Tidak punya teman

1040 Kata
Sudah sangat larut, Virgo akhirnya pulang, dia sudah melepaskan seragam polisinya. Hanya mengenakan kaos hitam yang dipadukan dengan celana pendek. Melihat masih ada mobil Bian di sana, Virgo mengetuk pintunya. Menunggu, tapi tidak mendapatkan sahutan. Virgo mengeluarkan kunci rumahnya sendiri. Membukanya, dia melihat semua lampu masih menyala. Meletakkan paperbag di sofa, dia berjalan menuju kamarnya. Dan melihat Belva masih berkutat dengan tugasnya. Sedangkan ada yang tidur di atas tempat tidurnya. "Kenapa belum tidur?" Virgo berjongkok di dekat Belva yang juga sedang menatapnya. "Tugasnya banyak, harus kumpul besok. Kakak pulang malam banget!" Belva memperhatikan wajah Virgo, terlihat sekali kalau laki-laki itu lelah. Mengusap puncak kepala Belva, Virgo bangkit berdiri untuk mengambil pakaian bersih di lemarinya. Dia memperhatikan sosok cantik yang terduduk di atas karpet dengan buku-buku di depannya. Melirik jam yang melingkar di tangannya, itu sudah pukul sembilan malam. Virgo melepaskan jam tersebut dan meletakkan di atas meja. Dia berjalan keluar menuju kamar mandi. Sebenarnya Belva bisa saja menyelesaikan tugas tersebut, tapi karena Bian terus mengajaknya bicara tentang kehidupannya dulu. Dia jadi agak bersemangat, dan rindu ingin pulang. Dia tidak mengerti kenapa Virgo malah berniat merawatnya, bukannya mengembalikannya saja. Belva terlalu takut untuk bertanya. Merasa agak badmood, dia merebahkan dirinya di atas buku-buku. Menatap langit-langit kamar Virgo. Dia rindu dengan kehidupannya, teman-temannya. Virgo yang baru saja keluar dari kamar mandi melihat ke tempat sampah, ada beberapa bekas bungkus makanan. Dengan melihatnya, Virgo tahu itu bekas mir ayam. Kembali ke kamarnya, dia melihat Belva sedang rebahan di atas karpet di antara buku-bukunya. Gadis itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Berdiri di atasnya, Belva dan Virgo jadi saling menatap. Hingga Virgo menyuruhnya bangun. Menarik tangannya menuju keluar kamar. "Kakak, aku belum selesai!" "Tapi kau sudah sibuk memikirkan hal tidak penting. Ayo, temani aku makan di luar!" Virgo tidak menoleh, padahal jika menoleh dia akan melihat senyum lebar Belva. Belva hanya mengenakan hotpants, dan kaus polos. Dia melihat Virgo yang tampil agak lebih keren dengan penampilan segar. "Kak, biarkan aku ganti pakaian!" Belva sedikit menarik tangan Virgo, keduanya sudah hampir mencapai pintu. Virgo langsung melirik penampilan Belva. Dia menghela nafas, melihat gadis itu. "Ada jaket bersih milikku di dalam paperbag, di atas sofa. Pakai itu saja!" Belva mengikuti arah petunjuk Virgo, menemukan ada paperbag di sana. Dia meraih jaket yang dimaksud, dan langsung mengenakannya. "Kita mau kemana?" Belva segera menyusul Virgo keluar dari pintu. "Markas!" jawab Virgo pendek. "Ah, bagaimana jika kita makan di rumah saja!" Belva sangat enggan ke tempat itu, apalagi saat malam ada beberapa wanita yang berpakaian sexy terus menempeli para preman di sana. Virgo tidak menggubris, dia tetap berjalan menuju mobilnya. Belva langsung mengikuti masuk ke dalam mobil. "Kakak, bolehkah jika aku memiliki ponsel?" tanya Belva hati-hati. "Tidak!" Belva sudah menebak reaksinya. Tapi dia tetap kecewa, rasanya aneh dan kesepian tanpa ponsel berhari-hari. "Kau sudah memiliki teman di sekolah?" tanya Virgo dengan nada malas. "Hanya Aldo, yang lainnya agak kurang suka padaku!" Belva adalah gadis yang jujur, dia tidak terbiasa menutupi apapun. Virgo melirik ke samping. Belva adalah gadis yang cantik, dia polos dan tidak sombong. Harusnya tidak sulit untuknya mencari teman. "Kenapa? Apa kau memiliki masalah dengan seseorang, sehingga mereka tidak menyukaimu?" Belva berpikir sebelum menjawab dengan gelengan. Dia agak sedih, karena kehidupannya di sekolah tidak berjalan lancar. Apalagi dengan kejadian tadi, Belva takut menceritakannya pada Virgo. "Jangan sedih. Katakan saja jika ada yang mengganggumu!" ujar Virgo, dia mengatakan hal tersebut karena orang yang tidak memiliki teman biasanya akan mengalami bullying. "Kakak, kita salah arah!" Belva melihat kalau virgo malah berbelok ke kanan, sedangkan jika ingin ke markas harus belok ke kiri. "Tidak jadi ke markas!" Virgo awalnya memang ingin ke markas. Dia bisa makan di sana, sambil mengawasi para anak buahnya. Tapi mendengar keluhan Belva dia jadi tidak ingin menambah keluhannya. Belva tersenyum, dia lega dan sedikit merasa senang. Memperhatikan jalanan, ada beberapa pedagang yang berjualan di pinggiran trotoar, banyak pembeli juga yang memenuhi kedainya. Di Jakarta, dia tinggal di kawasan elit. Sepanjang perjalanan dia pergi, tidak pernah ke tempat yang ramai dengan pedagang seperti ini. "Bolehkah jika kita makan mie ayam?" Belva tiba-tiba menginginkan makanan itu lagi. "Tidak. Kau sudah memakannya tadi!" Virgo akan memarkirkan mobilnya di sebuah rumah makan terkenal di kawasan tersebut. "Kakak tahu?" Belva ingat telah mencuci piringnya, jadi dari mana Virgo tahu. "Yah, jangan terlalu sering makna itu. Pilihlah nasi jika lain kali Bian mengajak makan!" Belva kurang begitu suka makan nasi putih. Tapi semenjak tinggal bersama Virgo, nasi putih akan selalu tersaji saat makan. "Aku tidak suka!" Gumam Belva, yang didengar oleh Virgo. Virgo turun lebih dulu. Bahkan juga berjalan lebih dulu, meninggalkan Belva yang akan mengejarnya. Masuk ke dalam, seorang pelayan menyapa Virgo dengan sopan. Belva tidak tahu, kalau Virgo dikenal banyak orang. Keduanya duduk di meja paling ujung. Virgo memainkan ponselnya, sedangkan Belva hanya diam menunggu pesanan datang. "Kenapa kita tidak mengajak kak Bian?" Belva merasa bersalah, karena tadi siang laki-laki itu sudah membelikan makan, tapi dia tidak mengajaknya saat saatnya makan malam. "Tidak perlu, karena dia berani tidur di tempat tidurku!" jawab Virgo membuat Belva mengerutkan keningnya. Kamar adalah ruangan yang tidak dia ijinkan siapapun masuk ke dalamnya. Pengecualian untuk Belva. Dan saat melihat ada Bian di tempat tidurnya, dia agak merasa kesal. "Kak Bian yang malang!" gumam Belva lagi, juga bisa didengar oleh Virgo. "Virgo!" panggil seorang wanita membuat keduanya menoleh. "Kau di sini. Kenapa tidak menelpon lebih dulu!" Wanita itu akan memeluk, saat Virgo sudah lebih dulu bergerak menjauh. Sangat memalukan, tapi wanita itu sudah biasa. Dia juga tahu tentang fobia Virgo yang enggan disetuh. Dia langsung mengambil duduk di sampingnya, saat itulah matanya bertabrakan dengan mata seorang gadis yang menatapnya polos. "Kau mengajak siapa? Adik kecil ini sangat cantik sekali!" puji wanita itu, Belva malu dan menanggapi pujiannya. "Halo kakak, namaku Belva. Dan terimakasih karena pujiannya, kakak sebenarnya paling cantik di sini!" Belva mengatakannya dengan tulus, karena wanita itu memang cantik. Virgo tersenyum, cara pengenalan Belva itu agak aneh. Tapi karena wajah cantiknya yang seperti orang asing, membuat siapapun akan memakluminya. Karena mengira dia mungkin baru tinggal di Indonesia. "Wah, dia menggemaskan sekali. Apa kau masih SMP? Atau sudah SMA?" Belva agak cemberut mendengar pertanyaannya. "Aku siswi SMA!" "Virgo, aku merindukanmu, kenapa kau tidak terlihat lagi di club?" Wanita itu langsung menembak pertanyaan pada Virgo. "Jangan bicarakan itu sekarang!" Virgo melirik ke arah Belva yang menunduk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN