Penyebab Keributan

1317 Kata
Di kelasnya, Belva diminta untuk menjadi moderator dalam diskusi bahasa Inggris. Di kelompoknya, Belva yang paling jago. Karena di sekolahnya dulu, bahasa Inggris menjadi bahasa wajib yang setara dengan bahasa Indonesia. Aldo menjadi orang yang menyulitkan Belva. Karena dia berada di kelompok yang berbeda dengan Belva. Meskipun mereka teman, tapi bukan berarti akan lunak. Benar-benar profesional. "Aldo, kelompoknya Belva Idak pacak, kagek kito rebut poinnya! (Aldo, kelompoknya Belva tidak bisa, nanti kita rebut poinnya) - bahasa Palembang." "Tenang Bae! ( Tenang saja)" Aldo menjawab sambil memperhatikan mimik wajah Belva. Gadis cantik berkulit putih bersih itu sedang terlihat serius. Bahkan muncul kerutan di keningnya, saat salah satu teman satu kelompoknya sedang berbicara. Guru hanya memberikan waktu lima belas menit bagi kelompok yang sedang menunjukkan hasil presentasinya. Dan kelompok lainnya akan mengajukan pertanyaan, dan juga bisa melakukan perdebatan, jika ada yang tidak sesuai. Belva awalnya hanya banyak diam, tapi setelah beberapa menit, dia mulai mengemukakan pendapatnya. Hingga akhirnya mereka mulai menjawab pertanyaan satu persatu. Belva menerjemahkan jawaban temannya dalam bahasa Inggris, dia berbicara sangat lancar. Aldo tahu kalau Belva memiliki kemampuan dalam berbahasa Inggris. Karena Belva bercerita kalau sekolahnya dulu bertaraf internasional. Sangat wajar, jika kemampuan berbahasa Inggrisnya sudah sangat baik. Anak-anak tahu betapa pentingnya mereka memperlancar dalam bahasa Inggris. Karena bahkan untuk maen game saja semuanya berbahasa Inggris. Maka mereka harus mulai menguasainya. Selesai pelajaran itu, Belva pergi ke kantin. Aldo terus mengomel di sepanjang perjalanan. Karena Belva mengatakan tentang kejadian saat dia dikuncikan di kamar mandi bawah. "Pantes aja, Lo susah ditemuin!" Aldo biasanya manggil kamu, tapi karena kesal dia lupa. "Udah sih, aku sekarang udah baik-baik aja. Mungkin mereka lagi iseng!" Belva tahu ada beberapa anak yang tidak menyukainya. Tapi bukan urusannya, asalkan dia tidak terluka. "Ayo, sebagai permintaan maaf, gue beliin pempek deh?" Aldo menarik tangan Belva agar berjalan lebih cepat. Belva tersenyum malu, karena beberapa orang memperhatikan mereka. Dia akan menarik tangannya, tapi melihat betapa antusiasnya Aldo, dia tidak tega menyinggung perasaannya. Saat ini, kantin sedang penuh. Aldo melihat kalau sama sekali tidak ada tempat duduk kosong. Dia agak kecewa, saat melirik pada Belva, gadis itu juga sedang melihatnya. "Balik aja deh. Kita makannya di jam istirahat kedua aja!" Belva tidak ingin berdesak-desakan. Karena kalau terlalu panas, hanya akan membuat kulitnya memerah. "Ya udah deh. Tapi Lo gak leper emang? Eh maksudnya kamu!" Aldo baru sadar kalo dia terus menyebutkan lo-gue sedari tadi. "Panggilan lo-gue lebih akrab. Gue suka!" Belva mengedipkan matanya, sambil tersenyum pada Aldo. Dia sangat suka dengan kebaikan Aldo. Saat dia masih sangat asing dengan lingkungan barunya, Aldo datang sebagai teman yang dapat diandalkan. Dia baik, ramah dan perhatian. "Yuk!" Aldo menarik tangan Belva lagi untuk keluar dari kantin. Tapi kali ini sedikit lebih dekat, karena melewati beberapa orang yang sedang antri. Di kejauhan, Kai memperhatikan sedari awal Belva dan Aldo baru masuk Kantin. Dia masih terpana dengan senyuman gadis tadi. Tapi dia agak tidak suka, karena gadis itu sangat mudah tersenyum pada orang-orang yang dia kenal. "Caknyo balapan bakal ditunda kagek malam. Katanyo lah ado polisi yang ngawasi tempat kito balap! ( Kayaknya balapan bakal ditunda nanti malam, katanya sudah ada polisi yang mengawasi tempat kita balap) - bahasa Palembang." ucap seseorang di sebelah Kai. "Sebenarnya dak masalah, tinggal kasih rokok bae!" sahut orang di depannya. "Lo kira preman pasar. Mereka pasti lah sudah mantau dari laporan warga sekitar!" Ratni baru datang, dia membawa Mangkuk mie ayam yang masih mengepulkan uap panas. "Yah, sebenarnya kalo ngatek komandan Virgo, kito mah aman bae. Bisolah yang lain dienjok amplop! (Yah sebenarnya kalo gak ada komandan Virgo, kita sih aman saja, bisalah yang lain dikasih amplop) - bahasa Palembang." Orang yang duduk di depan Virgo masih kekeh dengan pandangannya. "Lo mah otak-otak b*****t. Lo ngejek aset negara begok!" Ratni tertawa karena makanan hampir muncrat saat dia marah tadi. "Ye, kita-kita inikan aset juga! Generasi muda itu aset negara yang berharga!" sahutnya tak mau menyerah. "Lo aset yang merugikan!" jawab Ratni membuat yang lain jadi tertawa. Virgo masih dengan gaya coolnya. Dia tidak masalah jika balap dibatalkan sekalipun. Karena dia juga sedang tidak ingin balapan. "Eh, katonyo kemarin murid baru ado yang dikuncikan di kamar mandi!" Seseorang memulai gosipnya. Kai yang tadinya stay cool jadi menoleh. Dia juga penasaran, siapa yang mengerjai gadis tersebut. Tapi karena tidak mau terlalu menunjukkannya, dia hanya menyimak. "Mereka itu anak-anak dari kelas sebelas. Berawal dari sepasang b***k yang sedang main panas-panas, mereka merasa terganggu dengan kehadiran Belva. Eh, malah akhirnya kunciin murid baru itu di dalam bilik. Dan anak-anak lain dari toilet cowok ikut dong!" "Terus, siapa yang nolongin?" Ratni penasaran, karena anak baru itu terlihat baik-baik saja. Anak lain pasti akan trauma, paling parah lapor ke pihak sekolah. Tapi melihat anak baru tadi sangat tenang, menunjukkan kalau dia tidak mengalami trauma. "Dak tahu, mereka lupo bukain. Pas sore balik lagi, karena khawatir murid baru itu mati, malah dak katek. Ado yang bebasin duluan!" Kai masih menyimak, meskipun di meja itu didominasi oleh kaum laki-laki, tapi mereka sangat suka berbagi informasi. Atau sebut saja gosip. "Wah, parah. Mereka cari mati. Kan wali anak baru itu komandan Virgo!" Ratni mengatakannya dengan jelas, sambil melirik pada Kai. "Tapi kayaknya gadis itu polos nian. Bukan tukang ngadu juga. Baik tuh karakternya!" Orang yang duduk di sebelah Kai malah memuji karakternya, membuat Ratni jadi memelototinya. Kai hanya diam. Sedikitpun tidak terpancing untuk ikut bicara. Hingga akhirnya bel masuk. Anak-anak mulai meninggalkan kantin. Pada jam istirahat kedua, Belva dan Aldo berhasil mendapatkan tempat duduk untuk makan. Keduanya bahkan bisa makan sambil tiduran jika mau, karena memang agak sepi di jam istirahat kedua. Hari itu Belva banyak tugas. Dia harus mengerjakan setelah sampai rumah nanti. Atau dia akan. Mendapatkan hukuman. "Kau mau belajar di rumahku?" Aldo menawarkan, karena anak-anak lain juga ingin main ke rumahnya. Anak-anak di kelas bahasa itu di d******i anak-anak yang agak pilih-pilih. Jika tidak pandai beradaptasi, maka akan diabaikan oleh yang lainnya. Itulah kenapa, banyak yang tidak betah, anak-anak di kelas bahasa itu suka mengucilkan orang yang tidak pandai berteman. Belva contohnya. Meskipun karena Aldo, anak-anak itu mulai sedikit menerima keberadaannya. "Eh, kok ada ribut-ribut?" Aldo reflek berdiri. Belva ikut berdiri, dia langsung berlari keluar mengikuti langkah Aldo. Di tengah lapangan, beberapa anak sedang memukuli anak-anak lainnnya. "Do, pisahin!" Belva panik, dia tanpa sengaja bertatapan dengan mata Kai. Laki-laki bersurai pirang itu itu sengaja menendang seseorang sambil terus melihat pada Belva. "Anak-anak itu kakak kelas tiga. Kayaknya ada yang lakuin kesalahan. Bentar, Lo tunggu sini. Gue cari tahu!" Aldo penasaran, dia bertanya pada orang yang berdiri paling depan. Belva hanya terus melihat pada kerusuhan di depan sana. Dia agak tidak mengerti, kenapa pihak sekolah tidak segera memisahkan anak-anak nakal tersebut. Saat Aldo kembali ke sisinya, dia terlihat ragu ingin. Mengatakannya. Tatapan penasaran dari Belva membuatnya tidak bisa berbohong. "Lo kemarin, siapa yang nolongin?" Aldi hanya tahu dari cerita Belva tadi, kalau ada yang menolongnya, tapi tidak tahu siapa dia. "Orang yang itu, namanya Kai 'kan?" Belva menunjuk pada sosok tegap Kaisar, tapi malah Kaisar menoleh ke arahnya lagi. Jadilah dia ketahuan sedang menunjuk dengan jarinya. Aldo menghela nafas kasar. Jadi alasan krubutsny itu memanglah benar. Dia sendiri tidak menyangka. "Lo penyebab mereka berantem, anak-anak yang dipukuli itu yang ngunciin Lo!" Belva terkejut, dia bahkan menutup mulutnya. Wajahnya langsung berubah panik. Dia akan berlari maju, saat tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Aldo. "Jangan, itu urusan mereka. Antara senior dan super senior! Mungkin kayak pendisiplinan. Karena bagaimanapun, apa yang mereka lakukan bisa bahayain nyawa orang. Dan orang itu adalah Lo!" Aldo tidak ingin Belva ikut campur, atau mungkin saja akan lebih banyak yang membencinya. "Beneran? Tapi mereka keterlaluan!" Belva tidak membenarkan adanya tindakan kekerasan. "Trust me! Yang mereka lakukan dah bener. Pihak sekolah tidak pernah menegur murid yang nakal. Tapi biasanya senior atau super senior yang melakukannya. Didik adik kelas!" Aldo nyengir kuda saat Belva menatapnya tidak setuju. "Tapi—," Belva tidak jadi menyelesaikan ucapannya, karena Aldo sudah menariknya menjauhi kerumunan. ___
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN