"Sini, duduk?" samar-samar, Nindy bisa mendengar suara serak lelaki itu.
"Baiklah Nindy, sekarang atau tidak sama sekali. Kau harus bertindak atau kau akan selamanya menyandang predikat sebagai perawan tua sampai mati," ucap gerutu Gadis itu dalam hati yang seolah mencoba memantapkan hatinya untuk mengikuti apa yang lelaki itu katakan.
"Tapi nanti bagaimana? akh sudahlah. Sekarang saatnya. Aku yakin pasti aku bisa melakukannya. Aku sudah mempersiapkan diri, aku juga sudah membuat rencana, Aku sudah melangkah sejauh ini. Terlebih lagi aku sudah menemukan lelaki yang tepat. Dia sudah berada dekat denganku bahkan sangat dekat. Aku hanya perlu mengambil langkah terakhir. Keputusanku sudah bulat," ucap gadis itu lagi dalam hati yang berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Langsung saja, aku tidak mau bertele-tele. Aku ingin membelimu selama satu minggu. Kau bersedia?" ucap Gadis itu kemudian dan detik itu pula Nindy merasa waktu langsung berhenti seketika di detik itu juga saat Nindy mengajukan tawaran paling gila sedunia. Bahkan mungkin tidak ada wanita lain yang akan melakukan apa yang ingin dia lakukan tersebut.
Nindy menatap lekat mata lelaki itu yang masih membalas tatapannya tanpa berkedip, bibirnya yang sensual melekat di pinggir gelas minuman yang ada di salah satu tangannya.
"Aku harap dia benar-benar sadar jika aku sudah putus asa untuk segera melepaskan kutukan yang sepertinya sudah mendarah daging dalam diriku. Aku sebegitu putus asanya hingga memutuskan untuk membeli seorang gigolo menjadi kekasihku selama satu minggu," ucap Nindy saat itu dengan gerutunya di dalam hati. Akan tetapi sepertinya lelaki itu tidak menanggapi ucapan yang Nindy katakan padanya.
"Kenapa dia masih diam saja? Apakah menurutnya gadis sepertiku sangat tabu mengatakan hal-hal demikian?" ucap Nindy lagi dalam hati.
"Aku serius. Tentu saja aku akan membayar dengan harga yang pantas. Sebutkan saja berapa hargamu?" ucap gadis itu lagi. Nindy mencerna setiap kalimat yang sudah ia ucapkan pada lelaki itu. Ia bahkan tidak percaya bahwa ia benar-benar mengatakannya.
"Oh Tuhan! aku benar-benar bicara bahwa aku akan membelinya?" ucap gerutu gadis itu lagi dalam hati.
Nindy saat itu juga merasa jika bukan hanya dirinya sendiri yang sulit percaya dengan apa yang baru saja ia ucapkan, bahkan saat gadis itu menatap lelaki yang ada di sampingnya sepertinya lelaki itu malah lebih parah dari apa yang Nindy rasakan. Ia melihat lelaki itu yang nyaris tersedak karena minumannya sendiri sebelum lelaki itu buru-buru meletakkan minuman itu kembali.
Wajahnya dipenuhi ketidakpercayaan yang bisa Nindy lihat dari jarak yang begitu dekat sehingga gadis itu merasa khawatir jika ia sudah melakukan kesalahan besar namun ia tidak bisa mundur lagi.
"Kenapa dia tampak begitu terkejut, apakah aku salah bicara? apa aku bersikap terlalu terus terang? mungkin bukan begitu cara bertransaksi yang benar dengan lelaki ini. Mungkin aku terlalu terburu-buru dan kesannya tidak sopan dalam mengutarakan maksudku hingga membuat perasaannya menjadi tidak nyaman. Atau bisa jadi dia tidak percaya dengan tampangku bahwa gadis sepertiku bermaksud membelinya," ucap gerutu gadis itu dalam hati.
"Mana mungkin dia akan percaya dengan apa yang baru saja aku katakan. Aku sendiri saja tidak percaya dengan diriku sendiri, aku datang ke tempat ini dengan dandanan yang ala kadarnya bahkan tampak sangat sederhana. Wajahku nyaris polos tanpa riasan. Jangankan mengenakan gaun ketat minim yang seksi seperti wanita-wanita yang sebelum-sebelumnya pernah bersama dengan lelaki ini. Gaun biru tua tanpa lengan tanpa kerah dengan bagian bawah hampir selutut benar-benar pilihan yang tidak cocok aku kenakan malam ini. Jadi pantas saja bila lelaki itu mengira bahwa aku sudah salah mengutarakan keinginanku kepadanya dan ia pasti merasa jika ia sudah salah mendengar. Nyatanya aku harus menghapus kesalahpahaman itu segera. Aku tidak bisa dia terus merasa jika aku tidak cocok berada di tempat seperti ini," ucap gerutu Nindy saat itu dalam hati.
Semakin ia berusaha untuk meyakinkan lelaki itu dengan niatnya, Nindy merasakan rasa gugup yang semakin menggeliat di dalam tubuhnya, bahkan Gadis itu sesekali menggerakkan kakinya dengan jemari tangan yang mengerat satu sama lain. Nindy mungkin juga mengira jika lelaki itu menyadari kegugupannya.
"Haruskah aku mempraktekkan apa yang Naura katakan padaku kemarin? jika aku harus menunjukkan aura percaya diri sekaligus menggoda pada lelaki incaranku. Karena kebanyakan lelaki menyukai gadis yang selalu tahu apa yang diinginkannya," ucap Nindy saat itu dalam hati dimana ia teringat akan kata-kata teman satu kantornya yang bernama Naura. Gadis itu terkenal selalu bisa menaklukkan lelaki yang ia inginkan di kantor.
"Ehemz, Kenapa Kau tampak begitu terkejut sekali? maksudku kau pastinya tahu apa yang aku inginkan darimu. Aku yakin kita akan bersenang-senang selama beberapa hari kedepan." Ucap gerutu Nindy saat itu yang sudah berusaha untuk meyakinkan lelaki di sampingnya agar mengerti maksud apa yang ia katakan tadi.
Lelaki itu masih menatap lekat ke arah Nindy berada. Bahkan saat itu dengan kening berkerutnya dan ia seolah menilai. Tapi masih tetap membisu.
"Apakah dia masih tidak mengerti? tidak bisakah dia mengucapkan sesuatu? Aku ingin dia mengatakan sepatah kata saja agar bisa mengurangi sedikit gugupku. Aku pikir mereka adalah lelaki yang paling mudah untuk didapatkan. Mereka seharusnya adalah lelaki yang paling mudah diajak bicara, apalagi bernegosiasi, diajak berkencan bahkan tidur bersama, tanpa ikatan yang mengikat dan juga mudah diputuskan begitu saja. Bisa dibilang mereka itu menjual, dan aku menggunakan jasanya. Lalu apa yang salah? apa yang satu ini memilih dengan siapa ia harus berkencan? Apakah aku bukan salah satu kriterianya?" ucap Gadis itu lagi yang bertanya-tanya dalam hati.