Setelah rapat usai, Yura hanya bisa berdiam di ruangan itu menunggu seluruh peserta keluar, karena Rasya bilang ingin berbicara dengannya. Mia menguatkan Yura dengan menepuk bahunya pelan lalu meninggalkan Yura hanya berdua Rasya di ruangan itu.
Rasya bangkit dari kursinya dan menghampiri Yura, menarik kursi di samping Yura.
“Kamu sudah lama bisa bahasa isyarat?” tanya Rasya. Yura pun mengangguk. Suara berat Rasya terdengar sangat maskulin dan Yura menyadari itu, namun mengapa Rasya jarang sekali berbicara?
“M-maaf, aku nggak tahu kamu mengerti yang aku ucapkan.” Yura menunduk dan memainkan jemarinya.
“Aku akan memaafkan kamu dengan satu syarat.”
“A-apa?” tanya Yura yang mendadak menjadi orang gagap karena terlalu takut.
“Sore ini, temani anakku sampai aku pulang ke rumah, karena aku ada urusan penting.”
“A-anak? Kamu sudah punya anak?” tanya Yura.
“Jangan banyak tanya!” seloroh Rasya dengan mata tajamnya bak elang yang melihat mangsa dari kejauhan.
“Iya maaf,” tutur Yura sembari menunduk.
“Hanya sampai aku pulang dari urusanku, dia tuna rungu. Karenanya aku ingin kamu menjaganya.”
“Baik,” ucap Yura yang lagi-lagi hanya bisa menunduk, beruntung Rasya tak memaki karena perbuatannya yang menurut Yura pun keterlaluan. Perbuatan mengumpat orang adalah perbuatan buruk dan neneknya tak pernah mengajari itu.
“Kita bertemu sore nanti!” Rasya menyerahkan ponselnya dan memberi isyarat agar Yura memasukkan nomornya di ponsel Rasya lalu Rasya menyimpan nomor Yura.
“Siapa nama kamu?” tanya Rasya ketika dia kesulitan menyimpan kontak Yura.
“Yura,” jawab Yura pelan. Rasya menyimpan nama Yura dan memanggilnya. Yura membuka ponselnya yang sedikit retak di layarnya, dia belum ada uang untuk mengganti ponsel itu lagi pula masih bisa dipakai.
“Itu nomorku, namaku Rasya.” Rasya pun berdiri setelah memutuskan panggilannya, melihat ponsel Yura sekilas dan meninggalkan Yura yang kini menyimpan nomornya. Yura menghela napas panjang, tak pernah menyangka dia harus berurusan dengan Rasya.
Padahal Mia sudah memperingatinya tadi setelah mengembalikan boneka itu sebaiknya dia tak pernah berurusan lagi dengan pria arogan itu. Namun kini Yura terasa terjebak karena perbuatannya sendiri. Dia pun merutuki kebodohannya seraya keluar dari ruang rapat membawa buku agendanya dan melangkah lemah.
***
Yura diminta menunggu Rasya di halte bus depan kantor, entah mengapa? Sepertinya Rasya tak ingin ada yang mengetahui bahwa mereka keluar bersama.
Yura berdiri di halte bus dan melihat motor pria besar berwarna merah menghampirinya. Pria itu membuka kaca helm full facenya. Yura mengenali mata itu, ya mata tajam milik Rasya.
Rasya mengulurkan helm yang tadi diletakkan di lengannya untuk dipakai Yura. Yura memakainya dan naik ke boncengan motor Rasya.
Lalu Rasya melajukan motor itu tanpa banyak bicara. Membelah jalan menuju kediamannya.
Yura tak pernah menyangka bahwa Rasya tinggal di kawasan yang cukup elit. Seorang petugas keamanan pribadi bahkan membukakan gerbang rumah Rasya yang cukup besar. Lalu Rasya meletakkan motornya di garasi di mana terdapat beberapa mobil mewah terparkir, membuat Yura ternganga. Rupanya benar gosip bahwa dia keponakan pemilik perusahaan, dia pun sama berhartanya. Mungkin memang harta warisan dari keluarganya? Entahlah.
Rasya mendorong pintu utamanya, pintu yang cukup tinggi itu terbuka lebar, lalu dia mempersilakan Yura masuk. Seorang gadis kecil dengan rambut basah pun berlarian dan menghambur memeluk pinggang Rasya. Yura yakin dia adalah putri Rasya. Rasya mengusap rambut putrinya yang berantakan dan basah, sang putri baru saja mandi sepertinya. Dia pun berjongkok untuk mensejajari putrinya.
Lalu berbicara bahasa isyarat yang Yura sangat mengerti artinya.
‘Papa akan pergi karena ada urusan penting, kamu sama tante ya, namanya Yura,’ ucap Rasya. Gadis kecil itu mengangguk dan tersenyum ke arah Yura.
“Namanya Sonia, usianya tujuh tahun,” kenal Rasya.
‘hai aku Yura, malam ini aku akan menemani kamu,’ ucap Yura dengan bahasa isyarat. Sonia tampak terkejut lalu tersenyum lebar dan menoleh ke arah Rasya yang mengangguk seraya tersenyum, untuk pertama kalinya Yura melihat senyum Rasya yang membuatnya tampak berkali lipat lebih tampan.
Yura pun diajak Sonia ke kamarnya, Yura membantu Sonia menyisir rambutnya. Sonia berkata pengasuhnya meninggal kemarin sehingga dia hanya seorang diri dan di rumah ini tak ada pembantu. Rumah ini sangat tertutup, kesan yang didapat Yura untuk pertama kali ketika menjejakann kakinya. Pantas saja atmosfernya terasa dingin.
Yura menanyakan tentang ibu Sonia, hal yang disesalinya karena Sonia tampak sedih dan berkata dia tak mengenal ibunya. Yura memeluk Sonia dan mengatakan bahwa dia pun tak pernah bertemu ibunya sejak dua puluh tahun lalu, hal itu cukup menghibur Sonia yang merasa bahwa tak hanya dia yang tak bisa melihat sang ibu.
***
Yura sudah menanggalkan blazernya dan meletakkan di kamar Sonia, lalu dia mengajak Sonia makan malam. Rupanya Rasya sudah memesan makan malam yang diantar oleh kurir dan meletakkan di meja makan namun belum dikeluarkan dari kotaknya. Makanan yang berasal dari restoran franchise khas ayam goreng tepung.
Yura mengambilkan piring sendiri, berjalan ke dapur yang terletak tak jauh dari ruang makan, dibantu oleh Sonia yang tampak cekatan, senyum selalu terlihat dari bibir Sonia.
Saat mereka berdua sudah duduk di kursi meja makan, Rasya tampak keluar dari kamarnya dengan mengenakan setelah tuxedo yang membuatnya terlihat sangat tampan dan berwibawa, mengaitkan jam tangannya dan menghampiri Sonia.
“Jika aku pulang terlalu malam, kamu bisa tidur di kamar tamu di sana, aku akan memberikan uang kamu besok untuk imbalan membantu menjaga Sonia,” ucap Rasya dengan suara beratnya. Yura hanya mengangguk, dia tak mau munafik dia pun butuh uang untuk kebutuhannya sehari-hari, dia ingin membelikan neneknya daging dan membuat bubur dengan daging tersebut agar makanan neneknya lebih bernutrisi.
Rasya mengecup kening Sonia dan meninggalkan mereka berdua, sepertinya dia pergi membawa mobil, terdengar dari suara deru mobil sport dari arah luar. Yura tak peduli, dia lebih senang berbincang dengan Sonia meski harus menggunakan bahasa isyarat.
***
Sudah pukul sebelas malam, namun Rasya belum juga pulang, sehingga Yura mengirim pesan ke Dela untuk melihat neneknya, Dela membalas pesannya dan mengatakan neneknya mungkin sudah tidur karena pintu terkunci.
Yura menutup pintu kamar tamu itu, kamarnya cukup besar dan bersih. Dia membuka kancing kemejanya sebanyak dua buah dan berbaring di ranjang. Dia sangat mengantuk namun dia tak bisa tidur, dia sangat ingin membuka pakaiannya, namun ini bukan rumahnya. Dia sangat dilema. Setelah mandi tadi dia bahkan kembali mengenakan pakaiannya yang membuatnya semakin tak nyaman.
Akhirnya Yura memastikan bahwa tak ada orang di sekitarnya, dia menutup rapat pintu kamar dan menguncinya, dia tak tahu bahwa kunci itu rusak. Dia mematikan saklar lampu, masih ada cahaya dari ventilasi pintu dan jendela sehingga tak terlalu gelap.
Dengan perlahan dia membuka kemejanya dan juga rok selututnya termasuk celana ketatnya. Menyisakan pakaian dalam saja. Dia pun berbaring miring di ranjang, berusaha memejamkan mata namun tetap tak terpejam. Dia pun meringis dan melepas kain penutup terakhir di bagian atas tubuhnya. Menarik selimut karena ACnya cukup dingin namun menenangkan.
Ketika memejamkan mata, kakinya bergerak gerak melepaskan kain tipis berenda penutup bagian bawah tubuhnya. Dia pun tersenyum dan terlelap. Dia merasa aman karena telah mengunci pintu kamarnya. Lagi pula kata Sonia petugas keamanan hanya berjaga di luar dan tak pernah masuk ke dalam.
***
Pukul dua belas malam, Rasya baru pulang. kepalanya sangat sakit begitu pula dengan tenggorokannya sepertinya dia terkena flu. Rasanya seperti berdentum-dentum.
Menuju kotak P3K dan mengambil obat sakit kepala juga sakit tenggorokan. Dia meminum air cukup banyak dan ke kamarnya untuk berganti dengan celana pendek dan hanya mengenakan kaos dalamnya. Dia harus memastikan putrinya telah tertidur. Dengan tangan agak meraba tembok dia ke kamar Sonia seperti biasa gadis kecil itu tak mau mematikan lampu ketika tidur.
Rasya masih bisa membetulkan selimut di tubuh putrinya, dia pun menutup pintu dan melewati kamar tamu, lampunya gelap. Rasya memegang handle pintu dan ternyata pintu itu tak terkunci. Kepalanya sangat pusing dan dia pun terjatuh, dia harus segera tertidur atau dia bisa pingsan, kesadarannya tinggal separuh, dia pun tak menyadari menutup pintu kamar tamu itu dan berbaring di ranjang berukurang king tersebut.
Karena pengaruh obat itu dia merasa dia berbaring di kamarnya, dia pun melepas kaos dalamnya juga celana pendeknya, sama seperti Yura, dia pun tak bisa tertidur jika memakai pakaian. Dan malam ini dia merasa sangat panas. Dia terlelap tanpa menyadari bahwa di sampingnya ada gadis tak berbusana yang juga telah memasuki alam mimpinya.
***
Cahaya mentari menembus jendela kamar tamu yang gordennya berwarna putih transparan. Rasya merasa silau dan berbaring miring, tangannya terulur dengan mata terpejam, merasa asing karena menyentuh benda kenyal, dia bahkan meremasnya dan membuka mata bertepatan dengan Yura yang juga membuka matanya.
Yura tak menyadari bahwa selimut telah tertendang di kakinya sehingga mereka seperti pasangan m***m yang tak mengenakan sehelai benang pun, ah tidak! Kecuali Rasya yang masih mengenakan celana dalamnya.
“Aaaaaa!!!!” jeritan terdengar dari bibir mereka berdua. Rasya menarik tangannya dari atas gundukan kenyal di daada Yura yang wajahnya telah memerah.
Yura menarik selimut menutupi tubuhnya sementara Rasya bangkit dan mengambil celana pendeknya, mengenakannya dan juga mengambil kaos singlet tipisnya.
“Kenapa kamu nggak pakai baju!” sentak Rasya.
“Kenapa kamu tidur di kamar ini!!” balas Yura dengan suara yang melengking. Rasya menutup telinganya. Dan suara ketukan pintu terdengar.
“Rasya! Keluar. Saya tahu kamu di dalam!” ucap suara seorang pria yang terdengar agak serak. Rasya sangat mengenalinya. Suara itu adalah suara Kuncoro pengacara keluarganya. Dia pun menepuk keningnya, kepalanya masih agak sakit dan sepagi ini dia harus menghadapi masalah.
“Cepat pakai pakaianmu dan keluar dari kamar,” ucap Rasya dengan suara pelan setengah berbisik, terdengar sarat akan putus asa. Yura hampir ingin menangis, untuk pertama kalinya gundukan kenyal itu di sentuh seorang pria, dia menunduk dan membuka selimutnya perlahan anehnya tangan Rasya seperti tertinggal membuatnya bergidik ngeri karena imajinasinya menjadi liar.
***