Part - 10
Terima kasih anda telah menolong saya terlepas prost*tute Tuan.
Mungkin dengan cara seperti ini saya keluar dari rumah anda. Maafkan jika selama ini saya hanya membuat masalah bagi anda.
Saya terlalu pengecut untuk mengatakan langsung ketika anda sadar esok hari.
Saya hanya gadis yang tak pantas mendapat belas kasih. Maafkan saya sekali lagi karena membuat anda marah.
Saya janji tak kan menampak kan diri lagi di hadapan anda.
Salam
Aerhyn.
Begitulah isi dari surat yang Aerhyn tulis untuk Benedict malam tadi. Ketika bangun di tengah hari Benedict mendapati dirinya tertidur di sova ruang tengah.
Masih berbusana lengkap dengan dasi menggantung di leher.
Memanggil Aerhyn dengan suara parau namun tak ada sahutan dari sang gadis. Benedict berang.
Ia pun menapakkan kakinya menuju kamar Aerhyn, pintunya terbuka lebar. Tempat tidur terlihat rapi. Seperti sama sekali tak di tiduri.
Keberadaan sang gadis tak dapat ia rasakan. Ben memeriksa toilet dan nihil.
Dadanya mulai sesak. Ia kemudian menuju dapur dan memeriksa setiap ruangan yang ada di apartment nya. Namun tetap sama. Batang hidung Aerhyn sama sekali tak berada disana.
Kerongkongan nya kering, ia mengambil sebotol air dari kulkas dan menenggaknya begitu saja.
Matanya tak sengaja melirik selembar kertas yang terletak di atas meja.
Matanya nanar begitu ia membaca isi surat. Kepalanya seperti terkena benda tumpul.
Ia mengingat apa yang ia lakukan malam tadi pada si gadis malang.
Samar samar cuplikan rentetan kemarahan tak berdasarnya pada Aerhyn muncul di ingatan.
Ia merutuki kebodohannya. Menyesali perbuatan tak pantasnya.
"Why im so stupid, why i have to say that f*****g word to her". Benedict meracau menyesali dirinya sendiri.
Ia menjambak kasar rambutnya. Mabuknya hilang seketika. Keram di perutnya tak ia hiraukan lagi.
"Then where's i have to find you Rhyn. Why Benedict why are you so stupid". Racaunya lagi memukul meja.
Ia merogoh kantong celananya. Mengeluarkan handphone nya dan menekan layar benda pipih di genggaman nya.
"Tolong buatkan aku selebaran orang hilang, buat sebanyak yang kau bisa dan sebarkan di setiap sudut kota Washington jangan ada yang tertinggal dan lakukan hari ini juga". Titah Ben pada orang di hujung sambungan.
"........"
"Aku akan membayar berapa pun yang kau minta." suara barithon Benedict tegas.
"........."
"Aku kirim fotonya melalui email, do it asap".
Benedict memiliki foto Aerhyn ketika mereka melakukan dinner bersama dengan Matthew dan kekasihnya tempo hari. Benedict menyimpannya karena Aerhyn terlihat sangat cantik disana.
"........."
"Yeah. I'll report to the police too, im in hurry. So please do it now".
Benedict menyesali mulut tak bergunanya. Kenapa ia harus melampiaskan pada gadis tak bersalah itu. Karena mabuk ia bertindak sesukanya.
"Where are you Rhyn, im so sorry. Please come back" ratapnya di kamar Aerhyn.
Aroma tubuh gadis itu samar masih tertinggal disana. Menatap beberapa coretan di kanvas yang bersandar di dinding. Buku buku yang tak tersusun di tempatnya.
Benedict merindukan gadis malang itu. Merindukan senyum cerianya, suara manjanya dan bahkan kelakuannya yang kadang menjengkelkan.
***
"Boss are you okay? Anda terlihat tidak baik baik saja" seru Brenda begitu meeting berakhir.
Kini genap seminggu Aerhyn pergi dari apartment mewahnya. Sampai detik ini belum ada yang menghubungi nya tentang keberadaan gadis itu.
"Im okay" jawabannya lemah.
"I dont think so. Sebaiknya ada istirahat pak". Brenda prihatin terhadap Boss nya.
Tak pernah Boss nya terlihat semenderita ini. Dengan gosip yang pernah terjadi dulu, ia bahkan sama sekali tak perduli.
Apa yang membuat lelaki tampan ini begitu terpuruk.
Benedict tak konsentrasi dengan meetingnya. Tatapannya kosong. Seakan tubuhnya dan jiwanya berada di tempat yang berbeda. Tak seperti Benedict sang workaholic biasanya.
Beberapa kali ia melirik handphone pintarnya. Seperti sedang menunggu pesan atau panggilan dari seseorang yang ia rindukan.
"Im okay Brenda. Aku hanya butuh tidur sejenak" suaranya parau.
Ia beranjak kembali menuju ruangannya. Ia harus mengistirahatkan pikirannya.
Kalau ia terus seperti ini bukan hanya akan kehilangan Aerhyn. Ia juga akan kehilangan diri nya sendiri.
"I've to find you by myself " ia mengacak rambutnya.
Benedict tengadah menghadap langit langit ruangan, memikirkan bagaimana cara harus menemukan si gadis malang.
Malam ini ia mencoba kembali ke Club si*lan itu lagi. Ia berharap Aerhyn ada disana. Berapa pun mereka menjual gadis itu. Ia harus menebusnya. Menebus kebodohannya.
Benedict terlihat begitu terpuruk. Kantung matanya nyaris memiliki kantung mata lagi. Ia begitu mengerikan. Senyum manis dari bibirnya tak lagi terlihat.
Aerhyn membawa serta jiwanya, mengambil hatinya pergi bersama. Meninggalkan tubuh dan pikiran yang hampa.
Kakinya kini sudah melangka masuk menuju club yang ia benci. Club yang dulu pernah ia berjanji tak kan menginjaknya lagi.
"Do you ever see this girl in here" tanya Benedict menunjukkan foto Aerhyn di handphone nya pada beberapa pria yang juga ada di sana.
"Hmm. Aku pernah melihatnya beberapa kali. Tapi itu sudah lama sekali" sahut pria itu.
"Okay, thanks".
Ia pun berlalu meninggalkan kumpulan yang masih berkumpul di depan pintu masuk.
"I wish you were here Rhyn. This is my last hope".
Ia tak perduli pandangan orang tentangnya. Yang ia butuhkan saat ini mencari keberadaan gadis malang yang sudah memporak poranda kan hatinya.
Ia benar benar merasa kehilangan. Tanpa gadis itu dunianya seakan runtuh.
Ia mengambil posisi duduk paling tengah. Dimana semua mata bisa melihatnya. Ia tak perduli. Memesan sebotol vodka. Untuk menemani malamnya.
Tak sulit bagi Benedict untuk menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang tampan dan tubunya yang begitu atletis mampu membuat semua mata tertuju padanya.
Walaupun dengan tampangnya yang kusut seperti saat ini, ia tetap bisa menyihir orang orang untuk memperhatikan dirinya.
Pertunjukan berjalan seperti biasa, para wanita menari di atas panggung. Namun tak ada seorang pun yang memiliki wajah seperti gadis yang ia cari.
Hingga sang pemandu mengumumkan acara hari ini telah berakhir dan akan segera menutup club. Benedict tak menemukan Aerhyn.
Dimana mereka menyembunyikan gadis itu. Siapa yang sudah membawanya dari sini.
Ben bergegas menemui si pemandu, memintanya untuk mempertemukannya pada manajer mereka.
"Seminggu terakhir ini, apa gadis ini ada disini?" Tanya nya begitu bertemu dengan Ricky, manajer dari club.
"Dia sudah di beli oleh seseorang beberapa bulan yang lalu. Dan belum pernah kembali lagi. Kenapa anda mencarinya?" Tanya si Manajer balik.
"Aku kehilangan nya seminggu ini. Dan aku ingin dia kembali". Jawab Ben frustasi.
Ia harus memutar otak, dimana lagi harus menemukan Aerhyn.
"Oh. Andalah yang membeliny. Dia kabur dengan membawa uang anda?" Tanya si Manajer ingin tau.
"Dia tak mencuri uang ku. Dia hanya kabur. Dan aku mau dia kembali". Ben menghela napaa berat.
"Aku akan membantu anda mencarinya. Tapi ada harganya". Pinta Ricky menyarankan perjanjian.
"Aku akan membayar mu berapa pun, asal dia kembali". Benedict kini menatap lekat pada pria paruh baya di depannya.
Ia merasa seperti menemukan titik terang akan keberadaan Aerhyn.
"Baiklah, beri aku waktu 1 minggu. Aku akan mengabarimu jika gadis itu sudah aku temukan" janji Ricky.
"Okay. Kabari aku secepat yang kau bisa. Aku akan memberi bonus jika kau berhasil".
Benedict memberikan nomor kontaknya pada Ricky. Mereka berjabat tangan sebelum mengakhiri perjanjiannya.
Malam itu Ben pulang dengan tangan kosong. Ia tak berhasil membawa gadisnya dengan tangannya sendiri. Tapi ia berharap Ricky dan kenalannya bisa mengembalikan Aerhyn padanya.
***
Riiiiiing..
Riiiiiing..
Suara Handphone Benedict berdering dengan nyaringnya.
Benedict yang berqda di toilet berhamburan mencapai telephone genggam itu tanpa melihat siapa yang ada di balik panggilan.
"Bagaimana kabar mu bro, dan bagaimana kabar gadismu". Tanya Matthew dengan suara ceria.
Benedict mengernyit. Ia pikir itu adalah panggilan dari Ricky. Ia melihat siapa yang menelpon dan napaa kasar ia hembuskan. Matthew.
"Ada apa menelpon ku pagi pagi begini". Jawabnya kesal.
"Are you crazy?? Its noon dude, why are you saying its a morning. We lived in the same country i guess". Matthew tertawa.
"Hmm, why are calling me. If you dont have any important information for me, i better hang up". Benedict malas menanggapi kakaknya.
"Woah, calm dude. Your voice looks terrible. Are you okay?" Tanya Matthew mencoba ingin tahu.
"I dont think so". Jawabnya lemah.
"Why? You dont have a girlfriend or your slave act like her a virgin?" Tanya Matthew menyelidiki.
"First i dont want have a girlfriend. And the second she is gone". Benedict memberi tahu.
"Seriously, your slave abandon you dude. Oh my.. im so sorry to hear that. You want me to intro another girl?" Matthew semakin semangat.
"Mine your own business". Benedict mengakhiri telephone nya.
Benedict mengusap wajahnya kasar. Ia frustasi belum juga ada tabda tanda Ricky menelpon nya. Di tambah kakaknya mengacaukan pikirannya.
"Brengs*k". Makinya
Buuugh.
Suara meja meja di hantam begitu kuat, beruntung benda bulat itu cukup kuat menahan bogem mentah Benedict.
Riiiiiing
Riiiiiing
Lagi lagi suara telephone nya berbunyi. Tanpa melihatnya ia menyambar begitu saja. Dan menjawab secepat yang ia bisa.
"Apa lagi mau mu brengs*k" makinya begitu menjwab telpon.
"Oh maaf jika saya mengganggu anda. Saya hany ingin memberi kabar" suara Ricky di seberang sana.
Benedict memeriksa layar handphone nya. Dan benar tertera nama Ricky Collins.
"Sorry, aku pikir kakak ku. Apa kau memiliki informasi?" Tanya nya semangat.
"Aku menemukan yang anda cari".
"I'll be right there". Jawabnya.
Benedict tak pernah berpikir bahwa hari ini akan tiba. Hari dimana ia akan bertemu lagi dengan Aerhyn.
Hari dimana ia akan membawa gadis itu pulang kerumahnya. Ia segera menyelesaikan aktifitas nya. Dan bergegas menuju tempat yang Ricky janjikan.
=========
To be Continued.
Hai hai.
Im back. Maaf kalau typonya banyak.
Dan sorry kalau baru bisa update.
Jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote and comment.
Untuk ngehargai penulis. Thx.