1. Pujaan hati

3165 Kata
Namaku Marvin Kevin Archelaus, yang biasa selalu dipanggil Marvin atau Vin. Saat ini aku adalah pemilik perusahaan Archelaus dan juga rumah sakit milik papaku. Akulah pewaris tunggal Archelaus. Di usiaku yang ke 38 tahun tidak pernah sekalipun aku gagal dalam menangani segala hal. Contohnya bisnis dan para pasien-pasienku. Tetapi satukan hal yang membuat aku gagal. Yaitu membahagiakan kedua orang tuaku. Terutama Mama, adalah seseorang yang berusaha untuk mempertahankan aku. Ketika nyawanya lah sebagai taruhannya. Aku berniat untuk membahagiakan dirinya tapi sampai saat ini keinginannya tidak satupun aku lakukan. Karena permintaanya terlalu sulit aku lakukan, andai saja Mama meminta aku memberikan ia hadiah atau hal lain mungkin aku akan dengan senang hati memberikan semua yang ia minta. Tapi nyatanya, permintaanya jauh dari yang aku harapkan. Kalian tahu apa yang diinginkan oleh Mamaku. Biar aku beritahu, Mama menginginkan aku segala menikah dan memberikan ia seorang cucu seperti yang ia harapkan selama ini. Tapi Sayangnya. Permintaanya itu tidak dapat aku lakukan, karena aku trauma. Trauma jika nantinya aku kembali dihancurkan seperti yang sudah-sudah. Kalian tahu apa yang aku takutkan? Aku takut untuk memiliki sebuah hubungan dengan seorang gadis. Karena aku tidak mau kembali di sakiti untuk yang kedua kalinya. Aku berusaha untuk melupakan masa laluku, tapi sayangnya itu tidak semudah yang aku pikirkan. Melupakan tidak semudah untuk mencintai dan itulah yang paling aku takutkan. Aku pernah gagal menikah pada saat itu, ya. 10 tahun yang lalu aku hampir saja mengabulkan keinginan Mama. Tapi, keinginan Mama pada akhirnya Aku hancurkan. Karena aku sendiri yang membatalkan pernikahanku waktu itu. Karena bagiku, menikah di atas sebuah kebohongan justru akan melukai hatiku. Begitupun cinta, jika kedua insan tidak saling mencintai hal yang akan terjadi adalah kegagalan dan aku takut akan hal itu. Berulang kali Mama dan papa memaksa diriku untuk kembali membuka hatiku, tapi berulang kali pura aku menolak permintaan mereka. Alasan yang aku berikan selalu sama setiap hari bahkan setiap tahun. Aku takut, aku takut kembali dikhianati, dibohongi dan diabaikan. Ketiga hal itu sangat ingin aku jauhi karena dulu aku pernah merasakan ketiga hal itu. "Marvin. Boleh Mama masuk sayang?" Pertanyaan seorang wanita paru baya membuat bayangan masa lalu Marvin buyar seketika. Marvin tersenyum kecil saat melihat sosok sang Mama tercinta yang tidak lain adalah Rosalind. Wanita paru baya itu seperti seorang anak gadis saja yang harus meminta izin saat memasuki kediaman putranya sendiri. Sekilas Marvin terkekeh geli saat melihat kepala mungil Rosalind telah menempel sepenuhnya di daun pintu. "Tentu saja boleh mah. bukankah Marvin sudah pernah bilang jika Mama boleh masuk kapanpun yang Mama mau, tidak perlu meminta izin seperti ini," Kata Marvin membuat Rosalind tersenyum kecil sambil melangkah memasuki ruang kerja Marvin. "Tetap saja Mama harus meminta izin. Soalnya Mama gak mau menganggu privasi mu." Jelas Rosalind yang telah duduk di sofa single sambil menatap wajah tampan Marvin. Jujur, Rosalind merasa sedih saat ia mengingat kegagalan Marvin dihari pernikahannya sendiri. Tetapi, Rosalind juga sangat bersyukur karena pernikahan tanpa cinta ini pada akhirnya berakhir gagal. Setidaknya dengan begitu. Marvin, putra semata wayangnya tidak akan bersedih. "Mah. Marvin gak memiliki privasi apapun, bagi Marvin. Mama adalah hal yang paling berharga di atas segala-galanya. Jadi, kapanpun Mama ingin bertemu Marvin Mama bebas menemui Marvin. Tidak harus meminta izin seperti ini," Kata Marvin yang tengah melangkah ke arah Rosalind. Marvin berlutut dihadapan Rosalind tidak lupa Marvin mencium Kedua tangan mungil Rosalind. Membuat Rosalind tersenyum haru. "Sayang. Mama bahagia sekali karena memiliki dirimu di dalam hidup Mama. Tanpa kamu mama tidak akan pernah sekuat ini," Rosalind mengusap wajah tampan Marvin. Di usia Marvin yang ke 38 tahun tidak membuat ketampanan Marvin memudar. Justru usia tidak menjamin apapun, sebab Marvin sangatlah tampan Dimata para gadis. Mungkin jika dilihat-lihat wajah Marvin seperti usia dibawah 30 tahun. Ya, Marvin tetap saja terlihat muda tidak ada kerutan di wajah tampannya itu. "Begitu Marvin. Tanpa mama dan papa, Marvin tidak akan pernah bisa sampai seperti ini," Balas Marvin membuat Rosalind tersenyum kecil sambil memeluk Marvin penuh rasa sayang. "Ternyata kalian disini? Sudah kuduga," Sebuah suara membuat Rosalind dan Marvin melepaskan pelukan mereka. "Alex?" "Papa?!!! "Ada apa? Kalian tidak bahagia melihat kepulanganku?' selidik seorang pria paru baya yang tidak lain adalah Alex dengan senyuman tipis diwajah tuanya itu. "Bukan begitu pah. Kami merasa kaget karena papa tidak terlebih dahulu memberitahu kepulangan papa. Kalau papa memberitahu kami tentu saja kami akan dengan senang hati menjemput papa," Ujar Marvin. "Yang dikatakan Marvin itu benar Sayang. Kenapa kau tidak mengabarkan kami terlebih dahulu. Kau tahu aku sangat merindukan dirimu sejak seminggu yang lalu." Kata Rosalind dengan nada manja membuat Alex terkekeh kecil sambil menarik Rosalind kedalam pelukannya itu. "Akhirnya kau mengatakan hal ini juga," Kekeh Alex membuat Rosalind memukul pelan dada... bidang Alex. Membuat pria itu terkekeh geli sambil melirik Marvin yang sudah bangkit dari posisi berlututnya tadi.. "Bagaimana pekerjaanmu disini? Selama papa tidak ada dan juga apa kau menjaga Mamamu dengan baik?" Tanya Alex seakan tengah menyelidiki gerak gerik Marvin. "Tentu saja semuanya baik pah. Termaksud Mama selalu Marvin jaga dengan sangat baik, papa bisa mengecek sendiri apakah ada kekurangan pada Mama," Kata Marvin sambil tersenyum kecil dan kembali duduk di kursi kerjanya itu. Alex melepaskan pelukan Rosalind sambil mengecek seluruh tubuh Rosalind, membuat Marvin tersenyum geli. Lain dengan Rosalind yang semakin bersemu merah saat melihat perlakuan Alex yang terlalu berlebihan pada dirinya. Tapi jujur Rosalind sangat bahagia akan perhatian Alex pada dirinya. Sejak dulu hingga sekarang prioritas Alex hanya untuk dirinya dan Rosalind cukup bahagia akan hal ini. memiliki Alex adalah sesuatu yang sangat membahagiakan bagi dirinya, Rosalind masih mengingat bagaimana nasib cintanya dulu bersama Alex. Status dan materi dipertanyakan sehingga Rosalind terpaksa meninggalkan Alex, membuat Alex beranggapan bahwa Rosalind adalah seorang gadis murahan... Yang menginginkan uang dari para pria, dan Alex juga pernah beranggapan jika Rosalind telah berkhianat pada dirinya. Menimbulkan sebuah dendam yang pada akhirnya menghancurkan dirinya sendiri. Karena tanpa sadar Alex telah salah menilai Rosalind dikala itu. (BACA KISAH HUG ME JUST ONCE, TENTANG ALEX DAN ROSALIND) "Alex hentikan. Aku malu," Bisik Rosalind yang lebih memilih menundukkan kepalanya guna untuk menyembunyikan rona merah di wajah cantiknya itu. Meskipun usia Rosalind sudah tak lagi muda tetap saja kecantikan Rosalind masih ada. "Berhenti menganggu konsentrasiku Sayang. Aku ingin mengecek bahwa kau baik-baik saja selama aku tinggalkan. Lagian, aku tidak akan pernah percaya pada putra bodohku itu. Karena ia sempat membuat kau terluka walaupun hanya luka kecil tetap saja aku tidak suka," Kata Alex terdengar posesif ditelinga Rosalind. Membuat Rosalind memutar bola matanya dengan jengah akan tingkah super posesif Alex pada dirinya. Lain dengan Marvin yang hanya bisa mendengus sebal akan sikap Alex yang tidak bisa mempercayai dirinya. "Berhenti mengatai jika putramu ini bodoh pah. Huh. Sejauh ini Marvin tidak pernah gagal dalam hal apapun," Bela Marvin dengan mimik wajah kesal. "Oh iya. Kau merasa begitu yakin jika kamu tidak pernah gagal Vin?" Sinis Alex membuat Marvin mendengus malas sambil kembali sibuk dengan pekerjaan kantornya itu." Vin?" Alex memeluk pinggang ramping Rosalind berjalan mendekati putra semata wayangnya itu. Lain dengan Marvin yang mendengar panggilan Alex, pria itu langsung menatap ke arah sepasang suami istri yang juga tengah menatap dirinya serius. "Marvin tahu apa yang ingin papa katakan. Tapi jawaban Marvin akan tetap sama pah," Sebelum Alex mengatakan akan maksudnya. Nampaknya keinginan Alex sudah sangat dihafal oleh Marvin sejak 7 tahun yang lalu. Jadi tentu saja Marvin tidak akan bingung lagi saat menatap wajah kedua orangtuanya itu. "Sayang. Sampai kapan putra mama akan tetap seperti ini? Mama juga ingin melihat dirimu bahagia, apa sedikit saja kamu tidak mau menuruti keinginan kami. Meskipun itu terdengar sulit untukmu," Entah sejak kapan Rosalind telah berdiri dihadapannya. Mengusap puncak kepalanya membuat Marvin memejamkan kedua matanya. Merasakan setiap sentuhan Rosalind yang begitu menenangkan bagi dirinya. "Mah. Kebahagiaan Marvin hanya ada pada Papa dan Mama. Satu hal yang pasti Marvin tidak ingin kembali mengalami kegagalan seperti 10 tahun yang lalu. Apapun yang terjadi Marvin tidak akan pernah melupakan keinginan Mama dan juga papa, tetapi keadaan yang membuat Marvin Ingin melupakan semuanya. Melupakan impian Marvin dan juga impian kalian," Jelas Marvin membuat Rosalind menahan rasa sedihnya. Ia tidak pernah menyangka bahwa sebuah kegagalan sangatlah menyiksa bathin putranya itu. "Maafkan papa Vin. Andai saja papa tidak menjodohkan kamu dengan anak si brengsek... Itu mungkin keadaan ini tidak akan membuat kamu trauma. Maaf, karena semua ini kamu jadi menderita," Kata Alex yang menyadari akan kesalahannya itu. Meskipun Alex tidak pernah menyangka bahwa sebuah perjodohan akan berakhir seburuk ini. "Pah. Semua ini bukanlah kesalahan papa, mungkin ini adalah takdir Marvin sendiri. Awal yang bahagia tidak akan berakhir bahagia juga bukan, jadi Marvin menganggap bahwa sebuah kegagalan adalah pelajaran yang harus Marvin ingat untuk selamanya," Ujar Marvin, membuat Rosalind yang tidak tahan lagi langsung memeluk Marvin sampai terisak. "Hiks. Maafkan Mama sayang, maaf. Jika papa dan Mama lah yang membawa kamu kedalam masalah ini. Tolong ampuni kami," Rosalind semakin mendekap Marvin membuat Marvin tersenyum kecil pada sosok pria paru baya itu. "Bukan mama dan papa yang membuat Marvin bersedih. Apapun yang terjadi semua ini sudah diatur oleh sang maha kuasa, dan Marvin cukup menikmati semua yang telah terjadi. Karena dengan begitu, Marvin bisa tahu yang mana keluarga dan yang mana musuh. Bukan begitu pah?" Pertanyaan Marvin dibalas anggukan kepala dari Alex. "Tetapi dari semua hal ini. Bukan berarti kau akan melupakan masa depanmu itu Vin. Karena papa dan mama sangat berharap bahwa kau bisa kembali membuka hatimu untuk seorang gadis, apapun masa lalumu. Itu bukan akhir dari segalanya dan papa harap kau kembali membuka hatimu lagi. Mengingat usiamu sudah hampir kepala 4 dan kami mungkin sudah tidak akan lama lagi bisa hidup di dunia ini. Kau tahu kan. Hidup dan mati hanya tuhan yang tahu, dan sebelum itu terjadi papa dan mama ingin melihat kau bahagia. Jadi, bisakah putra keras kepala papa ini kembali membuka hatinya. Untuk seorang gadis, meskipun hal ini tidaklah mudah bagimu," Kata Alex membuat Marvin terdiam. Lain dengan Rosalind yang tengah berdiri di samping Marvin, Rosalind sangat berharap bahwa Marvin akan mengatakan ia. "Untuk sekarang Marvin belum bisa pah," Jawab Marvin membuat harapan Rosalind kembali memudar. "Sayang. Apa se...!! "Mama. Please, biarkan ini tetap seperti ini. Apapun yang mama inginkan pasti akan Marvin kabulkan, tapi untuk yang satu ini. Marvin minta maaf sebesar-besarnya pada Mama dan papa. Bahwa keputusan Marvin tetap pada pendirian Marvin," Ucap Marvin. Raut wajah Rosalind terlihat sekali ingin menangis, membuat Alex menarik Rosalind kedalam pelukannya. "Kamu sungguh keras kepala Vin. DIMANA JANJIMU ITU? DIMANA?" Teriak Alex murka saat melihat sang istri menangis karena ulah putranya sendiri. "Pah. Ma..!!! "KAU BENAR-BENAR I...!! Alex menghentikan niatnya ingin memarahi Marvin. Karena Rosalind terlebih dahulu melarang dirinya, jika saja tidak ada Rosalind entah apa yang akan Alex lakukan pada putra bodohnya itu. "Kita keluar," Ajak Alex yang langsung membawa Rosalind untuk keluar dari ruangan Marvin. Marvin mendesak frustrasi akan hal yang baru saja ia perbuat. Tanpa sadar Marvin telah membuat Rosalind menangis dan itu adalah dirinya sendiri. Ulah atas sikap keras kepalanya itu. Marvin memijat sisi kepalanya yang kembali berdenyut-denyut akan apa yang baru saja terjadi. "Maafkan Marvin mah. Maafkan Marvin," Bisik Marvin dengan nada lirih. ******* Perkenalkan namaku Fenia Marcello Anindito, saat ini usiaku telah memasuki 23 tahun. Aku adalah anak bungsu dari keluarga Anindito dan aku adalah kesayangan Daddy dan Mommy. Dulu saat usiaku 14 tahun aku mengira jika Daddy tidak menyayangi aku, tapi aku salah. Kasih sayang Daddy terhadapku itu berbeda. Daddy lebih suka menunjukkan kasih sayangnya lewat jarak jauh dari pada menunjukkan kasih sayangnya di hadapan publik. Dan itu membuat aku sangatlah bahagia, aku mengira aku di nomor duakan. Tapi nyatanya, Apapun yang aku pikirkan semua itu salah, Aku menjadi putri kesayangan Daddy. Bahkan, Daddy menepati janjinya untuk selalu menyayangi aku. Aku merasa sangat bahagia, di usiaku yang ke 23 tahun aku sudah memiliki 2 orang keponakan. Hehehe, biar aku ceritakan sedikit tentang kak Fenny. Kak Fenny adalah kakak sulungku, dia sudah menikah sejak 10 tahun yang lalu. Insiden yang tidak akan pernah aku lupakan sampai kapanpun, cinta membuat kak Fenny berada di dalam sebuah pilihan. Antara membahagiakan Daddy ataukah mengejar cintanya kembali. Jujur, aku merasa kagum akan cinta kak Stevan. Kalian harus tahu bahwa kak Stevan adalah pria yang sangat aku kagumi. Pria yang berjuang mati-matian untuk memiliki kakakku, tapi jalan untuk mengejar sebuah cinta tidak semudah yang kita kira. Sebuah cinta terhalang restu dari keluarga, tentu saja tidak ada yang bisa kita lakukan, hanya kesabaran yang mampu membuat cinta itu tetap kuat. (BACA KISAH Love Without Blessing tentang Stevan dan Fenny) Saat ini aku tengah melamar pekerjaan di sebuah perusahaan terbesar di kota Jerman. Aku sangat tahu bahwa perusahaan ini bukan hanya ada satu tapi lebih dari satu. Perusahaan ini memiliki cabang di berbagai kota. Sebenarnya Daddy memintaku untuk membantu dirinya mengurus perusahaan Anindito, tetapi aku menolaknya. Demi untuk bisa bekerja di perusahaan yang menjadi impianku sejak lama. Aku bahkan sengaja mengambil jurusan manajer hanya demi untuk bisa bekerja di perusahaan Archelaus. Dimana perusahaan ini adalah milik seorang pria yang melupakan cinta dari masa laluku. Ya. Jujur aku takut dan Gugup secara bersamaan. Aku takut ditolak sebelum berjuang. Aku berusaha untuk mengejar impianku sebagai seorang manajer hanya demi bisa dekat dengan pria yang sangat aku cintai itu. Bahkan aku rela, membuang semua impianku hanya demi dirinya. Dulu cita-citaku ingin menjadi seorang desainer tapi nyatanya aku membuang keinginanku demi bisa mendekati pujaan hatiku. Meskipun aku tahu, bahwa kehadiranku tidak pernah ia inginkan. Tetapi demi dirinya aku melawan semua ketakutanku. Aku merasa senang dan takut secara bersamaan, Daddy dan Mommy tentu saja mendukung diriku. Itulah yang membuat aku bisa sekuat ini, tapi ketika aku melihat wajah dinginnya hatiku tiba-tiba saja takut. Takut untuk mendekati dirinya. Tetapi, sebuah cinta tentu saja membutuhkan perjuangan. Maka dari itu, aku memberanikan diri untuk melamar pekerjaan di perusahan Archelaus. Awalnya aku ingin mengambil jurusan sekretaris tapi sayangnya. Aku harus membuang perasaan itu karena posisi sekretaris di perusahaan Archelaus sudah di isi oleh seorang wanita yang sangatlah cantik. Sebenarnya aku sedih tapi aku berusaha untuk tersenyum. Karena aku berpikir posisi sekretaris tidak berbeda jauh dengan posisi seorang manajer. Setidaknya aku bisa dekat dengan pria pujaan hatiku itu. Dan disinilah aku, saat ini aku menduduki posisi sebagai manajer keuangan, kebetulan sekali manajer lama telah dipindahkan ke cabang Archelaus di Rusia. Dan tentu saja itu adalah kesempatan baik untukku. Aku menatap jam di pengelangan tanganku. Ini adalah jam pemberian Daddy untukku, kalian tidak akan pernah menyangka jika jam tanganku ini berharga jutaan dollar. Luarnya saja simpel tapi harganya fantasi, aku sebenarnya tidak menginginkan barang-barang mahal. Tapi sepertinya Daddy dan Mommy telah mempersiapkan segalanya untukku. Ya, sebenarnya itu terlalu berlebihan tapi aku juga cukup bahagia akan hal itu. "Eh Princess Fenia sudah datang rupanya. Aku kira kamu belum datang, aku hampir saja ingin menjemputmu tadi," Goda seorang pria tampan dengan senyuman memukaunya. "Kak Roni kalau kayak gini pasti ada maunya. Betul kan?" Selidik Fenia dengan wajah lucunya, membuat pria yang di panggil Roni sampai terkekeh geli. "Dasar bocil. Tahu saja maksudku," Sinis Roni sambil mengacak gemas puncak kepala Fenia membuat gadis itu merenggut sebal. "Kak Roni bisa gak sih. Kalau gemes gak usah pakai acak-acak rambutku segala, kan jadi berantakan. Huh," Dengus Fenia sambil merapikan anak rambut yang terlihat berantakan disisi wajahnya. Melihat wajah cemberut Fenia membuat Roni terkekeh geli sambil bersandar di tembok yang menjadi pembatasan antara staf lainnya. Roni bekerja sebagai Direktur Personalia, ia adalah pria yang sangat ramah dan juga jail. Tapi kejahilan pria itu hanya pada Fenia, entah kenapa. Pertama kali melihat Fenia ada sesuatu yang membuat ia tertarik. Meskipun usianya sudah beranjak 35 tahun, entah kenapa kejahilan pria itu belum juga bisa dihilangkan. "Iya. Iya, maaf princess kan Abang tadi respek," Kekeh Roni membuat Fenia memutar bola matanya malas. "Sudah gih. Fenia sibuk, kak Roni berhenti gangguin Fenia sebelum Fenia marah," Kesal Fenia sambil fokus menghadap laptop di hadapannya itu. Bukannya pergi, Roni justru duduk disamping Fenia sambil merangkul pundak gadis itu. Membuat Fenia berusaha untuk melepaskan rangkulan Roni pada dirinya. "Kak. Berhenti deh, Fenia lagi sibuk benaran deh," Gerutu Fenia mau marah tapi gak tega. Sikap Fenia kan memang gitu. Gak bisa marah sama orang. "Huh. Fenia gak asik nih," Roni melepaskan rangkulannya sambil menatap fokus pada pekerjaan Fenia." Ini mau kakak bantu? Biar cepat selesai?" Tawar Roni dibalas gelengan kepala dari Fenia. "Gak usah deh. Fenia bisa sendiri kok. Fe...!!!! "AYO-AYO BERDIRI. PAK MARVIN SANG DIREKSI, SEBENTAR LAGI MASUK. BERIKAN HORMAT KALIAN," Teriak para staf sambil membungkuk hormat di ikuti oleh Fenia dan Roni. Semua staf menatap penuh terpesona akan ketampanan seorang Marvin, dengan balutan jas berwarna abu-abu yang semakin membuat ketampanan pria itu berkali-kali lipat dari biasanya. Bahkan Fenia menatap penuh rasa kagum dan rindu secara bersama. Jika seseorang menyadari tatapan Fenia, mereka pasti akan tahu jika Fenia menatap penuh cinta pada sosok Marvin Kevin Archelaus, pemilik perusahaan terbesar di Jerman. Roni menatap penuh tanda tanya saat melihat tatapan Fenia yang terlihat begitu memuja sosok Marvin. "Jangan bilang kamu jatuh cinta pada pak Marvin Kevin Archelaus? Oh ya ampun, aku harap itu tidaklah benar," Kata Roni. Membuat Fenia menoleh ke arah Roni. "Memangnya kenapa kak? Aku rasa gak ada yang salah jika aku jatuh cinta pada pak Marvin," Ujar Fenia tanpa basa basi lagi." Lagian Pak Marvin itu tampan, jelas saja Fenia suka," Kata Fenia lagi. "Tampan sih tampan. Tapi lihat wajahnya, dingin begitu. Masa ia kau menyukainya, jika dilihat-lihat masih aku yang lebih mempesona ketimbang pak Marvin. Ya, aku sadar. Pak Marvin itu punya segala-galanya tapi sikap dingin dan kakunya itu yang tidak enak dilihat bukan," Ucap Roni seakan tengah menilai sosok Marvin membuat Fenia menatap kesal pada pria itu. Karena secara tidak langsung ia tengah menjelek-jelekkan pujaan hatinya itu. "Mungkin bagi kakak gak enak dilihat tapi bagi Fenia. Dia sangat enak untuk dimiliki," Ujar Fenia tanpa rasa malu membuat Roni menatap penuh selidik pada sikap Fenia. Fenia kembali menoleh ke arah sosok Marvin yang tengah berdiri tidak jauh dari dirinya. "Pak Marvin. Selamat datang?" Sapa seorang wanita cantik dengan pakaian kekurangan bahan membuat Fenia menatap penuh rasa sakit. Saat menatap wanita itu yang nampak begitu dekat pada sosok Marvin. Tanpa sadar tatapan keduanya bertemu, karena sedari tadi Marvin memang tengah menelisik setiap sudut meja untuk melihat apakah para staf kantor mematuhi perintahnya atau tidak. Mengingat sudah 2 Minggu ia tidak berkunjung ke perusahaan ini, karena sibuk menjaga Rosalind. Yang sesekali kondisi tumbuhnya akan kembali drop. Saat kedua matanya menangkap sosok Fenia ada rasa kaget yang tidak dapat Marvin sembunyikan, juga ada rasa marah yang tiba-tiba saja hinggap dihatinya. Fenia yang menyadari akan tatapan Marvin segera membuang muka ke arah lain. Jujur, selama ini Fenia memang sengaja tidak menunjukkan dirinya di depan Marvin. Karena ia takut jika Marvin akan memecat dirinya. Bila Marvin sampai mengetahui bahwa dirinya bekerja di perusahaan pria itu. "Astaga. Bodoh sekali kau ini Fenia, kenapa kau harus lupa untuk bersembunyi. Bodoh," Maki Fenia pada dirinya sendiri, memang sejak bekerja disini Fenia kelap kali bersembunyi agar tidak diketahui oleh Marvin. Tapi hari ini ia lupa diri begitu saja. TBC, ****** Cerita ini akan author up lagi. Bila follow cerita ini sudah banyak ya. Sebelum itu mari mampir ke cerita author lainnya dulu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN