"Bunda! Lihat, adik merusak mainan abang"
Sabil yang sedang siapkan sarapan lagi-lagi mendengar teriakan putra sulungnya yang dia beri nama Radhinka Bilayastha M.
Tak perlu menghitung karena tidak lama kedua buah hatinya langsung muncul, terlihat wajah sembab putra bungsunya Radhitya Bilayastha M.
Empat tahun lalu dia melahirkan putra kembarnya.
Sabil melepaskan apron masak yang melekat ditubuhnya, memastikan kompornya sudah off. Dia kemudian berbalik. Hal itu langsung di jadikan kesempatan untuk putra bungsunya menabrakkan dirinya untuk memeluk Bundanya sambil terisak, Terlihat takut dimarahi.
"adik tidak bermaksud merusak mainan abang bun, hanya meminjam sebentar kok. tapi-tapi tadi gak sengaja adik jatuh dan mainan mobil abang terlempar sampai rusak" ucapnya membela diri disela Isakkan tangisnya, berkata dengan terbata-bata.
Sabil menyejajarkan tubuh dengan putranya, ibu jarinya mengusap pipi putranya yang sudah basah oleh air mata "kenapa adik pinjam mainan abang? Kan bunda sudah belikan yang sama dengan abang?"
Adhinka ikut melangkah mendekat pada bundanya "tau tuh bun, kan adik sudah punya! kenapa harus ambil punya abang juga!"
Sabil menggelengkan kepala, situasi seperti ini sudah dia alami selama empat tahun belakangan ini hampir setiap hari.
Dari mulai mereka balita, keduanya sudah terlihat saling berebut sesuatu atau meributkan hal remeh seakan berlomba mencari perhatiannya, dia Tidak akan salahkan kedua anaknya yang terus mencari masalah agar mendapatkan perhatiannya, karena dia sadar keduanya butuh perhatian ekstra darinya. apalagi dia harus merangkap menjadi ibu dan juga ayah mereka secara bersamaan.
"Abang sini" ucap sabil merentangkan satu tangannya agar Adhinka ikut bergabung dalam pelukannya "kalian sayang sama bunda?" Lanjutnya pada kedua anaknya.
Keduanya kompak anggukkan kepala
Mendapat Respon begitu, buat hatinya Bahagia. Dia akan melankolis bila menyangkut putra-putranya.
Dengan usapan khas seorang ibu, tatapan hangat dan penuh kasih sayang, dia berkata
"Jika kalian sayang sama bunda, harusnya kalian juga saling sayang." Sabil beri pengertian pada keduanya "Adik harus minta ijin sama abang kalau mau pinjam mainan abang, dan jangan merusaknya--"
ucapan Sabil berhenti ketika anak bungsunya membuka suara untuk membela diri "Tapi adik kan nggak sengaja bunda" sabil tersenyum lembut, anak bungsunya berhasil mengingatkannya pada pria masa lalunya yang selalu suka berdebat bila dia merasa terpojokkan
"Iya bunda tahu tapi adik selalu ceroboh kan? sehingga, selalu tidak sengaja merusak apa pun yang ada di sekitar, iya Nggak?" Adhitya menundukkan kepala
Bundanya benar dia selalu ceroboh dan tak hati-hati "Maaf bunda" ucapnya lirih yang masih didengar sabil dan Adhinka
"Nah, abang juga sebagai kakak harus jadi contoh yang baik buat adik. Abang harus mau mengalah pinjamkan mainan atau barang apa pun pada orang lain itu tidak akan merugikan kok bang, kan bunda sering ajari kalian sama orang lain harus berbagi apalagi sama saudara sendiri"
sabil mengelus puncak kepala anak sulungnya yang sedang menatapnya, "Iya bunda, maaf abang seharusnya gak pelit dan marah-marah saat adik pinjam mainan abang"
Sabil mengecup kening kedua putra kembarnya dengan sayang
"Ini berlaku untuk kalian berdua, adik juga harus berbagi sama abang dan kalau berbuat salah harus minta maaf, Oke?" tangan sabil memegang dagu putra bungsunya agar mau menatapnya.
Adhitya lagi-lagi menganggukkan kepala, dia Mengubah posisinya menghadap Adhinka "adik minta maaf karena gak sengaja sudah merusak mainan abang, Yah"
Adhinka maju selangkah, lalu memeluk adiknya dengan sayang. "Abang juga minta maaf, seharusnya tadi abang nggak bentak kamu"
Kedua sudut mata sabil tanpa terasa meneteskan air mata, melihat si kembar berpelukan penuh sayang.
Dia teramat bahagia, kedua anaknya selalu mampu meringankan beban dan memulihkan sedikit demi sedikit rasa sakit yang di timbulkan oleh pria masa lalunya, dan sayangnya, dia adalah ayah dari kedua anaknya.
"Bunda jangan menangis, kita minta maaf udah buat bunda sedih"
Kata Adhitya ketika melepaskan pelukannya dengan sang Abangnya, dia melihat wajah sabil yang sudah menangis, keduanya mendekati sabil lalu memeluk sang bunda bersamaan
"Bunda kita minta maaf, abang janji enggak akan buat adik Menangis lagi" ucap Adhinka yang kini ikut terisak di dalam pelukan sang bunda.
"Bunda sayang kalian nak" sabil memeluk dengan erat kedua putranya seakan takut kehilangan keduanya. "Sayang Banget" Memberi kecupan sayang di setiap bagian wajah keduanya.
Perjalanan hidupnya sungguh sangat sulit, setelah apa yang di lihatnya. Semua, sudah menggoreskan luka terdalam di hatinya. menimbulkan kekecewaan terdalam pada pria yang telah dia berikan hati, cinta, sayang bahkan hidupnya.
Namun dia harus tetap bertahan demi kedua anaknya, yang bahkan saat itu masih sebesar biji kacang di dalam rahimnya.
Sabil melepaskan pelukan pada kedua anaknya, sekali lagi mengecup kening mereka bergantian.
"Sekarang kalian mandi lalu bersiap buat sekolah, hari ini bunda yang antar sebelum bunda Ke Cafe tapi nanti yang jemput kalian Ate Denada nggak apa kan, sayang?"
"Siap bunda!" jawab kompak keduanya, mereka menyempatkan memberi kecupan di pipi sabil secara bersamaan. Adhinka di pipi kanan dan Adhitya di pipi kiri lalu mereka berbalik masuk kedalam kamar mereka untuk bersiap pergi ke sekolah.
Mereka Baru masuk masa pendidikan taman kanak-kanak nol kecil, setelah kepergiannya meninggalkan pria masa lalunya, sabil berusaha bangkit bahkan meninggalkan kota tersebut dan pindah ke Bandung. kebetulan dia bertemu sahabatnya sejak kuliah, Denada yang sedang merintis Cafe dan bakery namun, saat itu sedang kekurangan modal.
Jadilah sabil kebetulan memiliki tabungan ikut bekerja sama, bangun bisnis bersama Denada.
Tuhan selalu berikan perlindungan bagi manusia yang mau berusaha. sehingga, usaha bersama Denada akhir-akhir ini semakin berkembang pesat dan sudah memiliki dua puluh karyawan yang bekerja long shift kebetulan Cafe dan Bakery buka 24 jam.
Sabil dan Denada hanya berada di Cafe saat siang sampai jam sepuluh malam, sisanya dia percayakan pada adik Denada, Chandra untuk mengawasi bagian malam sampai pagi.
***
Pria itu terlihat lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, sempat terpuruk setelah kepergian wanita yang telah dia sakiti.
Bahkan semakin buatnya menyesal, ketika dia melihat sebuah foto USG yang melihatkan kehidupan baru calon anak-anaknya. Foto USG yang terlihat sengaja wanita itu tinggalkan bersama surat terakhirnya hari itu, di temukan setelah malam indah terakhir yang diciptakan mereka.
"Jadi papa masih mau sembunyikan keberadaan istri dan anak-anakku?" Tanyanya tak percaya menatap pria paruh baya yang rambutnya sudah hampir sepenuhnya memutih
"Kamu sudah sakitinya, Yast. Untuk apa kamu mencari mereka? Biarkan mereka bahagia!" Ucap pria paruh baya itu dengan sinis, dia adalah Adhi Pratama Mahardhika yang tak lain ayah kandung Yastha
"Ayah masih percaya bahwa hari itu aku benar-benar berselingkuh?" Dia berdecak tak percaya, bisa-bisanya ayahnya ikut memusuhinya.
"Ya, kamu mau membantah?" Tawanya sinis
"lalu apa namanya dua orang yang sedang pelukan dalam apartemen, kalau bukan berselingkuh?" Lagi-lagi ada nada sinis yang keluar dari mulut sang ayah
Yastha malah membalas dengan tertawa sinis juga ketika mendengar pertanyaan ayah yang kini berubah menjadi musuhnya setelah hari itu. keluarganya, bahkan ibunya sejak hari itu tak mau memandang-nya saat berbicara.
TBC.