"Apakah aku harus memanggilmu, nyonya?" ucap tanya lelaki itu kemudian.
"Oh tidak!" Nindy kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Kau tidak perlu melakukan itu," sahut Gadis itu lagi.
"Uh... sayang sekali," dengus lirih lelaki itu yang bisa didengarkan oleh Nindy. Gadis itu manatap ke arah Arga berada sebelum mengembalikan tatapannya ke titik samping wajah lelaki itu di mana Nindy tidak akan kuat menahan tatapan mata lelaki itu yang menatap lekat ke arahnya.
"Lalu?" ucap tanya lelaki itu kemudian.
"Yang kedua, tidak boleh ada perasaan pribadi yang terlibat antara kita." Balas Gadis itu kemudian.
"Maksud kamu seperti kau jatuh cinta padaku? atau Aku jatuh cinta padamu?" balas lelaki itu yang ingin memastikan.
"Ya, bisa dibilang sejenis itu," jawab Nindy pelan dan samar.
"Hemz... jadi kita hanya akan melakukan hubungan seks, olahraga tubuh dalam keadaan telanjang?" ucap lelaki itu lagi yang seolah ingin memastikan. Dan ucapan itu tidak bisa tidak membuat Nindy harus membayangkan ketika keduanya melakukan olahraga seperti yang baru saja Arga sebutkan. Telanjang dan polos.
"Tubuh putih hampir kecoklatan yang besar berada di atas tubuhku sementara aku mengerang di bawahnya. Persis seperti di film-film yang pernah aku lihat. Lelaki dan perempuan. Yang satu keras dan yang satu lainnya lembut. Aku dan dia menyatu..." ucap dalam hati Nindy saat itu yang tengah membayangkan hingga ia merasakan bulukudunya merinding seketika.
Nindy merasa pendingin ruangan di tempat itu sudah rusak. Atau lautan manusia yang sudah mengambil alih suhu ruangan tersebut. Apalagi pengaruh kata-kata lelaki itu serta bayangan yang tercipta di benak Nindy memperburuk segalanya.
"Wooow... Kau wanita dingin. Tidak heran kau masih..." ucap Arga saat itu yang tertahan seolah ia telah meledek Nindy di sana.
"Hya!" Nindy segera menyetop ucapan Arga saat itu ia berusaha mengingatkan lelaki itu agar tidak melanjutkan kata-katanya dengan menaikkan salah satu jari telunjuk sebagai peringatan. Di mana menyebut kata itu sungguh tabu baginya.
Lelaki itu seketika mengangkat tangannya dan melemparkannya ke atas.
"Oke, jadi ini yang akan kita lakukan. Kau akan mengijinkan aku menunggangimu dan mungkin juga kau akan menunggangiku, hanya saja tidak boleh ada pelukan ciuman dan murni hanya seks saja?" ucap tanya lelaki itu kemudian pada Nindy seolah benar-benar sudah berulang kali meledek gadis itu.
"Menunggangi? memang kuda perlu di tunggangi? dasar lelaki tidak bermoral. Tapi murni seks?" ucap gerutu Nindy saat itu dalam hati ia benar-benar merasa ia tidak ingin melanjutkan perdebatan tersebut dengan lelaki itu.
"Aku tidak bilang tanpa ciuman, pelukan dan lain-lain bukan?" ucap gadis itu kemudian dengan jawabannya.
"Baiklah Nindy," ucap lelaki itu kemudian dengan jawabannya namun Nindy merasa jika suara lelaki itu terkesan begitu menggelikan.
"Oh... oke. Jadi kita akan berhubungan seks. Kita boleh berciuman, saling memeluk, mendekat hanya saja tidak boleh ada hati yang terlibat, Apakah seperti itu?" ucap lelaki itu lagi.
"Hemz... iya," sahut Nindy yang tampak seperti bergumam pelan. Nindy merasa jika bayangan yang sempat ia bayangkan sebelumnya semakin mengganggu. Kini Nindy bahkan tidak bisa menyingkirkannya. Gadis itu mulai membayangkan bagaimana rasanya bila diberikan banyak ciuman oleh bibir lelaki seksi tersebut. Atau dipeluk oleh lengan kekar itu, atau bahkan ditunggangi olehnya.
"Dan yang ketiga?" ucap tanya lelaki itu kemudian.
"Jangan bertanya tentang kehidupan pribadiku. Aku juga akan melakukan hal yang sama padamu." Ucap gadis itu kemudian yang menyahut dengan cepat.
"Ada lagi?" ucap lelaki itu yang tampak sudah tidak sabar. Terlihat Nindy memikirkannya sejenak.
"Untuk sementara itu saja. Kita akan melakukan perjanjian tertulis nantinya." balas gadis itu kemudian dengan jawabannya.
"Wow... kamu bilang perjanjian seks? itu sungguh mengesankan Nindy. Aku baru mengalaminya sepanjang perjalanan karirku yang gemilang ini. Mungkin juga sepanjang hidup." Ucap lelaki itu kemudian dengan jawabannya. Dan Gadis itu langsung merasa begitu penasaran ia tidak bisa menahan keingintahuannya karena kata-kata yang lelaki itu katakan barusan.
"Memangnya berapa lama kau bekerja seperti ini? sudah berapa lama? maksudku..." ucap tanya Nindy saat itu yang tertahan. Gadis itu tampak menggerak-gerakan tangannya tanpa tujuan berharap lelaki itu mengerti tanpa harus menunggu Nindy menyebutkan kata "gigolo" pada lelaki itu.
"Peraturan nomor 3, kau tidak mengingatnya Nindy?" ucap tanya lelaki itu kemudian yang lalu bergerak maju ke arah Nindy berada dan reflek Gadis itu pun melangkah mundur seiring seirama dengan gerakan maju yang lelaki itu lakukan.
"Kenapa aku malah menghindarinya? bukankah seharusnya aku menunggu saat-saat di mana ia mendekatkan tubuhnya ke arahku tapi reaksi tubuhku sulit untuk dicegah," ucap Gadis itu lagi dalam hati dan Nindy bisa melihat lelaki itu berjalan santai ke arahnya berada dengan senyum jahil dan tatapan mata berkilat penuh dengan semangat. Tubuh kokohnya menjulang tinggi dan mau tidak mau menimbulkan seperti rasa takut di hati kecil Nindy saat itu. Ada rasa gelenyar bergetar di hati gadis itu lalu langkah kaki Nindy terhenti kala punggungnya membentur sesuatu yang keras. Nindy menoleh ke arah belakangnya dan ia begitu kaget saat menyadari bahwa lelaki itu dengan lihainya sudah memepet tubuh Nindy ke dinding yang ada di sana. Ke salah satu area yang paling gelap.
Memalingkan wajah ke arah lelaki itu dan bersiap-siap akan mengomelinya tentang peraturan yang baru saja keduanya sepakati bersama serta mengingatkan lelaki itu akan siapa yang seharusnya berkuasa. Tapi semua kata-kata Nindy lenyap seketika saat Nindy mendapati wajah lelaki itu berada begitu dekat dengan wajahnya dan kedua lengan tangan kekar lelaki itu sudah mengurung tubuh Nindy di sana tepat di kedua sisinya.
"Kau mau lari ke mana? dari tadi sepertinya kau terus mundur saat aku mendekat ke arahmu," bisik lelaki itu dengan wajah yang begitu dekat dan hanya tinggal beberapa inci dari wajahnya. Nindy hanya bisa tertegun tergagap di sana dan seolah ia kehilangan kontrol suara. Keadaan lelaki itu begitu mengganggunya. Nindy mulai meragukan keputusannya yang sudah terburu-buru membeli lelaki itu. Ia sangat khawatir jika jantungnya tidak sanggup menghadapi dentumannya sendiri dan ia akan mati sebelum sempat menanggalkan status jomblo akut serta perawan tua yang sudah mendarah daging sampai detik itu.
"Aku... hei ingatlah aku adalah," ucap Nindy saat itu yang tertahan karena Arga sudah langsung menyahut ucapan Gadis itu di sana.
"Ya, ya, kau adalah majikanku!" ucap lelaki itu kemudian yang langsung menjawabnya. Terdengar bosan. Nindy bisa melihat lelaki itu telah memiringkan wajahnya namun dengan tatapan lekat menatap ke arah Nindy beberapa saat. Dan sedetik kemudian Nindy melihat bibir lelaki itu yang menukik turun seketika untuk mencium salah satu sisi jenjang leher Nindy yang jenjang terbuka.
Gerakan bibirnya pelan dan menggoda.