1

1032 Kata
1"Siapa itu tadi yang berkelebat di dapur bersih? Aku kira ada penunggunya, masa aku tinggal beberapa tahun tiba-tiba aja ada penunggunya?" Pertanyaan Andra membuat suami istri Anggoro Wibisono dan Helena Wibisono saling pandang lalu tersenyum lebar. "Oh itu si Inayah, ada-ada aja kamu ini, dia itu cucunya Mbok Sumi, sudah dua bulan di sini Alhamdulillah kami cocok, kan Mbok Sumi sudah waktunya istirahat, akhir-akhir ini juga sering sakit, kebetulan Inayah baru selesai pengabdian di pondok jadi ya pengisi waktu dia kerja di sini dan kami cocok banget, sebelumnya ada sih pembantu yang lain tapi mama nggak suka, kurang cekatan dan sulit ngerti apa yang mama mau, tapi kalo Inaya hmmm dua jempol kurang deh." Andra hanya mengangguk sambil melanjutkan makan malamnya. "Nggak papa sih cuman apa bajunya nggak menghalangi kerjanya Ma?" "Ya nggak lah, dia meskipun selalu berpakaian tertutup gitu buktinya semua kerjaan selesai, rumah bersih, makanan siap tepat waktu, dan satu hal lagi dia bukan sembarangan pembantu karena ya memang bukan pembantu sih, dia mau melanjutkan ke S2, mama ijinkan, toh kerjaan dia beres, ada pembantu yang lain juga sih yang bisa bantuin kerjaan dia, hanya Inayah yang mama ijinkan masuk ke semua ruangan di rumah ini, kerjaan dia bener-bener kayak Mbok Sumi, cekatan, rapi dan bersih." "Halah ngapain pembantu sampe kuliah segitunya, selesai S1 saja itu sudah bagus banget." Andra seolah meremehkan Inaya. "Kamu ini Andraaa jangan sembarang loh, dia anak cerdas, eman kalo nggak lanjut, dia nggak akan selamanya di sini, mama sambil cari pembantu yang lain, kalo dia sudah nemu tempat kerja yang cocok dengan bidang ilmunya ya dia mau brenti, kan cuman minta tolong sebentar selama mama belum nemu yang cocok, sekalian kan dia gak ada keluarga di sini ya sekalian juga aja mama suru dia di sini dulu sementara." Setelah itu hanya denting sendok dan garpu terdengar. Helena menatap Andra yang terlihat menikmati makan malam dalam diam. "Papa meminta kamu pulang karena kondisi kesehatan papa yang semakin menurun, bukan papa nggak memahami perasaan kamu, tapi papa pikir toh semua telah berlalu saatnya kamu melupakan semuanya dan memulai di sini dari awal, kau berusaha menjauh dari segalanya juga tak akan sepenuhnya berhasil, karena masa lalu tidak mungkin bisa kamu lupakan yang ada hanya bisa kamu ambil hikmahnya." Andra mengangguk, tiga tahun setelah kematian tunangannya, Andra masih belum bisa sepenuhnya lupa, ia menganggap kematian Luna adalah kelalaiannya, lebih-lebih saat autopsi diketahui Luna sedang hamil, Andra shock karena ia merasa tak melakukan apapun pada Luna, mati tenggelam di sebuah kolam renang saat mereka berlibur sekeluarga, keluarga Luna dan keluarganya. Andra yang kecewa memilih pergi, dan menetap di Singapura selama tiga tahun, dan pulang karena kesehatan Anggoro yang semakin tidak baik-baik saja. Kekecewaan Andra pada Luna yang ternyata hamil entah dengan siapa, mengubah pola hidup Andra. Andra yang dulu benar-benar hidup bersih, sejak saat itu ia menganggap semua wanita sama saja, tak pernah tertarik lagi benar-benar menjalani hubungan serius dan terbiasa menjali ONS dengan wanita berkelas yang ia bayar. Hanya satu, Andra selalu bermain aman, ia tak ingin ada masalah dikemudian hari, baginya selamanya tak akan ada lagi yang namanya dekat dan serius dengan wanita, bertunangan apalagi berpikir menikah, tak akan pernah lagi. "Kamu dengar ucapan papa kan Ndra?" Andra tersentak dan mengangguk, kelebat masa lalu membuatnya kembali marah pada kebodohannya yang sangat percaya pada kesetiaan akan membawa bahagia, nyatanya tidak. Bahkan setelah kematian tunangannya ia baru tahu jika Luna juga menjalin hubungan di belakangnya dengan beberapa laki-laki lain, entah benar atau tidak tapi sahabat Luna baru membuka semuanya setelah Luna pergi. Apakah ia terlalu posesif sehingga Luna bosan dan memilih bermain di belakangnya? Entahlah. Selesai makan Andra pamit dan bangkit naik ke lantai dua, masuk ke kamarnya. Lalu mencoba menelepon beberapa temannya yang telah lama tak ia hubungi, terlihat berbicara santai dan berjanji akan bertemu di sebuah klab. Saat membuka jendela, ia melihat lagi kelebat wanita aneh berwajah datar itu, ia lihat dari balik jendela ke arah taman belakang yang ternyata wanita aneh itu menempati kamar Bi Sumi. Bi Sumi wanita sabar yang dulu mengasuhnya sejak kecil. Tak lama ia mendengar samar-samar lantunan ayat suci yang dibacakan dengan suara merdu. Andra menghela napas, berapa tahun sudah ia tak menyentuh sajadah? Kematian Luna seolah membuat Andra protes pada Sang Pencipta. Ia telah menjadi laki-laki baik, menjaga kehormatan wanita yang ia cintai tapi takdir ternyata berkata lain, Luna meninggal dan diketahui hamil dengan laki-laki lain. Lalu buat apa ia jadi laki-laki baik-baik jika takdir baik tak singgah padanya. Andra menghela napas lagi, segera ia berganti baju. Hendak menemui sahabat-sahabatnya yang telah lama tak ia jumpai sejak ia berada di Singapura. "Pergi dulu Ma, Pa." Helena dan Anggoro yang ada di ruang tamu menatap anaknya yang telah siap pergi. "Kau baru tadi pagi sampai Ndra, apa tidak lebih baik kau istirahat saja?" Helena mencoba membuat Andra lebih betah, ia masih ingin berbicara dengan anak tunggalnya. "Sudah cukup istirahatnya, bosan juga di rumah mau ketemu Adera, Roi dan Briant, kami sudah janjian ketemu di sebuah klab." Kening Helena berkerut saling menatap dengan suaminya, merasa aneh dengan kebiasaan baru Andra. "Setahu mama kau bukan orang yang menyukai tempat seperti itu, apa selama tidak dengan kami kau jadi memiliki kebiasaan baru?" "Aku masih muda Ma, ingin menikmati selama mungkin masa bersenang-senang." "Ini bukan kamu Ndra." Andra menghela napas dan meninggalkan papa mamanya yang menatapnya penuh heran. "Ada apa dengan anak itu ya Ma?" "Entahlah, apa kematian Luna mengubah dia jadi pribadi yang lain?" *** Jam satu malam Andra memasuki rumahnya, terus ke kamarnya dan berganti baju karena haus Andra turun menuju dapur bersih, seingatnya dulu Bu Sumi selalu menyiapkan air di dalam kamarnya. Ada kulkas kecil yang biasanya untuk persediaan air putih dan minuman kaleng tapi entah mengapa sekarang kosong tak terisi, mungkin karena ia baru sampai sehingga mamanya tidak mengingatkan pembantu baru itu. Andra melangkah ke dapur bersih dan melangkah menuju kulkas, meraih air minum dan meneguknya lalu berbalik dan ... "Astaga!" "Astaghfirullah!" "Kalo mau bikin mati orang jangan gini caranya, aku tahu kamu menutup auratmu tapi jangan pakai mukena di dalam rumah!" "Maaf tadi saya lupa meletakkan puding tapi belum saya masukkan ke dalam kulkas." "Iya tahuu, tapi kenapa juga harus pakai mukena, kan jadinya kayak setan jadi-jadian kamu!" "Saya baru salat tahajud, dan saya baru ingat jika puding itu masih di meja dan ternyata benar, sekali lagi maaf." "Ingat, kau di rumah ini bekerja, jadi bedakan antara bekerja dan beribadah, jangan jadi pocong dalam rumah! Pakai baju yang benar!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN