bc

THE HOUSEMAID [18+]

book_age18+
1.7K
IKUTI
14.6K
BACA
murder
suicide
goodgirl
maid
mystery
small town
disappearance
illness
Writing Academy
like
intro-logo
Uraian

[18+] CERITA INI KHUSUS UNTUK YANG BERUSIA DI ATAS 18 TAHUN. ADA ADEGAN VULGAR DAN KEKERASAN DI DALAMNYA. PILIHLAH BACAAN KAMU DENGAN BIJAK. TERIMA KASIH.

Sartika yang hidup sebatang kara, harus bertahan hidup dengan menjadi pembantu rumah tangga di sebuah keluarga kaya keturunan Jepang -- Tojo. Dia yang ditugaskan merawat tuan muda yang mengidap gangguan mental, harus mengalami banyak kejadian aneh di rumah tersebut. Fakta yang menguak bahwa setiap tahunnya akan selalu ada pembantu rumah tangga yang menghilang secara misterius, membuat Sartika semakin yakin, ada yang tak beres di rumah tersebut.Apakah Sartika akan menjadi target selanjutnya? Atau justru ia semakin terjebak dalam permainan tuan mudanya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Prolog
***Cerita ini hanya karangan fiktif belaka. Latar belakang pada jaman tersebut sengaja dibuat sebagai pelengkap dan sama sekali tidak berhubungan langsung dengan sejarah aslinya.** . . . Tahun 1935, umurku masih sepuluh tahun saat itu. Aku masih ingat kemana kami harus melarikan diri dari kejaran salah satu tentara VOC di tengah kegelapan malam. Dan itu semua disebabkan olehku. "Gage mblayumu, nduk!" ( Cepatin larimu) Aku pulang dari bermain sore itu. Suara ibuku yang bergelayut mesra dengan seorang tentara VOC, menyambut kepulanganku. Yah..Ini sudah biasa terjadi sejak dua tahun belakangan. Ibu dipecat dari pabrik gula milik koloni. Menyebabkan hutang yang kian menumpuk dengan diperparah sulitnya mencari pekerjaan. Tapi aku tak mengerti saat itu, mengapa dengan bergelayut mesra, ibu bisa banyak mendapatkan gulden? Ibu bilang, mereka adalah sepasang kekasih. Pria-pria itu memberikan ibu banyak uang. Dan aku, cukup tersenyum saja sambil menyiapkan teh dengan menyapa mereka dengan ramah. Tapi aku mulai khawatir ,aku akan salah menyebut nama tentara koloni itu. Sebab, bukan hanya pria asing itu saja yang sering ibu gelayuti setiap malam. Tapi ada banyak. Dan aku sering lupa nama-nama mereka. Celaka bagi kami dimulai saat aku memanggil teman ibuku itu dengan nama pria lain. Tentara itu kesal dan bahkan menampar ibuku beberapa kali karena merasa telah ditipu. Tengah malam tanpa penerangan apapun, ibu dan aku melesak masuk ke dalam hutan jati. Suara tembakan masih memburu kami, walaupun tentara itu cukup kewalahan mengejar. Sesekali tentara itu mengaduh dan mengumpat karena gesitnya ibuku berlari. Seperti hutan ini adalah rumahnya sendiri, ibu sangat lihai sekali menyusuri hutan. "Koe ning kene sek, Tik." (Kamu di sini dulu, Tik) Aku disuruh bersembunyi dibalik batu besar. Menutup kuping karena takut dengan suara tembakan yang terus bertalu. Aku menggeleng cepat saat ibu menyuruhku diam di tempat, sedangkan dirinya hendak menyelinap dan meninggalkan aku sendiri di sini. "Mboten purun buk ! Aku nderek njenengan mawon!" (Nggak mau buk. Aku mau ikut ibu aja!) rengekku. "Ojo nduk ! Bahaya ! Koe aman ning kene.. ibuk ga iso ngajak koe." (Jangan! Bahaya. Kamu aman di sini. Ibu nggak bisa bawa kamu) "Mboten buk. Aku wedi." (Nggak buk. Aku takut) Ibu melepas tanganku lalu memberiku kertas lusuh. Kertas yang ia simpan disebalik selendang merah. "Ibu mau mengalihkan koloni dulu. Kamu bisa baca kan? Besok pagi ibu balik jemput kamu di sini. Kalau besok siang ibu nggak balik, kamu cari orang yang ada di kertas itu." Aku masih enggan mencerna perintah ibuku kali ini. Otakku seperti terus berkejaran dengan suara derap kaki yang semakin mendekat. "Enggak buk. Ibu jangan bilang gitu. Kita pergi sama-sama saja." Airmataku semakin tak terbendung. Ingin rasanya aku merengek sekeras mungkin agar ibuku tak melanjutkan langkahnya untuk meninggalkanku. Tapi tanganku terus ditangkalnya. Dan mulutku pun dibekapnya. Ibu berbisik agar tentara itu tak semakin mendekati suara tangisku. "Ibu pasti dateng. Kamu mesti nurut." "Kalau ibu mati, aku mau mati juga buk." Ibu malah tersenyum geli melihatku, "Jangan ngomong gitu. Kita berdua pasti hidup. Percaya sama ibu, Sartika." Aku menatap wajah ibu yang berpeluh cukup lama. Biasanya saat ibu berbohong, aku bisa melihat mata ibu "bicara" berbanding terbalik dengan apa yang dia ucapkan. Tapi kali ini, mata itu berkilat redup namun amat meyakinkanku. Dua keadaan yang membuatku bimbang dan memilih untuk menuruti kata-katanya kali ini. Aku meremas kertas itu sambil mengangguk ragu. "Besok pagi. Ibu janji yah!" Kali ini, ibuku yang mengangguk yakin. Tanpa menoleh lagi, ibu langsung melesat pergi dengan membuat suara bising. Dengan gesit pula tentara VOC itu mengejar kemana ibu berlari. Suara lolongan anjing bercampur dengan suara tembakan yang arahnya semakin menjauh. Dadaku merasakan kelegaan namun tetap merasakan degupan kencang menunggu fajar menyongsong. Suara burung gagak menginterupsi tidur ayamku. Matahari bergerak semakin tinggi namun aku belum juga melihat tanda-tanda ibu menjemputku. Aku keluar dari batu, menyusup seperti anjing yang ketakutan. Menghapal nama dan alamat yang tertera di kertas sambil terus menuruni bukit. Ini sudah siang. Ibu tak datang.Itu artinya, aku harus ke tempat orang ini. Di tengah perjalanan, aku melihat kerumunan orang yang mengarah ke sungai. Aku bisa melihat undakan batu besar yang di sebaliknya ada seseorang yang tersangkut di sana. Terbujur kaku dengan dua lubang besar di kepala. Wajahnya tertutupi oleh rambut panjangnya, hingga selendang merah yang menjuntai di leher mayat itu mengusik pandanganku. Selendang merah milik ibuku.  . . .  Haii..ini karya keduaku di dreame. Masih mengangkat konsep misteri..semoga kalian suka yah. :) Selamat membaca..

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Mrs. Rivera

read
47.1K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.6K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
148.4K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
122.9K
bc

HOT NIGHT

read
612.6K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
80.2K
bc

ARETA (Squel HBD 21 Years of Age and Overs)

read
58.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook