7. Belanja Apa Saja

1500 Kata
Dan Allisya neneriakkan nama Aris sampai Selena kaget. Terutama wajah Allisya yang sendu dengan bekas air mata yang belum mengering. Selena jadi khawatir dengan mimpi yang di alami oleh Allisya itu. "Kamu gak baca doa dulu sih kalau mau tidur. Jadi mimpi buruk gini kan," Selena mengomeli Allisya. Tapi bagi Allisya mimpi itu sangatlah nyata. Dalam hatinya ia berharap itu hanyalah kebohongan bunga tidur yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Langkah Allisya bergegas ke kamar mandi membasuh wajahnya saja. Ia harus memastikan keadaan Aris sekarang. Tanpa mempedulikan mamanya yang terus memanggilnya untuk sarapan dulu Allisya tidak peduli, hatinya tidak tenang dengan mimpi itu. Allisya memilih naik Grab daripada mencari ojekan yang pastinya memakan waktu. Ia menyuruh mas Grab itu untuk mengebut sedikit. "Tapi ini udah ngebut sedikit mbak. Nanti kalau kenapa-napa saya di salahin. Emang mbak-nya mau kemana sih?" tanya mas Grab penasaran, baru kali ini mendapatkan pelanggan yang tak sabaran dan ingin sampai tujuan secepat kilat mengalahkan Flash. "Gak peduli mas. Aku khawatir sama pacarku. Mas gak pernah mudah sih jadi gak tau namanya jatuh cinta," jawab Allisya suaranya sedikit di keraskan, bisingnya suara kendaraan beserta klakson yang bersahutan. "Oke. Awas aja mbak jatuh. Aku gsk bakalan tau soalnya kecil," dengan santainya mas Grab itu meledek Allisya, masih sempat saja di jalanan. Allisya sendiri berusaha sabar. Memang daridulu ia pendek tapi Aris menyuakainya karena terkesan imut. Setelah sampai dan membayar uang kepada mas Grab, Allisya berlari memasuki rumah Aris. Pintunya terbuka, jantung Allisya berdegup kencang dengan keringat yang mengucur di pelipisnya menandakan dirinya sangat gugup saat ini. "Kak Aris?" teriak Allisya, ia berada di ruang tamu dan duduk di sofa. Rumah Aris sudah dianggap seperti rumahnya sendiri. Andre yang mendengar suara Allisya yang berteriak itu pun menghentikan aktifitas mengetiknya di laptop. "Allisya? Tumben banget pagi-pagi kesini ada apa ya?" Andre melangkah menuju ruang tamu. Allisya senang ada Andre. "Kak Aris ada yah?" memanggil Andre dengan sebutan ayah karena pria itu sendiri yang memintanya. Andre mengangguk. Ia duduk di single sofa. "Ada, masih di kamar baru bangun." Mendengar kabar baik seperti itu, Allisya bernafas lega. Ternyata Aris baik-baik saja. "Kamu kesini udah sarapan belum? Masih jam enam pagi lho," Andre juga sangat perhatian kepada Allisya menganggapnya sebagai putrinya sendiri. Allisya menggeleng dengan tersenyum kikuk, tadi ia pergi begitu saja tanpa menggubris panggilan mama yang memintanya sarapan terlebih dahulu. "Belum yah. Tapi nanti aja sarapannya, aku gak laper," rasanya kurang sebelum ia melihat Aris, rasa rindu terberat adalah ketika ingin bertemu namun jarak sebagai tembok pemisah. Tapi Allisya bersyukur masih bisa bertemu dengan Aris kapan pun asalkan ada waktu bukan beralasan ini dan itu. Andre mengangguk. "Tunggu aja. Bentar lagi keluar, mau sarapan. Suapin aja kalau kamu mau," Andre sedikit menggoda Allisya sampai cewek itu membuang pandangannya menyembunyikan salah tingkahnya. Sangat lucu bagi Andre. "Allisya?" tatapan Aris bingung dengan kedatangan Allisya yang tiba-tiba apalagi di pagi hari. "Kamu ngapain kesini?" Aris jadi mengurungkan niatnya untuk sarapan, objek di depannya ini jauh lebih menarik di lihat. "Kayaknya kangen banget tuh sama kamu," Andre berbisik. "Masa sih Allisya kangen sama aku?" Aris masih tidak percaya. Sedangkan Allisya sendiri diam bukan alasan kangen melainkan ingin melihat Aris baik-baik saja dan masih selamat. Sungguh mimpi itu membuat hatinya terguncang hebat. "Ajak jalan-jalan biar Allisya seneng. Tuh kamu gak liat dia khawatir banget sama kamu?" Andre berbisik pada Aris, suaranya ia kecilkan agar Allisya tidak mendengarnya. Aris masih heran, khawatir? Ia masih baik-baik saja. Lalu kenapa Allisya sampai cemas begini? "Sya, mau jalan-jalan gak?" Allisya mengangguk, sangat mau asalkan Aris selalu ada dan masih baik-baik saja untuknya. "Yah, aku sama-" belum selesai Aris ingin mengucapkan berpamitan pada Andre, ayahnya itu mengangguk dan seperti faham. Dalam hati Aris, memang ini yang di suruh tadi. Allisya senang, meluangkan waktunya dengan Aris adalah keinginannya. Kekhawatirannya perlahan hilang. *** Aris mengajak Allisya ke mall, senyuman gadisnya itu tak bisa hilang sedetik pun. Aris bisa merasakan betapa bahagianya Allisya sekarang. Allisya pergi ke tempat yang menjual skincare. Aris menghela nafasnya, pasti akan lama mengenai wajah ceria dan mata Allisya yang berbinar menunjukkan cewek itu sangat menyukai kulitbaik (skincare) iya kan? Sampai satu jam, akhirnya Allisya selesai berbelanja dan itu membuat Aris bernafas lega merasa terbebas jalan kaki mondar-mandir tiada hentinya, entahlah kaki Allisya sangat kuat. Di mobil, Allisya melihat-lihat barang belanjaan-nya dengan wajah sangat bahagia, selain bisa membeli apa saja juga Aris membayar itu semua. "Kamu gak capek?" Aris menoleh menatap Allisya, bahkan gadisnya itu sama sekali tak mengeluh meskipun naik-turun eskalator. Allisya menggeleng, tatapannya sama sekali enggan beralih dari skincare terbaru yang rilis dan sesuai incaran-nya. "Gak kok, lagian juga baru satu jam kan? Aku masih pingin sih naik ke lantai lima tadi kata mbak cantiknya ada diskon gede. Ah, tapi udah sore aja," Allisya cemberut, bukan memikirkan Aris melainkan berbelanja bikin ia lupa dengan kekasihnya itu sekaligus tidak mengingat mimpi buruk yang terjadi kemarin malam. Aris tersenyum, raut khawatir Allisya tadi sekarang menjadi bahagia. Aris ikut senang merasakannya, entah apa yang di alami oleh gadisnya itu pasti tidak jauh dari memikirkan dirinya. "Kamu kalau ada masalah telepon aja. Aku siap kok kabarin kamu kapanpun," ucap Aris sangat tulus. Allisya sontak menatapnya heran. Tangan Aris merapikan rambut Allisya yang sedikit menutupi sebagian wajah gadisnya itu, melihat cantiknya Allisya saja membuat hati Aris merasa tenang selama gadis gadis itu berada di dekatnya. "Beneran kak?" mata Allisya berbinar, berarti Aris sangat mencintainya juga. Setelah Aris mengangguk, Allisya memeluk Aris. Namun air matanya keluar begitu saja, Allisya menangis sesenggukan mengingat mimpi itu lagi. Tapi setelah Aris mengatakan itu, suasana hatinya jauh lebih tenang seolah-olah Aris akan menjaganya dari jauh. Aris bingung mengapa Allisya menangis. "Sstt kamu jangan nangis, bidadariku gak boleh sedih nanti mahkotanya jatuh. Masa aku yang pasangin hm?" Allisya menangis sesenggukan. Betapa beruntungnya ia di cintai laki-laki seperti Aris yang memperlakukannya sangat istimewa. Allisya juga tak menyangka bisa mengenal Aris yang lebih baik daripada Daniel terlalu menyakiti hatinya bahkan di bandingkan dengan Luna sekalipun itu membuat Allisya sakit hati. "Jangan nangis lagi ya?" Aris mengapus air mata Allisya, hatinya merasa bersalah jika melihat gadisnya bersedih seperti itu. Allisya mengangguk. Ia menatap lama Aris ingin mengabadikan wajah itu dalam memori dan hatinya agar bisa di ingat setiap waktu. "Kak Aris, makasih ya udah buat aku bahagia?" "Aku janji akan selalu bahagian kamu. Tapi inget, jangan nangis apapun keadaannya karena aku hanya ingin melihat senyuman kamu," ujar Aris sangat manis, bahkan seperti gombalan sampai membuat Allisya tersenyum malu-malu dengan kedua pipinya yang merona. Gadisnya itu mudah salah tingkah. "Ayo kak sekarang kita pulang. Udah sore nih, nanti mamaku ngomel lagi." "Ok my princess." *** Saat sampai di rumah, Selena dan Allister dibuat heran dengan Allisya yang sedari tadi semyumnya tak pudar. Tapi terlihat semakin cantik apalagi anak semata wayangnya itu memoles wajahnya dengan bedak dan lipgloss pink. Selena duduk di sebelah Allisya, saat ini kalau setiap malam selalu ada kumpul keluarga terutama di ruang tengah yang ada TV dan kulkas agar pas makan camilan menambah paket komplit. "Pasti habis beli sama Aris? Apa tuh?" Selena penasaran, ia tak sempat mengintip isi belanjaan yang di bawa Allisya karena anaknya itu langsung masuk kamar dan mengunci pintunya, memang tak mau berbagi sedikit dan pelit pikir Selena. "Mama kepo aja," jawab Allisya datar, pasti ujung-ujungnya akan meminta satu tapi nambah lagi, begitulah mamanya. "Ayah jadi gak sia-sia jodohin kamu sama Aris. Kalian berdua udah cocok, pasti siap buat nikah." Mendengar kata nikah saja membuat Allisya mati kutu. Lalu bagaimana dengan kuliahnya? Ah kedua orang tuanya memang menuntutnya untuk menikah secepatnya dalam waktu dekat padahal dirinya saja belum siap. "Tapi kan-" ucapan Allisya tersela saat Allister sudah menyebutkan tanggalnya dan itu bulan depan! Habislah dirinya sekarang. Allisya menjadi lesu tak bersemangat. "Ayah! Aku gak siap!" bantahnya tak mau tau. Lihatlah wajah ayahnya sekarang tersenyum senang, pasti suka kalau dirinya dan Aris cepat punya anak dan mereka meminta seorang cucu! "Kamu tetap kuliah tapi sampai bulan depan aja ya? Tergantung kalau Aris mengizinkan kamu lanjut kuliah," dengan santainya Allister mengatakan itu, karena idenya ini sudah di pikirkan secara matang dan jauh dari hari sebelumnya dengan Selena. Allisya hanya pasrah saja, lagipula ia akan menikah dengan Aris. Sosok laki-laki yang sangat di cintainya bukan Daniel. Mengingat cowok itu sekarang tidak ada kabarnya, bahkan katanya Daniel satu kampus dengan Aris pun Allisya tak pernah melihatnya sama sekali. Ah kenapa jadi memikirkan Daniel? Allisya menggeleng segera mengenyahkan Daniel dari benaknya. Selena yang melihat Allisya geleng kepala pun heran. "Kenapa? Kamu pusing? Ya udah istirahat yang cukup," Selena tidak peka, Allisya cemberut dibuatnya. "Bukan ma," rengeknya kesal. "Aku gak pusing tapi laper," Allisya berkilah, kalau sudah menyangkut hal makan mamanya akan percaya dengan mudahnya. Selena mengangguk. "Yuk makan malam. Kamu makan aja sambel terasi yang mama buat, tapi tenang aja gak terlalu pedes cuman 2 cabe kok." Langkah Allisya sangat gesit kalau ada sambel. Mamanya memang terbaik, kapan lagi bisa makan sambel tanpa di marahi? Allister menggeleng melihat Allisya sangat senang. "Tapi jangan sering bikin sambel buat Allisya," Allister hanya khawatir anaknya itu jatuh sakit lagi. "Gak kok, cuma kadang-kadang aja." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN