Beberapa tahun sebelumnya, tepatnya ketika Vincenzo berusia 5 tahun, di sebuah kota kecil bernama Blue Bird, Vincenzo dibawa oleh seorang pria berjas hitam ke sebuah panti asuhan di pinggiran kota. Vincenzo tidak ingat bagaimana rupa pria itu, tetapi ia ingat dengan jelas kalau pria itu berkata padanya kalau ia akan baik-baik saja di kota ini.
Setelah menyerahkan Vincenzo ke pengurus panti asuhan, pria berjas hitam itu pun langsung pergi meninggalkan Vincenzo. Petugas panti asuhan pun membawa Vincenzo di dalam sebuah ruangan yang berwarna putih, di mana terdapat sekitar lima puluhan anak di sini dengan presentase lima puluh enam persen anak laki-laki, sisanya adalah anak perempuan. Dan Vincenzo masuk ke sini sebagai anak ke lima puluh satu.
Jika dilihat lagi, tempat ini tidak sepenuhnya kosong, terdapat cukup banyak permainan anak-anak, yang sedang dimainkan oleh anak-anak di ruangan ini, sesuai dengan urutan mereka. Lalu, tanpa Vincenzo sadari, ketika ia sedang melirik ke sekitar, pengurus panti asuhan yang mengantarnya tadi, sudah pergi tanpa sepengetahuannya.
Vincenzo sebenarnya ingin bergabung dengan salah satu kelompok anak-anak di sini, tetapi ia tak tahu harus mengatakan apa. Kemudian matanya pun tertuju pada seorang anak perempuan kecil yang duduk sendirian di pojok ruangan, tidak memiliki kelompok, alias dikucilkan.
Entah mengapa, tanpa pikir panjang lagi, Vincenzo langsung mendekat ke arah anak perempuan itu, lalu berdiri di depannya, berkata, “Hei, kau, apa aku bisa duduk di sebelahmu?”
Anak perempuan itu melirik Vincenzo sejenak, kemudian menundukkan kepala lagi, sembari memeluk kedua kakinya ketika duduk, menjawab, “Silakan ....” Dari sini saja sudah dapat ditebak kalau anak perempuan ini tampaknya sangat pemalu, jadi wajar kalau dikucilkan.
Vincenzo pun duduk di sebelah anak perempuan itu, lalu berkata lagi, “Kenapa kau tidak ikut bermain bersama mereka?”
Anak perempuan yang diajak mengobrol oleh Vincenzo, lantas menggelengkan kepala beberapa kali. “Tidak apa ... aku hanya tidak ingin.”
“Oh, begitu ya.” Vincenzo sebenarnya sudah kehabisan topik untuk dibicarakan, tetapi tetap berbicara, “Namaku Vincenzo, siapa namamu?” Vincenzo mengatakan itu sambil terus menatap ke depan, tidak melirik ke arah anak perempuan yang ia ajak bicara.
Anak perempuan itu pun menjawab dengan pelan, tidak melirik Vincenzo juga, “Namaku Carina.”
“Salam kenal, Carina.” Vincenzo mencoba untuk mencairkan suasana, tetapi ternyata hal tersebut tidak berhasil.
“Hm.” Itu adalah jawaban singkat Carina, membuat percakapan di antara dirinya dan juga Vincenzo langsung terhenti.
Beberapa saat ketika mereka berdua berhenti mengobrol, sebuah bola kecil menggelinding ke arah Carina. Awalnya Carina tidak mau memedulikan benda tersebut, tetapi kemudian seorang anak laki-laki berteriak padanya, “Hei, muka pucat! Ambilkan bola itu untuk kami!”
Mendengar itu, Carina seketika tersentak, kemudian mengambil bola kecil itu, perlahan mendekat pada kelompok anak laki-laki yang berjumlah lima orang. Anak laki-laki yang berteriak pada Carina tadi lantas kembali berkata, “Lihat, kau sudah mengotori bola kami itu dengan tanganmu yang lusuh itu. Bersihkan bola itu dengan lidahmu!”
Carina yang mendengar itu, seketika gemetar, lalu menjawab pelan, “Tapi ... tapi kalian yang—”
“Huh?!” Anak laki-laki tadi terlihat menunjukkan senyum liciknya. “Karena kau sudah mengotorinya dengan tanganmu, jelas kau harus membersihkannya sebagai gantinya, kan?” Anak ini terlihat begitu sombong, ditambah lagi di belakangnya ada empat anak laki-laki lainnya yang ikut tertawa melihat Carina yang sangat lemah dan tak bisa melawan.
Saat Carina pasrah karena takut dan hampir menjilat bola kecil di tangannya dengan lidahnya, Vincenzo seketika datang, mengambil bola kecil itu dari tangan Carina, lalu membuangnya. “Carina, tidak ada gunanya menuruti keinginan mereka, itu takkan pernah ada habisnya,” kata Vincenzo, kemudian menatap tajam anak laki-laki yang mengancam Carina tadi.
“Kau anak baru, ya?! Kau tidak tahu kalau aku yang terkuat di sini, huh?!” Anak laki-laki itu menatap Vincenzo penuh dengan kebencian. Di belakangnya, empat anak laki-laki lainnya juga sudah siap untuk menghajar Vincenzo.
Melihat keributan itu, anak-anak lain yang tadi hanya fokus pada apa yang mereka lakukan, lantas mengalihkan perhatian. Mereka pun mulai berbisik satu sama lain, “Lihat, sepertinya si Glen itu akan kembali berulah. Mentang-mentang dia adalah yang terkuat.”
“Menakutkan ....” Anak-anak perempuan mulai merasa takut.
“Anak itu sepertinya baru tiba tadi, tapi sudah harus berhadapan dengan Glen, dia sangat tidak beruntung ....” Anak lain menambahkan, sebab mereka tahu benar bagaimana kehebatan Glen sehingga bisa menjadi yang paling kuat di ruangan ini, meski yang paling pintar bukan dirinya. Selain itu, mereka juga tahu benar betapa sombongnya Glen.
“Vincenzo ... jangan berkelahi dengannya ...,” kata Carina, menarik tangan kanan Vincenzo agar berhenti sekarang, sebelum situasi menjadi kian buruk.
Akan tetapi, itu sudah terlambat, anak laki-laki bernama Glen, yang sudah marah pada Vincenzo, lantas berkata, “Hari ini aku akan menghajarmu sampai kau tidak dapat bicara lagi!”
Kalimat itu membuat Carina kian takut dan semakin kencang menarik tangan kanan Vincenzo, agar Vincenzo mau pergi sekarang. Meski begitu, Vincenzo malah tidak bergerak sedikit pun, malah membalas ucapan Glen, “Kau berkata seperti kau bisa melakukannya saja! Aku akan melihat apakah kau memang bisa melakukannya atau hanya pintar bicara saja!”
Mendengar provokasi yang dilontarkan oleh Vincenzo, Carina kian gemetaran, tetapi tidak dapat menghentikan Vincenzo. Di sisi lain, Glen merasa sangat terhina mendengar ocehan Vincenzo itu, lalu berteriak, “Kau bocah baru! Berani sekali kau memancing kemarahku!”
Di sisi lain, anak-anak lain yang menyaksikan pertengkaran ini pun kembali berbisik satu sama lain, “Anak baru itu tampaknya akan benar-benar dihajar oleh Glen dan teman-temannya.”
“Sepertinya dia tak kalah sombong dari Glen, tapi tidak tahu bagaimana kemampuannya,” yang lain menambahkan.
“Mungkin dia hanya merasa terlalu percaya diri.”
Mereka semua tidak berhenti berbisik-bisik satu sama lain, ada yang terlihat tenang, ada juga yang ketakutan bila terjadi sebuah perkelahian di sini.
Tahu kalau situasi pasti akan berujung pada pertarungan, Vincenzo melirik Carina sejenak, berkata, “Carina, aku baik-baik saja, mundurlah. Biar aku mengurus sisanya!” Vincenzo begitu yakin kala mengatakan itu.
Carina yang tidak memiliki pilihan lain lagi, lantas mundur sesuai dengan arahan dari Vincenzo. Anak perempuan itu terlihat khawatir, tetapi juga tak bisa berbuat apa pun selain diam dan tidak mengganggu atau malah menghalangi Vincenzo nantinya.
Glen lantas membunyikan jari-jari tangannya, berkata, “Kalian semua tidak perlu mengganggu. Aku yang akan menghajar mulut bocah busuk ini agar berhenti berbicara untuk selamanya!” Anak laki-laki ini sungguh yakin dengan kemampuannya, dapat mengalahkan Vincenzo si anak baru.
Tanpa berkata apa pun lagi, Glen lantas meluncurkan satu pukulan lurus tepat ke wajahb Vincenzo, tetapi Vincenzo dengan santai mengayunkan kakinya ke rusuk Glen, dari samping. Hanya dengan satu tendangan itu, Glen langsung kehilangan keseimbangan, jatuh sambil memegangi rusuknya yang sakit.
“Pertahananmu sangat buruk, tapi tenang saja, aku tidak mematahkan rusukmu, jadi setidaknya kau tidak perlu pengobatan apa pun,” kata Vincenzo, begitu tenang, tak gentar sedikit pun.
“Kau ....” Kali ini Glen sudah tak bisa membendung amarahnya lagi. “Kalian semua, serang dia bersama-sama!” Glen langsung bangkit, menyerang Vincenzi dengan empat temannya.
“Hei, bukankah itu curang?!” Carina mencoba menghentikan, tetapi tidak bisa melakukan apa pun selain berteriak.
Lima lawan satu, sudah jelas Vincenzo tak dapat mengatasi mereka semua, sehingga ia berhasil dijatuhkan, kemudian Glen yang kesal langsung menghajar wajah anak itu sesuka hatinya.
Sementara itu, Carina berlari ke arah mereka, mencoba menghentikan, tetapi salah satu teman Glen lantas mendorong Carina hingga jatuh tersungkur, menangis sebab tidak dapat melakukan apa pun.
Anak-anak lain pun tidak berani untuk mengganggu dan hanya bisa berbicara di belakang saja. Mereka hanya bisa mencemooh Glen dan teman-temannya, tetapi tidak melakukan apa pun untuk menghentikan mereka semua. Akan tetapi, beruntungnya ketika itu seorang anak perempuan datang membawa pengurus panti asuhan, memisahkan Glen dan teman-temannya dari Vincenzo.
Akibat dari perkelahian itu, Glen dan teman-temannya dihukum dengan dipindah ke ruangan lain, sementara Vincenzo yang sudah tak sadarkan diri, dibawa di ruang perawatan. Satu-satunya anak yang menemani Vincenzo hingga masuk ke ruang perawatan hanyalah Carina, anak perempuan yang diselamatkan oleh Vincenzo.
Meski sebenarnya Carina tetap ingin terus menemani Vincenzo hingga sadar, para pegurus panti asuhan, sehingga dengan begitu terpaksa Carina pun hanya bisa menurut saja, tak dapat melakukan bantahan atau apa pun.