hati-hati. Mama akan kirim Pak Sudin untuk menjemputmu." "Iya mah terima kasih." "Zayn... Zayn, temani aku untuk periksa tensi dan berat badan yuk. Sudah dipanggil sama suster tuh." Yaa, lelaki di depanku itu Zayn, adalah suamiku, suami yang sialnya tampan dan menikahiku secara resmi setahun lebih lalu. Ya Tuhan pernikahan macam apa yang aku jalani ini? Tiada cinta dan kepercayaan, hanya ada dusta dan air mata. *** Mau tahu lebih lanjut? Jangan lupa masukkan ke library kalian ya jadi bisa tahu ada update-an Ini cerita yang gak ringan seperti Desire tapi juga gak seberat Scars , akhirnya aku kembali ke asal. Omdud masih ada extra part tapi sementara fokus di Rein - Zayn yaa. Dari teaser kalian bisa meraba kan, ini cerita lumayan menguras emosi. Jika kalian mencari cerita romantis alay, ini tidak akan cocok bagi kalian. Tapi jika kalian mencari sebuah cerita berkualitas yang menyentuh hati, mari, siapkan makanan dan minuman manis untuk menemani getirnya hati karena membaca n****+ ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN