DICULIK

1247 Kata
Vallery turun dari mobilnya dan Brian berencana akan menghampiri Vallery, namun belum sempat ia membuka pintu mobil, ia melihat seorang lelaki berjalan mengampiri Vallery. Brian mengurungkan niatnya dan mengawasi Vallery dari dalam mobil. Brian melihat pria tersebut sudah ada di hadapan Vallery, pria itu tersenyum lalu sedetik kemudian pria itu memeluk Vallery. Melihat kejadian itu Brian menggenggam stir mobilnya dengan sangat kuat, ia merasa wajahnya memanas melihat kejadian itu. Vallery melepaskan pelukan tersebut lalu menampar pria itu, membuat Brian terkejut. Siapa pria itu? Mengapa Vallery menamparnya? Brian melihat Vallery menunjuk wajah pria itu kemudian memasuki apartement, pria itu memegangi pipi kiri nya seraya tersenyum, lalu ia menoleh ke arah lobby tempat Vallery menghilang. Brian lalu turun dari mobil dan menghampiri pria itu. ----- Vallery Pov ----- Saat aku hendak memasuki lift, aku mendengar suara kericuhan dari depan apartement, aku menoleh dan melihat Brian sudah ada di depan apartement mencengkeram kerah kemeja Jack. Aku terkejut lalu berlari ke arah mereka. "What are you doing, Brian?!" Aku menatap Brian dengan tatapan terkejut sekaligus tidak percaya. "Aku ingin memberi pelajaran pada pria ini! Berani-beraninya dia melecehkan mu!" Tatapan Brian terlihat seperti pembunuh yang sangat marah, nafasnya memburu dan matanya terlihat menggelap. Aku berusaha melepaskan cekalan tangan Brian pada kerah kemeja Jack namun terasa sangat sulit, tenaga Brian begitu kuat. "Brian ku mohon lepaskan," ucap ku lembut seraya menatap matanya, mata indahnya yang selama ini memikat ku tidak terlihat lagi saat ini, perlahan cekalan Brian terlepas namun tatapannya tidak pernah lepas dari ku. "Jadi ini pengganti ku?" Aku menoleh kepada Jack saat ia bertanya seperti itu, ia tersenyum menyeringai. Oh, God! Kenapa dia tidak bisa menutup mulutnya di saat seperti ini? "Level mu sangat buruk, Vallery." BUGGH!! Aku terkejut saat tiba-tiba Brian memukul wajah Jack. Jack tersungkur ke belakang, sedetik kemudian Brian memukuli Jack berulang kali. Aku menutup mulutku melihat kejadian di hadapan ku. Aku ingin menghentikan pukulan Brian pada Jack namun aku bingung bagaimana caranya. Orang-orang di sekitar ku ikut terkejut melihat kejadian yang ada di hadapan mereka saat ini bahkan seorang security tidak berani memisahkan Brian yang masih memukuli Jack. Brian terlihat sangat marah, aku yakin akan terpukul jika mencoba menghentikan Brian saat ini. Jack terlihat tidak berdaya dengan darah yang mengalir di beberapa sudut wajahnya. Brian menghentakkan tubuh Jack . "Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan!" bentak Brian seraya menunjuk ke arah Jack yang sudah tergeletak di lantai. Ku beranikan diri untuk menarik lengan Brian mencoba menenangkannya. "Brian ku mohon hentikan." Brian menatap ku dengan tajam, ku sentuh rahangnya mencoba menenangkan, tiba-tiba Brian merengkuh pinggangku dengan sangat posesif dan membawa ku menuju mobilnya. Saat di dalam perjalanan Brian sudah terlihat lebih tenang. Aku menghela nafas pelan dan mulai memberanikan diri untuk bertanya. "Brian ... ." Tiba-tiba mobil berhenti dan aku sedikit terkejut. Aku melihat sekeliling ku, aku pernah berhenti di tempat ini beberapa hari yang lalu, ketika aku frustasi mendengar Brian menyebut nama wanita lain saat aku berada di dalam pelukannya. Brian menatap ku lalu menangkup wajahku, aku tertegun menatap matanya yang sangat indah, berbeda jauh dari beberapa menit yang lalu saat matanya terlihat seperti mata seorang pembunuh. Aku tidak menyangkal jika aku menyukai saat-saat seperti ini meskipun aku masih marah dengannya, aku suka ketika telapak tangannya yang besar bersentuhan langsung dengan kulit ku, terasa dingin dan aku bisa merasakan sengatan kecil pada kulit kami yang bersentuhan. "Aku tidak suka melihat pria itu menyentuh mu, dia melecehkan mu, Vallery," ucap Brian. Aku mangamati wajahnya, aku kembali bingung, ku lepaskan tangan Brian dari wajahku dengan perlahan. "Kau berkata seperti itu seolah-olah aku adalah milikmu," ucap ku tanpa mengalihkan pandangan ku terhadapnya, ia memundurkan tubuhnya sedangkan aku melipat kedua lenganku di depan d**a. "Apakah kau lupa jika beberapa menit yang lalu kau mencium ku tanpa ijin? Sedangkan aku bukanlah milikmu, apa itu bukan sesuatu yang tidak bisa dikatakan sebagai pelecehan?" Tidak ada respon dari Brian, aku mencoba tenang, aku memalingkan wajahku lalu menatap jalanan dan mendengarkan deburan ombak pantai Los Angeles. Ku rasakan tangan Brian mengusap lembut wajahku. "Akan ku buat kau menjadi milik ku, Vallery." Mendengar perkataan itu membuat ku menoleh ke arah Brian, ia masih menatap ku. Saat aku hendak bertanya ia kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Aku merasa bingung dengan tingkah lakunya. Setelah beberapa menit saling diam, aku menyadari jika saat ini kami menuju bandara. "Brian, kenapa kita ke bandara?" Namun ia terdian diam. “Brian,” panggil ku namun ia masih saja diam. "Ya Tuhan, kenapa pria ini selalu membuat ku kesal?!" Aku menatap Brian dan ia hanya terkekeh pelan. "Aku ingin membawa mu ke Islandia." "What?!" Aku terkejut mendengar perkataannya, namun ia terlihat begitu tenang. "Why? Kenapa kau terlihat sangat syok?" Ia menautkan kedua alisnya. "Brian, aku baru saja menandatangani kontrak dengan sebuah perusahaan majalah dan jadwal ku selama satu minggu ke depan adalah pemotretan untuk perusahaan majalah itu, sekarang sudah sore dan perjalan ke Islandia memakan waktu sangat lama, tidak hanya satu atau dua jam, sedangkan besok pagi aku ada jadwal pemotretan, kumohon, tolong jangan bertindak konyol seperti ini," jelas ku panjang lebar namun ia hanya tersenyum. Pria ini benar-benar gila. Aku menggelengkan kepalaku menghadapi tingkah laku Brian. "Aku akan meminta izin pada pemilik perusahaan majalah itu," ucapnya dengan tenang. "Brian, don't crazy! Aku akan mendapat pinalti karna perbuatan mu!" Aku benar-benar frustasi saat ini. "Sebutkan nama pemilik perusahaan majalah itu." Ia menoleh ke arah ku dengan senyuman di wajahnya. Aku tertegun untuk sesaat, aku sedikit lupa dengan nama pemilik perusahaan itu karena kejadian pemukulan Brian terhadap Jack setengah jam yang lalu, aku mencoba mengingat nama bos ku, yang aku tahu nama depan pemilik perusahaan itu sama dengan pria yang saat ini duduk di samping ku. "Umm, aku lupa," jawab ku dengan polos. "What? Kau menjadi model dari perusahaan itu tapi kau lupa siapa nama pemilik perusahaannya?" tanya Brian tak percaya. Bodoh sekali kau, Vallery. Hal sepenting itupun tidak bisa kau ingat? "Ah, aku ingat," ucap ku seraya mengacungkan telunjuk kanan ku. "Siapa namanya?" "Brian Abraham," jawabku dengan antusias sedangkan Brian tertawa terbahak-bahak, aku sangat kesal dengan tingkah lakunya kemudian aku menyenggol lengan kanan nya. "Hey, meskipun sama-sama BRIAN tapi kau tidak perlu merasa besar kepala seperti itu," ucap ku sewot melihat tingkah laku Brian. "Say again. What's his name?" Aku memutar bola mataku, menghela nafas pelan lalu menuruti perintah Brian "Brian Abraham." "Okay, kau punya smartphone?" Aku mengernyit mendengar pertanyaannya. "Apa hubungannya, Brian?!" Aku mulai frustasi melihat tingkah laku Brian saat ini. "Cari nama Brian Abraham di laman google mu." Aku menghela nafas kasar lalu mengeluarkan smartphone ku dari dalam tas. Saat hendak mengetik nama pemilik perusahaan majalah tersebut, aku melirik Brian sesaat, aku benar-benar kesal dengan sikapnya, karena sikapnya aku terancam mendapat pinalti. Aku mengetik nama bos ku sendiri di laman google-ku, seketika aku terkejut melihat apa yang ku lihat saat ini. Aku menutup mulutku, aku tidak percaya jika pria yang duduk di samping ku adalah pemilik Sky Magazine, bos ku sendiri. Aku menoleh menatap Brian dengan tangan yang masih menutupi mulutku. "Masih tidak mau jika aku yang meminta izin pada pemilik perusahaan itu?" Ia menoleh ke arah ku dengan senyuman yang sangat manis di wajahnya. "Dari tadi kau mengerjai ku?!" tanya ku dengan kesal, aku kembali menatap jalanan yang ada di hadapan ku. Tiba-tiba aku merasakan kehangatan pada jemariku. Aku melihat tangan Brian menggenggam tanganku lalu mencium punggung tanganku. Aku terkejut mendapat perlakuan yang begitu lembut dari pria ini. "Akan ku bawa kau ke tempat yang sangat indah, Vallery." Ia tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN