Di Basecamp Cassandra dan teman-temannya sudah selesai mengedit video yang akan mereka sebarkan besok di grup sekolah.
"Queen, kita udah gak sabar lihat muka si cupu besok." Ucap Agnes salah satu anggota The Queens.
Cassandra menyeringai. Ia juga tidak sabar menantikan hari esok.
Dimas dan Alvian berjalan bersama pulang menuju tempat kost. Mereka singgah dulu di warung nasi sederhana untuk membeli nasi rames.
"Dim, kalo Lo punya rencana kaya tadi bilang dulu kek! Kalo kayak tadi, gue jadi nervous." Ucap Alvian yang kembali berjalan bersama Dimas.
"Iya sorry, tadi gue refleks aja. Nanti gue kasih tahu dulu deh sebelumnya." Ucap Dimas agar Alvian tak marah lagi padanya.
Alvian merangkul bahu Dimas.
"Tapi thanks ya! Lo bener-bener care sama gue." Alvian merasa terharu.
"Lebay Lo!" Dimas menepuk punggung tangan Alvian dengan keras.
Alvian kesakitan.
"Sialan Lo! Gue udah ucapin terima kasih, Lo malah pukul gue." Alvian menggerutu.
Hahaha. Tawa Dimas.
"Iya itu jawaban sama-sama dari gue." Dimas berlari dan Alvian mengejarnya.
"Sini Lo! Gue pukul balik baru tahu rasa." Alvian masih berlari mengejar Dimas.
"Tolong.. tolong.. Ada preman ngamuk." Dimas mengolok-olok Alvian sambil masih berlari.
Mereka telah sampai di area kostnya.
"Pak Muji awas!" Dimas menyuruh Pak Muji yang sedang mendorong gerobak untuk minggir. Namun Pak Tua itu tak mendengarnya.
"Pak Mujiiiii." Dimas yang berlari dengan cepat berusaha menghentikan kakinya sekuatnya.
"Huuuuhhh syukurlah." Dimas bernafas lega karena ia berhenti tepat waktu.
Di belakangnya Alvian masih berlari mengejar dengan cepat, ia yang tidak tahu ada bahaya di depan tidak berusaha menurunkan kecepatan larinya.
"Dimaaaaas kena Lo ya!" Teriak Alvian.
"Alviaaaaan jaaaangaaaaann." Mode slow emosi Dimas menahan Alvian.
Namun Alvian tidak bisa menghentikan langkahnya.
BRUK!!
Mereka berdua masuk ke dalam gerobak dorong berisi tumpukan sampah yang telah dibersihkan Pak Muji.
Pak Muji terkejut melihat kedua laki-laki muda masuk ke dalam gerobaknya.
"Uweeeeek." Keduanya mulai mual mencium bau busuk di tubuh mereka.
"Sial! Ini semua gara-gara Elo Al." Dimas menyalahkan Alvian.
"Kok gara-gara gue. Siapa suruh Lo berdiri di sana." Alvian membela diri.
"Aden, ayo segera bersihkan diri kalian dulu!" Ucap Pak Muji mengingatkan.
"DIAM!! Ini semua salah Bapak! Ucap Dimas dan Alvian berbarengan.
Pak Muji yang tidak tahu apa-apa malah kena damprat.
"Kok jadi bapak yang salah?" Pak Muji sambil garuk-garuk kepala.
Alvian dan Dimas segera berlari menuju kamar kost mereka masing-masing. Mereka tidak tahan dengan bau yang ada pada tubuh mereka.
Alvian bahkan sampai menghabiskan sabun mandinya agar tubuhnya tidak menyisakan bau sampah lagi, sedang Dimas berulang kali pergi ke kamar mandi untuk mandi kembali karena ia terus-menerus mencium bau sampah di hidungnya.
Setelah puas membersihkan diri, mereka berdua bingung bagaimana membersihkan pakaiannya.
Tok..tok..
Pak Muji mengetuk pintu Alvian lebih dulu. Kemudian ia menghampiri juga kamar kost Dimas.
Keduanya keluar bersamaan.
"Aden, saya mau ambil pakaian kotornya. Mau di bersihkan di tempat laundry." Ucap Pak Muji.
Alvian dan Dimas bernafas lega. Mereka tidak kepikiran kesana. Keduanya memasukkan pakaian kotor mereka dan semua yang terkena sampah ke dalam kantong plastik hitam.
"Ini Pak. Terimakasih ya Pak!" Ucap mereka kompak.
"Sama-sama Den." Pak Muji berlalu pergi.
Beruntung keduanya memiliki pakaian ganti untuk besok. Alvian melirik Dimas, begitupun sebaliknya. Mereka membayangkan kembali keduanya masuk ke dalam gerobak sampah lalu tertawa bersama.
"Makanya Lo jangan suka jahil. Itu hukuman buat Lo! Ucap Alvian terlebih dahulu.
"Eh! justru itu azab buat Lo." Haha.
Mereka masih puas tertawa bersama, tanpa sadar perut mereka sudah berbunyi.
"Makanan gue tadi kotor, gue buang!" Ucap Dimas.
"Iya, gue juga sama." Alvian menimpali.
"Ya udah kita beli makan mie ayam aja di seberang sana. Mau gak Lo?" Tanya Dimas.
"Iya boleh tuh! Ayo let's go!" Jawab Alvian antusias.
Dimas dan Alvian pergi menuju tukang mie ayam dan makan di sana bersama.
Sementara di tempat lain Rina masih bekerja keras membantu ibunya menyelesaikan tugas di laundry.
Orang tuanya memiliki usaha laundry untuk menghidupi keluarga mereka. Rina memiliki dua orang adik. Adik perempuannya sekarang duduk di kelas satu SMP, sedang yang laki-laki sekarang duduk di kelas tiga SD.
Maka dari itu, Rina harus berusaha untuk mendapatkan beasiswa kuliah, karena jika tidak Rina tentu tidak akan bisa melanjutkan kuliahnya.
Rina mencium bau tidak sedap dari kantong plastik hitam, ia lantas membukanya. Dua pakaian dengan atribut khas sekolahnya.
"Punya siapa ini?" Rina berpikir dalam hati.
Karena ia pikir yang memilikinya adalah teman dari sekolahnya, akhirnya Rina membersihkan pakaian itu hingga harum dan tidak kotor lagi. Cukup lama ia bekerja keras untuk membersihkannya. Tak sengaja ia melihat pin nama yang ada di salah satu seragam yang telah ia bersihkan.
"Alvian Hardi Wijaya." Gumam Rina.
Ia akan menyimpan dahulu pin itu. Karena hari sekarang sudah malam, sang pemilik seragam tidak mungkin datang mengambilnya. Yang jadi pikirannya saat ini, sekolahnya itu memiliki peraturan yang ketat, sehingga jika siswa-siswinya tidak menggunakan pin nama pasti mereka akan mendapatkan hukuman.
Keesokan harinya,
Rina bertanya kepada salah satu temannya.
"Kamu kenal gak nama Alvian Hardi Wijaya?" Tanya Rina pada teman di kelasnya.
"Alvian.." Terlihat temannya itu sedang berpikir.
"Iya ada nama Alvian yang jadi pembicaraan anak cewek. Tuh! Dia orangnya." Teman kelasnya menunjukkan.
Rina berbalik melihat ke belakang.
"Oh dia. Ya udah thanks ya!" Ucap Rina.
"Hei!" Rina berteriak.
Mulai terdengar bisik-bisik di samping telinganya. Ia juga melihat semua mata tertuju kepadanya. Rina berusaha untuk tidak terpengaruh.
"Kamu Alvian kan?" Tanya Rina.
Belum sempat Rina mendapatkan jawaban iya, dan menyerahkan pin nama Alvian, semua orang sudah menyoraki Rina.
"Huuuuuu sadar diri dong, kamu itu lebih tua dari dia". Beberapa orang mengatakan kalimat itu.
"Kalau cowoknya gak mau jangan dipaksa". Terdengar lagi kalimat yang lain.
"Eh! Gak nyangka ya? Ternyata seleranya berondong.." Tawa beberapa orang yang melewatinya.
"Apa enggak malu ya dia?" Mereka memandang Rina dengan sinis.
"Ada apa ini?" Rina mulai tidak enak hati.
Ia segera melihat handphonenya. Pandangannya tertuju pada obrolan di grup sekolahnya sudah sampai ratusan chat. Rina lantas membukanya.
Ia terus menggulir layar handphonenya. Ia membaca judul sebuah video.
MENGEJAR CINTA BERONDONG
Rina lantas memutar videonya.
"Ini kan.. saat aku di Aula kemarin." Gumam Rina.
"Kamu mau gak jadi cowok aku?" Suara seorang perempuan seolah-olah Rina yang bicara.
Alvian menggeleng.
"Kamu harus mau!" Ucap perempuan itu.
Kemudian Alvian mengangguk.
"Apa-apaan ini?" Wajah Rina mulai pucat.