"Lepasss...! Lepaskan akuuu...! Emakkk... Emakkk... Tolong Ipah, Makkk... Tolonggg...!" teriak Saripah seperti orang tak waras, saat dua orang petugas intel yang dikirim oleh Kasat Reskrim Irfan Taufiq Azhari berusaha meminta keterangan darinya.
"Ini Emak, Sayang. Emak ada di sini sama Ipah. Tenang dulu, Nakkk... Tenanggg..." histeris Mak Rapeah tak dapat membendung air matanya.
Tubuhnya lemas mendapati kenyataan, jika sang putri semata wayangnya kini sudah seperti seorang perempuan tak waras yang berteriak ketakutan terus menerus.
Dunia ibu dua anak itu seolah runtuh seketika, dan tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya selain mencoba pasrah dengan menenangkan Saripah dari jeritan-jeritannya.
"Maaf, Bu. Biar saya saja yang tangani," ujar seorang dokter yang berdiri di belakang Mak Rapeah.
"Tapi, dok--"
"Ssttt... Ibu tenang aja ya? Saya hanya berusaha menjalankan prosedur, terlebih ketika pasien dalam keadaan seperti ini," jelas sang dokter yang ternyata memang sudah harus menyuntikkan obat penenang sesuai dosis pada Saripah yang semakin menggila di atas brangkar besinya.
Alhasil saat Mak Rapeah menyingkir ke belakang, dua orang mantri dari ruang perawatan kejiwaan membantu sang dokter untuk memegangi tubuh Saripah yang terus saja meronta dan memberontak.
Tak sampai dua menit setelah obat penenang disuntikkan ke dalam tubuh, kini Saripah tak lagi memberontak dan pelan tapi pasti kelopak mata korban tindakan asusila itu mulai meredup.
Sayangnya sang ibu tak kuasa menahan haru kala melihat kenyataan jika sang putrinya baru akan tenang dengan cara seperti itu, sehingga kini Jenny pun turun tangan untuk menenangkan ibu mertuanya.
"Mak, sabar. Jangan kayak gini, Mak. Kita harus kuat demi kesembuhan Ipah," bisiknya seraya memeluk erat tubuh kecil Mak Rapeah.
"Jadi bagaimana kami meminta keterangan dari pasien jika kondisi kejiwaannya seperti ini, Dok?" suara salah satu dari anggota intel polisi dari arah punggung belakang dokter.
"Saya bersedia memberi keterangan, Pak Polisi. Ini sudah jelas terjadi tindak pemerkosaan pada korban, karena kondisi kejiwaannya tiba-tiba menjadi seperti saat ini," sahut dokter jaga di Unit Gawat Darurat itu, "Hanya saja hasil visum baru bisa keluar besok pagi, karena ini sudah sangat larut malam sekali, Pak. Jadi jika memang di kantor polisi tersangka sudah ditangkap? Bapak tinggal jebloskan saja dia ke dalam sel, sebelum kita mendapatkan keterangan detail dari hasil visum dan juga keterangan dari korban sendiri. Benar begitu, kan?" tambah sang dokter memberi saran.
"Memangnya Dokter nggak bisa mengeluarkan hasil visum itu sekarang, Dok?" tanya Jenny yang memang sangat penasaran dengan kelanjutan kejadian naas malam itu.
"Masalahnya saya ini hanya seorang magang dan malam ini saya bertugas jaga di UGD. Melakukan Visum et Repertum pada seseorang yang terkena kasus seperti ini, mungkin akan dilakukan oleh dokter yang memiliki pengalaman lebih dari saya dan tadi juga kami sudah menghubungi Dokter Teguh Wiyono, untuk bisa segera datang kemari dan melakukan tugas ini," jelas sang dokter menatap semua yang ada di depannya, "Jadi kita tunggu saja beliau tiba di sini, dan biasanya hasilnya akan keluar besok pagi atau siang. Begitu, Bu," tambahnya menjelaskan.
Beberapa orang tersebut pun hanya bisa menganggukkan kepala dan keluar dari Unit Gawat Darurat setelahnya, amun Mak Rapeah berkeras tidak mau melakukannya.
Ia sama sekali tak mau beranjak dari brangkar besi sang putri, karena memang tak sanggup meninggalkan Saripah yang kini sudah tertidur sendirian.
"Mak, duduk dulu. Ini kursinya," sahut Jenny menyodorkan sebuah kursi plastik pada ibu mertuanya.
Mak Rapeah pun menuruti perkataan Jenny, lalu duduk dengan telapak tangan yang tak mau melepaskan kesepuluh jari Saripah.
"Apa salah Emak, Jen? Apa selama ini Emak kurang bersyukur sampai Allah kasih Emak cobaan kayak begini? Kenapa Allah benci sama Emak, Jennn..." tangis Mak Rapeah, pun ikut meleleh bersama kata-katanya itu.
"Subhanallahhh... Istighfar, Mak. Emak nggak boleh ngomong kayak gitu. Ini cobaan buat keluarga kita. Istighfar, Makkk..." sahut Jenny, ikut menitikan air matanya juga.
"Tapi Emak selalu aja kayak begini dari dulu, Jen. Bapaknya Ipah sama Jimmy meninggal karena dibacok orang, Jimmy ikut-ikutan jadi berandalan yang kerjanya malak sana sini, rumah Emak di pasar minggu digusur pemerintah makanya pindah ke rusunawa Topas, sekarang lagi ini si Ipah diperkosa oranggg..." lirih Mak Rapeah, semakin deras berlinang, "Besok-besok apalagi yang bakalan menimpa kita, Jen? Kenapa bukan Emak aja yang dikasih hukuman apa gitu kek, biar jangan anak-anak yang kena musibahnya. Emak mati cepet aja gitu kek, biar--"
"Makkk... Tolong jangan ngomong kayak begitu, Makkk..." sanggah Jenny memeluk sang mertua, "Ingat sama kebaikan Allah yang lain, Mak. Jenny akan ada terus di samping Emak untuk sama-sama menguatkan, Mak. Kita lewati semua sama-sama ya, Mak? Kita buat Saripah kembali ceria kayak kemarin lagi kalau dia sudah agak baikan. Mau 'kan, Mak?" tambahnya membujuk.
Jenny yang awalnya berusaha kuat, pun sedikit larut dalam kesedihan. Tentu saja karena tiba-tiba saja ia membayangkan bila berada di posisi Saripah.
Sedangkan dari dalam sel Polres Depok, Denis Prasetyo baru saja selesai berteriak, memanggil siapa saja untuk datang menemuinya.
"Diam! Elu mau apa sebenarnya, hah? Lu kira gue udah pergi dari sini, makanya lu mulai mau main otak biar bisa bayar polisi-polisi di sini?!" teriak Jimmy Waluyo tak mau kalah, meski Irfan Taufiq Azhari sudah mencegahnya yang hampir maju mendekati sel tersebut.
"Gue nggak akan ngelakuin hal memalukan macam itu! Gue akan tetap pada pendirian gue di awal!" tegas Denis dari balik jeruji besi, "Gue tau apa yang gue buat itu salah! Tapi demi bisa dapetin Saripah dari laki-laki yang banyak ngedeketin dia? Gue nggak akan menyesal sudah memperkosa di--"
"BRENGSEKKK...! Gue bunuh juga lo, Bajingannn...! Apa lo bilang barusan, hah?! Arghhh--"
"Jimmy stop!" dan Irfan pun dengan sigap menguatkan pelukannya.
"Gue akan bertanggung jawab atas diri Saripah, Bang Jimmy yang terhormat! Gue terpaksa ngelakuin ini semua, karena Saripah lebih memilih sopir Grab yang biasanya antar jemput dia kerja tiap hari!" tegas Denis dengan jarinya yang menggenggam erat jeruji besi di hadapannya, "Maka itu gue mohon jangan perlakukan gue kayak begini, karena ini sebenarnya nggak ada guna, Bang Jimmy! Gue akan turuti semua mau lo demi membuktikan seberapa besar rasa cinta gue ke Saripah, asal lo percaya sama gue!"
"Cuih!"
Sayangnya dengan cepat Jimmy meludahi wajah Denis Prasetyo, dan tertawa seperti orang kerasukan setan di sana.
"Jangan mimpi, manusia gila! Gue bakalan buat lu membusuk di dalam penjara mulai detik ini juga! Gue nggak akan rela Saripah punya Suami b******n kayak elu, jadi kubur mimpi gila lu itu dalam-dalam!"